Angka Perceraian di Balikpapan Tinggi

Angka perceraian yang ditangani Pengadilan Agama Kelas 1A Balikpapan masih tinggi. Alasannya pun beragam. Namun yang paling mendominasi adalah cerai gugat atau suami yang diceraikan istrinya.

Berdasarkan data yang dihimpun wartawan, dari Januari hingga April 2014 tercatat sudah 185 pengajuan cerai talak (diajukan suami) dan 414 cerai gugat (diajukan istri) dari total 599 perkara yang masuk. Yang sudah diputuskan sebanyak 420 perkara.

Dari jumlah itu, sebanyak 108 perkara cerai diajukan oleh pegawai negeri sipil (PNS) yang terdiri pasangan PNS, polisi, TNI, atau pejabat negara lainnya. Pasangan ini bisa dua-duanya PNS atau salah satunya, yakni istri atau suami.

Kepada wartawan, petugas meja informasi Pengadilan Agama Balikpapan, Iswan Kahfie, menjelaskan, perceraian yang melibatkan PNS, polisi dan TNI masuk dalam laporan perkara khusus yang diatur dalam PP 10/1983.

“Untuk kasus yang seperti ini, pihak penggugat apabila merupakan anggota PNS atau polisi, harus mendapatkan izin persetujuan dari pejabat di atasnya yang berwenang. Sampai saat ini, dari 108 perkara tadi sudah 23 perkara yang diputus, delapan di antaranya ada izin persetujuan dari pejabat, 15 sisanya tidak ada,” bebernya, Rabu (28/5).

Iswan menambahkan, tren peningkatan kasus perceraian memang sudah terjadi belakangan ini. Jumlah perceraian lebih tinggi dari pernikahan. Bahkan, sisa perkara pada 2013 sebanyak 266 yang masuk pada 2014 juga didominasi perkara perceraian, yakni 82 cerai talak dan 153 cerai gugat.

Pengadilan Agama mengklasifikasikan penyebab perceraian dalam 15 poin. Di antaranya, poligami tidak sehat, ketidakharmonisan, cemburu, dan kawin paksa.

Dari 455 perkara yang didata Januari sampai April, 342 perkara disebabkan karena ketidakharmonisan perkara. “Kenapa ketidakharmonisan itu tinggi, karena banyak faktor penyebabnya, seperti ekonomi, munculnya orang ketiga, dan KDRT. Tiga faktor itu menyebabkan ketidakharmonisan,” jelasnya.

Dia menyebut, tingginya tingkat perceraian salah satunya karena semakin berkembangnya teknologi informasi. Perempuan yang begitu mudah memperoleh informasi dari berbagai sumber menjadi lebih berani. Lantas hanya karena persoalan sepele kemudian menggugat cerai suaminya. Apalagi secara administrasi, proses perceraian lebih mudah apabila penggugat adalah dari pihak perempuan.

“Jika penggugatnya perempuan, maka setelah sidang itu dikabulkan ya sudah, karena talak diucapkan majelis hakim. Sementara kalau yang menggugat suami, setelah sidang cerai dikabulkan, masih ada sidang lagi untuk ikrar talak, karena pada dasarnya talak itu adalah milik laki-laki, sehingga harus diucapkan sendiri,” paparnya.

Perkembangan teknologi informasi juga mengurangi intensitas komunikasi langsung antara suami istri, sehingga keluarga kurang harmonis.[]RedFj/KP

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com