Ekspor Kepiting Terhambat Regulasi KKP

 

SAMARINDA – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Asosiasi Eksportir Kepiting Balikpapan (ASKIB), dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Balikpapan, serta Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kelas I Balikpapan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI).

Sapto Setyo Pramono

Agenda RDP yang digelar di ruang rapat Gedung E lantai 1 DPRD Kaltim, jalan Teuku Umar, Samarinda, beberapa waktu lalu (27/12/2022), adalah pembahasan mengenai perkembangan ekspor kepiting setelah terbitnya Peraturan Menteri KKP RI Nomor 16 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, Rajungan di Wilayah Republik Indonesia (Permen KKP No. 16/2022), serta dampaknya terhadap perekonomian Kaltim.

Salah satu hasil rapat tersebut adalah merekomendasikan kepada pimpinan DPRD Provinsi Kaltim untuk bersurat ke Menteri KKP RI dengan substansi merevisi Permen KKP No. 16/2022, khususnya Pasal 8 ayat 1 poin b tentang ukuran lebar karapaks (kulit luar kepiting) di atas 12 sentimeter per ekor. Ketentuan itu diusulkan perubahan untuk menjadi ukuran lebar karapaks di atas 12 sentimeter dan/atau minimal 200 gram per ekor.

RDP itu dipimpin Sapto Setyo Pramono dan Nidya Listiyono Ketua Komisi II DPRD Kaltim, didampingi seorang staf ahli, serta seorang staf Komisi II. Menurut Sapto Setyo Pramono, Permen KKP No. 16/2022 menyebabkan mengalami penurunan secara signifikan.

“Kita meminta kementerian, khususnya pasal 8 ayat 1 poin b untuk bisa mencantumkan ukuran karapaks minimal 12 sentimeter dan atau 200 gram, karena kalau dengan ukuran 12 sentimeter saja itu sangat luar biasa, turun drastis ekspornya. Padahal beratnya dapat sebenarnya, tapi kalau karapaksnya tidak dapat, tidak bisa diekspor,” ungkap anggota Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) DPRD Kaltim saat ditemui awak media usai memimpin RDP.

Wakil rakyat dari daerah pemilihan Kota Samarinda ini mengatakan, agar kontinuitas ekologi tetap terjaga, termasuk mengenai komoditas lokal dan ekspor, maka perlu ditambahkan istilah “dan/atau” pada pasal tersebut. “Makanya kalau bahasanya dan/atau, artinya tetap terjaga kontinuitas ekologinya tetap terjaga baik komoditas lokal maupun ekspor,” kata Sapto, sapaan akrabnya.

 

Kepiting, lanjut dia, salah satu sisi dianggap hama dan di sisi lain merupakan budidaya yang harus tetap dilestarikan karena apa kepiting ini menggemburkan areal empang dan empang ini biasanya berisikan ikan dan udang sumber makanannya dari kesuburan tanah. “Jadi semua tidak ada yang tidak mungkin semua harus tetap dijaga kalau kita langsung matikan dengan diekspor secara besar-besaran kan bisa habis, jadi semua harus diatur dengan baik,” ujar Sapto.

Ia menegaskan, DPRD Kaltim nantinya akan bersurat ke Kementerian KKP untuk meminta hearing langsung dalam rangka untuk menyuarakan aspirasi pengusaha dan petani kepiting di Kaltim. “Kaltim adalah salah satu eksportir komoditas yang paling besar adalah kepiting, sebenarnya dampak dari kebijakan itu sangat panjang bagaimana ekonominya meningkat, akan terjadi pengangguran, bagi mereka yang mempunyai anak dan sekolah akan putus sekolah,” terang anggota dewan kelahiran Madiun, 10 Januari 1981 ini. []

Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Hadi Purnomo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com