Kaltim menuntut pemerintah pusat mengedepankan transparansi dalam persoalan dana bagi hasil atau dana perimbangan kepada daerah. Baik untuk perimbangan minyak ataupun gas bumi. Demikian diungkapkan Anggota Banggar DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi yang pekan lalu baru saja hearing dengan Pansus Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) DPR RI.
Pansus ini tengah merancang pengganti UU 33/2004 yang selama ini jadi acuan merumuskan penerimaan DBH bagi daerah. Dengan UU 33/2004, penerimaan dari migas, setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lain dibagi untuk pusat 84,5 persen, dan 15,5 persen untuk pemerintah daerah. Untuk bagian daerah, 3 persen untuk provinsi, 6 persen untuk daerah penghasil dan 6 persen sisanya dibagi ke kabupaten/kota lain di provinsi.
Untuk gas, pusat dapat 69,5 persen, daerah 30,5 persen (dibagi untuk provinsi 6 persen, 12 persen daerah penghasil, dan sisanya untuk kota/kabupaten lain di provinsi). Menurut Darlis, demi mengoptimalkan DBH, pertemuan dengan pemerintah pusat sudah berulang-ulang, termasuk pertemuan yang dilaksanakan Banggar DPRD Kaltim pada Kamis (19/6) lalu.
Menurut Darlis yang ia sampaikan sangat prinsip.Kaltim menurutnya juga sudah pernah memperjuangkan soal perimbangan keuanganmelalui Judicial Review di Mahkamah Konstitusi, namun belum berhasil. Tetapi perjuangan itu menurut Darlis belum berakhir. Masih banyak pintu yang dapat dilewati termasuk melalui pertemuan saat bersama pansus.
“Oleh karena itu perjuangan kita untuk perimbangan keuangan pusat dan daerah yang saat ini disebut sebagai hubungan keuangan antara pusat dan daerah bukan hanya sekadar persoalan proporsional. Walaupun kita tidak bisa menutup mata ketika persoalan proporsional itu kami yakini kurang, maka timbul rasa ketidakadilan. Itulah yang dirasakan masyarakat Kalimantan Timur selama ini mengenai perimbangan antara pusat dan daerah. Jadi sudah pasti persoalan proporsional tetap kami harapkan menjadi perhatian utama dalam draft Rancangan Undang-Undang ini,” urai Darlis.
Sementara terkait transparansi dalam bagi hasil keuangan oleh pusat, selama ini, sebutnya, Kaltim hanya menerima, tapi tidak pernah mengetahui secara pasti komponen pembagiannya. “Angka riilnya berapa kita tidak pernah mengetahui, berapa total hasil produksi batu bara dari Kaltim. Semuanya hanya asumsi-asumsi saja tanda data riil. Sehingga ketika mendapat royalti kita terkesan pasrah menerima begitu saja. Namun rumus penghitungannya kita tidak pernah tahu?,” tandasnya.
Darlis mengatakan, Kaltim tentu sepakat agar tidak egois mengenai pembagian hasil untuk bersama-sama memperhatikan daerah-daerahlain yang bukan daerah penghasil. “Yang kami inginkan adalah transparansi, jika memang seandainya Kaltim mendapat dua dan seharusnya memang angka dua tersebut yang didapat Kaltim, kami legowo. Kita ingin tahu hasil minyak bumi dan batu bara kita berapa. Selama ini kita tidak pernah bisa tahu. Jika pun ada angka dua juta ton batu bara per bulan, semua hanya asumsi, angka faktualnya tidak pernah ada,” kata Darlis. [] RedFj/BP