Pasca diterjang air bah, Selasa (10/6) sore lalu, rumah di areal Perumahan Dinas Balai Pemasyarakatan (Bapas) Klas II Samarinda di Jalan MT Haryono, mulai dibenahi. Tembok yang ambruk diterjang air bah pun mulai diperbaiki. Informasinya pembenahan tembok akan disusul perbaikan dinding bangunan yang difungsikan untuk garasi mobil, yang ikut jebol karena dihantam air bah. Keterangan diperoleh wartawan, perbaikan kerusakan tersebut dilakukan pihak Perumahan Meditrania sebagai bentuk tanggung jawab kejadian tersebut.
Karena diduga air bah bervolume besar dan deras itu berasal dari areal perumahan tersebut.
Pagi kemarin, Lurah Karang Anyar Agus Sukmara bersama Lurah Teluk Lerong Ulu (TLU) Didik Purwanto melakukan pengecekan ke lokasi Perumahan Dinas Bapas Samarinda tersebut. Menurut Agus, masalah terjangan air bah itu bukan yang pertama terjadi. Karena sebelum Agus menjabat sudah beberapa kali terjadi. “Ini masalah lama yang tak pernah tuntas. Kami beberapa kali melakukan rapat dengan pihak pengembang perumahan. Namun sampai sekarang seakan tak ada solusinya,” kata Agus.
Informasinya beberapa bulan lalu, tembok yang sama juga pernah ambruk dan diperbaiki pihak pengembang Perumahan Meditrania. Saat melihat kualitas tembok, Agus mulai meradang.
“Bagaimana mau tahan jika kualitasnya seperti ini. Lihat saja pondasi hingga campuran semennya. Sepertinya sangat rapuh dan besi untuk tiang pondasi dibuat asal-asalan,” terang Agus.
Seakan tak puas, Agus dan Didik lalu meninjau areal pemukiman elit tersebut. Di sana Agus kembali ngamuk ketika melihat keadaan polder.
“Saat rapat sempat dijanjikan akan dibuatkan polder. Kalau begini bagaimana mau maksimal menampung air, lihat saja. Mana poldernya,” tandas Agus.
Pantauan Sapos, saat memasuki areal perumahan elit itu berjarak 100 meter persis di belakang kantor Dishub Samarinda, terdapat polder yang tak terlalu besar dan dangkal. Setelah itu dilanjutkan pengecekan areal kosong berjarak sekitar 100 meter dari polder pertama itu. Di situ, di lereng bukit dan dipenuhi ilalang Agus dan Didik kembali mengamuk.
“Kami sempat diberitahu kalau areal ini polder. Apanya yang polder kalau lereng bukit begini. Tak ada tampungan air, jelas saja air langsung turun dan tak terkendali kalau begini,” ungkap Didik menimpali.
Agus dan Didik juga melihat pembuatan polder di bagian tengah areal Perumahan Meditrania. “Lah, apa ini yang dinamakan polder. Luasnya tak seberapa, bagaimana mau menampung air. Ini lebih mirip kolam hias saja,” beber Agus.
Agus juga sempat beradu argumen dengan perwakilan Perumahan Meditrania yang menemui mereka usai melakukan tinjauan. “Kejadian ini harus ditangani serius. Kasihan warga kami, yang jadi sasaran malah pihak kelurahan karena dianggap tak becus mengurusinya,” kata Agus.
Perwakilan Perumahan Meditrania Christian saat dikonfirmasi Sapos, membantah jika pihaknya tak mengolah air dan diduga menjadi penyebab air bah tersebut.
“Kami punya polder. Semula ada lima, karena satu tak difungsikan jadi tinggal empat. Bahkan salah satunya dalam proses pembuatan. Dua diantaranya adalah polder alam. Kami lagi tahap pembuatan polder yang lebih besar,” beber Christian.
Selain polder, untuk mengontrol air pihak pengembang juga sudah membuat bendungan di saluran air. Sehingga saat volume air besar bisa dikontrol.
“Jarak tiap bendungan dalam saluran air kami sekitar 25 meter,” tutur Christian.
Christian juga mengklaim, sebenarnya di lokasi yang sama, selain mereka ada pengembang pemukiman lain. Diduga air bercampur lumpur juga ada kaitan dengan aktivitas pengembang pemukiman tersebut.
“Yang pasti kami sudah berusaha maksimal dalam pengolahan air,” pungkas Christian. [] RedFj/SP