MESKI upacara Erau resmi dibuka Minggu (15/6), beberapa rangkaian ritual adat sudah dilaksanakan untuk menyambut pesta adat dari Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura tersebut. Empat hari menjelang pembukaan Erau 2014, pada Rabu (11/6) sore digelar ritual menjamu benua. Koordinator Upacara Adat Sakral Erau Awang Demang Natakrama mengatakan, menjamu benua bermakna memberi makan kepada para gaib yang mendiami Kukar.
Sekaligus memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Sultan dan kerabat diberikan keselamatan. Demikian juga masyarakat Kukar atau orang yang berkunjung ke Tenggarong. “Ritual ini sekaligus memberitahukan kepada gaib tersebut bahwa Erau akan dilaksanakan,” jelasnya di sela-sela prosesi. Sebelum prosesi adat ini dimulai, pelaksana upacara adat yang terdiri dari tujuh Belian dan sembilan Dewa, terlebih dulu menemui Sultan Kutai H Aji Muhammad Salehuddin II di kediaman, untuk meminta restu.
Sultan pun memberi restu dengan menghambur beras kuning ke arah pelaksana upacara. Sultan juga menyerahkan pakaian sehari-harinya berupa selembar baju, sepotong celana panjang, dan kopiah untuk dibawa dan disertakan dalam menjamu benua. “Pakaian Sultan yang kami bawa itu tanda bahwa menjamu benua ini amanat dari Sultan,” terangnya.
Ritual tersebut dilepas langsung Sultan H AM Salehuddin II di kediamannya pada15.00 Wita. Rombongan Belian dan Dewa diiringi alunan alat musik tradisional dengan mengendarai mobil bak terbuka dan bus bergerak ke Hulu Benua (Desa Tanah Habang, Mangkurawang), kemudian Tengah Benua (pelabuhan depan Museum Mulawarman), dan terakhir Hilir Benua (sebelah hilir Jembatan Kartanegara) untuk melakukan prosesi menjamu benua.
Di tiga lokasi menjamu benua tersebut disediakan balai utama berbentuk kerucut dengan atasan datar segi empat. Terbuat dari batang kayu seukuran ibu jari kaki orang dewasa dan rangkaian janur kuning, untuk menaruh sesajian. Di antaranya ayam bakar utuh, tujuh piring ketan putih dengan telur ayam, wajik (ketan yang dimasak dengan gula merah), dan beraneka kue tradisional.
Selain itu, ada dua balai kecil di sisi kiri-kanan balai utama. Diletakkan menggantung menghadap Sungai Mahakam dan yang satu lagi bertumpu di satu tiang. Isi dua balai kecil tersebut terdiri dari darah ayam dalam wadah berbahan daun pisang, nasi aneka warna yang disusun melingkar dan terdapat telur, serta air. Setelah perlengkapan dan sajian lengkap tertata di balai, salah satu Belian dan Dewa membacakan mantra diiringi tabuhan gendang.
Hawa magis makin terasa ketika asap dupa yang juga perlengkapan ritual mengepul di sekitar tempat acara. Sesekali para Belian dan Dewa menghamburkan beras kuning dan memercikkan air ke arah balai. “Para Belian dan Dewa berkomunikasi dengan para gaib melalui mantra dan simbol untuk memberi tahu bahwa Erau akan digelar,” pungkasnya. [] RedFj/KP