KOTABARU – Kalangan Legislator Kotabaru, Kalimantan Selatan, menyesalkan sikap pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menolak rombongan DPRD Kotabaru yang ingin mengkonfirmasi terkait fatwa Mahkamah Agung, tentang status Pulau Larilarian.
“Kami bersama rombongan bermaksud bisa memperoleh informasi dari Kemendagri, karena ada kabar bahwa Kemendagri mengajukan permohonan fatwa MA terkait hak atas Pulau Larilarian,” kata Ketua DPRD Kotabaru, H Alpidri Supian Noor, di Kotabaru, Minggu (22/6).
Dikatakan, dalam putusan MA sudah jelas Pulau Larilarian merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan meski sebelumnya pernah diklaim oleh Sulawesi Barat.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPRD Kotabaru, M Sahlani.
“Kami sangat tidak memahami bagaimana logika pemikiran Kemendagri yang mengajukan fatwa kepada MA. Sampai kapan pun, MA tidak akan memberikan fatwa lain karena dalam putusannya sudah final yakni Pulau Larilarian merupakan bagian dari Kabupaten Kotabaru,” katanya.
Menurut Sahlani, kegigihan Kemendagri diduga adanya intervensi Provinsi Sulawesi Barat yang sebelumnya sempat terlibat sengketa hak atas Pulau Larilarian.
Hal itu terjadi cukup beralasan karena potensi migas di pulau terluar Kabupaten Kotabaru begitu besar dan kini sudah dimulai eksplorasi.
“Sebagai daerah yang memang berhak atas Pulau Larilarian, kami (legislator dan eksekutif Kotabaru) tetap akan memperjuangkan hak atas bagi hasil Migas dari Pulau Larilarian,” ujar Sahlani.
Lebih lanjut ia mengharapkan, sampai kapan pun perjuangan atas hak bagi hasil Migas di Pulau Larilarian harus tetap diperjuangkan, meski sebagian dari anggota legislatif periode 2009-2014 yang saat ini ada tidak lagi duduk di parlemen periode 2014-2019.
“Harapan kami khususnya yang periode depan tidak lagi menjadi legislator, hendaknya rekan-rekan di parlemen ke depan tetap memperjuangkan hak Kotabaru atas bagi hasil Migas di Pulau Larilarian, demi kemakmuran masyarakat Kotabaru,” harap Sahlani.
Diketahui sebelumnya, untuk memperjuangkan hak pendapatan dana bagi hasil dan pendapatan partisipasi dari eksploitasi migas di pulau lari-larian, Blok Sebuku, kalangan dewan Kotabaru kunjungan kerja ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta.
“Kami segenap anggota dan unsur pimpinan dewan Kotabaru sengaja datang dalam rangka konfirmasi sekaligus lobi kepada Kementerian ESDM, kenapa Kotabaru diabaikan begitu saja atas eksplorasi migas di Blok Sebuku yang notabane masih daerah Kotabaru,” tandas H Yayan.
Dijelaskannya, dalam rapat koordinasi bersama Kementerian ESDM yang diwakili Kasubdit Migas, I Gusti Suryana diketahui, dasar kegiatan eksplorasi di Blok Sebuku selama ini pihaknya berpegang pada hasil ukur batas wilayah yang dilakukan bersama pemerintah daerah setempat.
Dalam argumentasinya, lanjut H Yayan, dasar yang digunakan ESDM adalah UU No32 2004, pasal 18 ayat 4 yang intinya menjelaskan, jarak 0-4 mil kewenangan kabupaten terdekat, 4-12 mil kewenangan provinsi, dan di atas 12 mil kewenangan pemerintah pusat.
Sementara itu, seiring dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 tahun 2011, yang menetapkan “Pulau Lereklerekan” masuk wilayah administrasi Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar).
Kemudian atas perjuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel bersama DPRD, Mahkamah Agung (MA) RI berdasarkan keputusan Nomor 1 tahun 2012 membatalkan Permendagri 43/2011. [] RedHP/Ant