JAKARTA-Penggunaan alat penguat sinyal (repeater) memang merugikan operator telekomunikasi. Salah satu operator, Telkomsel mengaku dalam setahun ini harus disibukkan dengan gangguan sinyal akibat pengoperasian repater ilegal oleh elemen masyarakat.
“Alat itu bukan hanya mengganggu satu operator saja, tapi ke semua operator,” ujar Mustagfirin, Vice President ICT Network Management Jabodetabek-Jawa Barat, dalam diskusi di Indonesia Celluler Show (ICS) 2014 di JCC, Senayan, Rabu 4 Juni 2014.
Monitoring Telkomsel, kata Mustagfirin, menemukan 121 repeater ilegal dalam setahun belakangan ini. Untuk Jabodetabek saja, ditemukan 66 repeater ilegal.
“Di Jabodetabek ada 66 temuan yang berpengaruh pada 275 BTS. Kalau total ada 121 temuan yang pengaruhi 792 BTS,” jelasnya.
Secara detail, temuan di daerah lain yaitu wilayah Sumatera bagian utara 21 temuan dan berpengaruh pada 325 BTS, Sumetera bagian selatan (2 temuan/8 BTS), Jateng (17 temuan/59 BTS), Jatim (12 temuan/110 BTS) dan Sulawesi (3 temuan/15 BTS.
Hal senada juga diungkapkan Dirut Indosat, Alexander Rusli. Dia menmengaku menemukan sejumlah repeater ilegal.
“Kalau kami data terakhir bulan lalu kisaran 200-an temuan,” ujar Alexander Rusli ditemui pada lokasi yang sama.
Ganggu layanan
Mustagfirin menambahkan penggunaan repater ilegal berakibat pada sudahnya menerima keluar. Kualitas voice juga terdampak pada alat ilegal ini.
“Kualitas voice jadi buruk, suara tak jelas, timbul robotic voice,” jelas dia
Gangguan lain yang bisa terjadi yairu drop call, problem pengiriman SMS sampai akses data menjadi susah dan lelet.
Telkomsel menambahkan berbagai upaya dilakukan untuk menekan munculnya repeater ilegal itu. Diantaranya upaya meningkatkan jaringan dan edukasi ke masyarakat.
“Kami jaga kualitas layanan, kasih SMS ke pengguna, ganti repeater pengguna dengan alat yang legal,” ujar Mustagfirin.
KENDALA
Penggunaan perangkat penguat sinyal (repeater) ilegal yang makin marak telah dikeluhkan oleh penyelenggara jasa telekomunikasi. Repeater ilegal merusak kualitas jaringan operator telekomunikasi yang akhirnya menurunkan kualitas layanan pada pelanggan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengaku upaya penertiban repeater ilegal menemui sejumlah kendala. Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo, M. Budi Setiawan, Rabu 4 Juni 2014 mengeluhkan kesadaran dan sosialiasi masyarakat yang kurang.
“Ini masalah edukasi. Kami dalam beberapa tahun telah melakukan sosialisasi. Saat ini kami mendatangi dan mengedukasi pelaku usahanya. sekarang banyak di toko-toko, di mobil ditempeli soal repeater,” ujar Budi dalam diskusi di Jakarta Convention Center Senayan, Jakarta hari ini.
Budi menambahkan Kominfo sudah pernah melakukan sosialisasi melalui broadcast pesan pendek, yang menyampaikan penggunaan repeater ilegal diancam hukuman 6 bulan dan denda ratusan juta rupiah. Namun sayangnya sosialisasi itu menemui sejumlah kendala. Penjualan repeater ilegal itu makin liar misalnya di dunia maya.
“Di internet banyak yang jual repeater. Itu sulit ditertibkan,” keluh Budi.
Selain itu, makin banyaknya repeater ilegal yang berasal dari luar negeri melalui penyelundupan juga jadi kendala.
“Harganya murah, di bawah 2 juta ada,” sambung dia.
Sedangkan pengendalian masalah ini di wilayah provinsi belum memuaskan sesuai ketentuan Permenkominfo Nomor 23/PER/M.Kominfo/04/2009. Peraturan itu menyatakan setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit dan dimasukkan di wilayah RI wajib memenuhi persyarakat teknis yaitu telah memenuhi sertifikasi dari Direktorat Standarisasi PPI.
Selama penertiban, Dirjen SDPPI Kominfo melalui Balai Monitoring (Balmon) frekuensi memantau di sejumlah daerah.
“Kalau saat ditertibkan mereka bandel, bisa dibawa ke ranah hukum,” tegasnya. [] VN