Mencari Celah Pengawasan Pasca Pencabutan Perda

 

PARLEMENTARIA DPRD KALTIM –  Dicabutnya dua Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), yakni Perda nomor 14 tahun 2012 tentang Pengelolaan Air Tanah dan Perda nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pasca Tambang, sedikit banyak pasti akan menimbulkan dampak, baik negatif maupun positif.

Karena itu, untuk menggali dampak yang mungkin akan timbul disebabkan pencabutan dua Perda tersebut, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim memanggil instansi untuk diajak berdiskusi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung E Kantor DPRD Kaltim, Rabu (2/11/2022).

Veridiana Huraq Wang

Instansi yang terlibat dalam RDP tersebut adalah Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (PUPR-PERA) Kaltim, Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim, Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Kaltim, dan Inspektur Tambang Direktorat Jenderal (Dirjen) Mineral Batu bara (Minerba) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Saat diwawancara awak media usai memimpin RDP itu, Ketua Komisi III Veridiana Huraq Wang mengatakan, pihaknya ingin menggali dari lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sejauh mana dampak dicabutnya dua perda tersebut. “Kita mengundang biro hukum, dari Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup, dan Inspektur Tambang untuk menanyakan dampak apa yang akan muncul kalau dua perda ini dicabut,” ujarnya.

Ini kata dia, karena terbitnya Undang Undang Cipta Kerja dan Undang Undang Minerba, di mana perizinan pertambangan diambil alih pusat, sehingga daerah tidak lagi mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan.

“Kita ingin menggali dari lintas dinas, dampak terhadap struktur organisasi. Kalau kemarin tugasnya jelas, sekarang setelah dicabut tidak ada pekerjaan lagi. Lalu dampak terhadap pendapatan daerah, kemudian dampak terhadap lingkungan hidup, bagaimana pengawasannya. Dari poin itu nanti jadi catatan dari Komisi III ketika nanti menyampaikan laporan akhir,” bebernya.

Dirinya menjelaskan, untuk perizinan berjenis Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) memang secara otomatis beralih ke pemerintah pusat. Namun untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dahulu dikeluarkan oleh kepala daerah, masih ada yang menambang karena izinnya masih berjalan.

Untuk itu Komisi III DPRD Kaltim saat ini tengah berfokus dalam mencari celah hukum, yang bisa digunakan sebagai dasar pembuatan Perda yang bisa memberikan kewenangan pengawasan aktivitas tambang di Kaltim. Untuk masalah tambang, lanjut dia, regulasi baru yang menjadi pijakan hukum, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Perpres tersebut, lanjut politisi yang memberikan pendelegasian bahwa kita memberikan izin galian C. Otomatis kan itu bisa diimbangi dengan Perda baru lagi,” katanya lagi.

“Tapi kalau untuk Perda soal air permukaan ini, masih akan kami lihat celah-celah hukum apa yang bisa digunakan. Kalau (Perda) ini dicabut, sekarang siapa yang melakukan pengawasan di lapangan. Misalnya jika ada polisi ingin menindak salah satu perumahan yang menggunakan air tanah, namun karena tidak ada kewenangannya maka dia tidak bisa melakukan apa-apa. Pada akhirnya rawan kan, air tanah ini kan jika terlalu banyak diambil dapat menyebabkan penurunan tanah,” pungkasnya. []

Reporter : Guntur Riyadi
Penyunting : Agus P. Sarjono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com