MALINAU – Penerapan sistem online dalam seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di daerah, terutama di Kabupaten Malinau diklaim belum tepat dan tak relevan dengan kondisi infrastruktur telekomunikasi yang ada. Hal tersebut dikemukakan Ketua DPRD Malinau Pdt Martin Labo kepada wartawan, belum lama ini (22/6).
Menurut Martin Labo, sistem seleksi online tersebut dinilai sebagai sebagai bentuk kesewenang-wenangan pemerintah pusat, Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan). Kebijakan seleksi online itu sendiri tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Itu kan sistem, mekanisme yang muncul setelah UU ASN. Nah, UU ASN-nya saja sudah mengada-ada dan kacau karena sudah diberlakukan tanpa disertai peraturan pemerintah yang cukup,” kata Pdt Martin Labo.
Pemberlakuan sistem online dalam seleksi CPNS dianggap banyak pihak akan menutup peluang dan kesempatan peserta ujian lokal. Sebelum Kemenpan menerapkan system online tersebut, seharusnya lebih dulu harus membenahi Undang Undang tentang ASN yang menjadi dasar hukum.
Ketua DPRD Malinau Martin LaboPemerintah, dinilai terlalu gegabah dan ceroboh karena telah menerapkan UU tersebut tanpa disertai peraturan pemerintah yang cukup. “UU ini sudah diterapkan tanpa didukung peraturan pemerintah yang cukup, satu pun. Kan ini tindakan yang gegabah. Seharusnya diberlakukan setelah lengkap disertai sejumlah peraturan pemerintah,” pungkasnya.
Pernyataan yang menyesalkan kebijakan Kemenpan ini, dikeluarkan setelah pihaknya dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malinau serta sejumlah daerah lainnya di Kalimantan Utara (Kaltara) dan Kaltim melakukan protes ke Kemenpan pasca penetapan kelulusan CPNS tahun lalu. “Nah sekarang sudah mau ditambah lagi dengan pemberlakuan mekanisme baru. Bagaimana pemikiran mereka?” sesalnya.
Isi UU ASN, terkait dengan rekrutmen CPNS dan segala aturan baru yang akan diterapkan kemudian dinilai telah menciptakan adanya sentralistik dan penyeragaman. “Ini melanggar prinsip otonomi daerah yang harus kita lawan!” tegasnya.
Sebagai gambaran, ia mencontohkan soal penetapan formasi CPNS yang dilakukan pusat. Kemudian penyeragaman standar kelulusan disetiap wilayah. Sementara daerah sama sekali tidak diberi hak untuk menentukan CPNS seperti tahun-tahun sebelumnya.
Senada dengan itu, sikap penolakan ini juga ditegaskan Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Malinau, Prof Adri Patton yang menilai bahwa pemberlakuan sistem tersebut akan memancing kegaduhan atau kekacauan yang mungkin jauh lebih ramai dibandingkan tahun lalu. “Yang jelas, pemerintah daerah harus diberi kewenangan,” tegasnya. [] RedHP/Kokal