PARLEMENTARIA KALTIM – Pengelolaan aset Pelabuhan Samudera Kariangau yang merupakan pelabuhan peti kemas, curah air, curah kering di Kariangau, Balikpapan, mendapat sorotan dari Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Sapto Setyo Pramono.
Pasalnya, aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) yang dikelola secara patungan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pelabuhan Indonesia dengan Perusahaan Daerah (Perusda) Melati Bhakti Satya (MBS) itu dinilai Sapto Setyo Pramono belum memberikan pemasukan signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Selama ini aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Kariangau sangat tinggi, seharusnya dapat dipastikan akan banyak menghasilkan pemasukan,” ujar anggota Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) kepada para awak media di Kantor DPRD Kaltim, beberapa waktu lalu (10/11/2022).
Anggota Komisi II DPRD Kaltim bidang keuangan dan perekonomian itu melihat, pemasukan yang diterima tak sebanding dengan yang didapat itu terjadi karena pengelolaan hingga pembagian persentase ditentukan oleh pusat. Hal tersebut tentu saja ironis, mengingat pelabuhan Kariangau merupakan aset Pemprov Kaltim.
Menurutnya, dengan kondisi ini seharusnya pemerintah memiliki ‘taring’ di daerahnya sendiri, mengingat aset yang digunakan adalah milik daerah. Bukan justru menjadi ‘penonton’.
“Belum lagi soal tata kelola pelabuhan. Kemarin saya diskusi dengan Kadishub (Kepala Dinas Perhubungan, red) bahwa Kariangau punya kita. Tapi berapa persen angkanya yang dikelola pusat. Sedang itu aset kita,” katanya.
Untuk itu, Sapto mendorong Pemprov Kaltim untuk mengeluarkan kebijakan mengambil alih pengelolaan aset milik daerah tersebut, sehingga ada keuntungan yang dapat diberikan untuk PAD Kaltim. Pengelolaannya harus direbut agar PAD yang diperoleh dapat optimal.
“Kita perlu semacam kegiatan yang sifatnya kebijakan kongkret. Kalau ujungnya rapat, harus ada progresnya, sehingga kita mohon Pemprov untuk jangan hanya lips servis. Bagaimana meningkatkan PAD, tapi harus ada bukti nyata,” ujarnya. []
Penulis: Agus P. Sarjono
Penyunting: Hadi Purnomo