JPU Kejari Kukar, Penegak Hukum Yang Melawan Hukum

JAKSA Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Kartanegara (Kukar) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dituding sebagai penegak hukum yang telah melakukan perbuatan melawan hukum. JPU itu adalah Edi Setiawan yang menangani perkara pemalsuan surat yang diregistrasi di Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong nomor 8/Pid.B/2018/Pn Trg tanggal 8 Maret 2018 dan di Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda Nomor 226/PID/2022/PT SMR tertanggal 01 Desember 2022.

Bukan saja dituding telah melakukan perbuatan melawan hukum, jaksa Kejari Kukar itu juga disebut telah melakukan pelanggaran perilaku, berbuat tak profesional, melanggar hukum acara pidana, bahkan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Penilaian itu disampaikan Muhammad Rizqi Ulil Abshor dan Ujang Suja’i Toujiri, kuasa hukum Khoirul Mashuri, terdakwa II perkara pemalsuan surat yang ditangani Edi Setiawan selaku JPU.

Menurut Muhammad Rizqi Ulil Abshor dan Ujang Suja’i Toujiri dalam siaran persnya sebagaimana disampaikan kepada sejumlah awak media, Senin (20/02/2023), jaksa Kejari Kukar itu disebut melakukan pelanggaran hukum karena, pertama, jaksa tersebut disebut telah menyebut seseorang yang masih berstatus terdakwa dengan sebutan terpidana. Kedua, melakukan penjemputan secara paksa terhadap terdakwa hingga menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan. Ketiga, melakukan pemanggilan dan penjemputan paksa terhadap terdakwa atas perkara yang belum berkuatan hukum tetap (inkracht).

Sedangkan Khoirul Mashuri merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kukar yang tersandung perkara pemalsuan surat pada saat menjabat sebagai Kepala Desa Giri Agung Kecamatan Tenggarong Seberang tahun 2012 silam. Melalui kuasa hukumnya,  Muhammad Rizqi Ulil Abshor dan Ujang Suja’i Toujiri, Khoirul Mashuri saat ini masih berupaya mencari keadilan dengan menempuh upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung. Langkah Khoirul Mashuri tersebut membuatnya tak patut disebut sebagai terpidana, sebab putusan pengadilan atas perkara yang menjeratnya belum berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Khoirul Mashuri (kiri), anggota DPRD Kukar yang saat ini tengah terjerat perkara pemalsuan surat. Ia masih berjuang mencari keadilan di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

 

Dalam mendalilkan penilaiannya, kuasa hukum Khoirul Mashuri mengutip ketentuan Pasal 1 angka 32 Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebut bahwa terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sementara putusan PT Samarinda dinilai tidak berkekuatan hukum tetap mengingat Khoirul Mashuri pada 28 Desember 2022 lalu telah mengajukan permohonan kasasi dengan akta nomor 302/Akta Pid.B/2022/PN Trg.

Dipaparkan kuasa hukum Khoirul Mashuri, ketentuan pasal 1 angka 32 KUHAP dipertegas dengan penjelasan umum KUHAP butir 3 huruf c dan Pasal 8 Ayat (1) Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kehakiman Kehakiman yang menyebutkan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Kuasa hukum Khoirul Mashuri juga menyebutkan ketentuan lain yang membatasi kewenangan jaksa selaku penuntut umum, hanya dapat melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Ketentuan itu tersebut pada Pasal 1 angka 6 huruf a KUHAP. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER–014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa juga menegaskan bahwa jaksa sebagai pejabat fungsional bertindak sebagai pelaksana pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

“Artinya jaksa hanya boleh mengeksekusi putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap bukan putusan yang masih dalam upaya hukum. Menurut hemat kami, Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, bahkan Pelanggaran Hak Asasi Manusia,” sebut Muhammad Rizqi Ulil Abshor dan Ujang Suja’i Toujiri dalam suratnya yang ditujukan untuk pers.

Dalam surat itu, kedua advokat tersebut juga memaparkan kronologi tindakan jaksa yang disebut telah melakukan perbuatan melawan hukum dan melanggar kode etik. Berikut adalah urutan peristiwanya:

  • Rabu, 28 Desember 2022, Khoirul Mashuri yang berstatus tahanan kota mengajukan permohonan kasasi.
  • Jumat, 30 Desember 2022, Khoirul Mashuri melalui penasihat hukumnya menyerahkan memori kasasi ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui PN Tenggarong sesuai dengan tanda terima memori kasasi Nomor 302/Pid.B/2022/PN Trg Jo Nomor 226/PID/ 2022/PT SMR.
  • Jumat, 6 Januari 2023, Jaksa Edi Setiawan datang dan menyerahkan Surat Panggilan Terpidana Nomor B.04./O.4.12/Eoh.2/01/2023, ditujukan kepada Khoirul Mashuri melalui Irianto M.
  • Selasa, 17 Januari 2023, Jaksa Penuntut Umum pada Kejari Kukar menyerahkan kontra memori kasasi atas memori kasasi penasihat hukum terdakwa terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur Nomor 226/PID/2022/PT SMR. Kontra memori kasasi tersebut diketahui setelah Khoirul Mashuri mendapatkan Relaas Pemberitahuan Penyerahan Kontra Memori Kasasi Perkara Nomor No.226/PID/2022/PT SMR Jo No.302/Pid.B/2022/PN Trg.
  • Rabu, 25 Januari 2023, Jaksa Edi Setiawan kembali menyampaikan Surat Panggilan Terpidana Nomor B- 03/O.4.12/Eoh.2/01/2023 kepada Khoirul Mashuri yang dititipkan dengan Ketua DPRD Kutai Kartanegara.
  • Kamis, 9 Februari 2023, Jaksa Edi Setiawan dan Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Kukar bersama 18 orang oknum polisi dengan tiga mobil, mendatangi kediaman Khoirul Mashuri dengan dalil melakukan penjemputan paksa.
  • Rabu, 15 Februari 2023, Jaksa Edi Setiawan kembali menyampaikan Surat Panggilan Terdakwa nomor B-07/O.4.12/Eoh.2/02/2023 kepada Khoirul Mashuri yang isinya mendalilkan pelaksanaan putusan PT Samarinda

Penulis: Fajar Hidayat | Penyunting: Hadi Purnomo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com