Kebijakan Pemprov Kaltim dan Pemkot Balikpapan terkait komitmen tidak menerima retribusi dari sektor reklame rokok sangat didukung sejumlah pihak. Meski pemasukan untuk pendapatan asli daerah (PAD) berkurang, pihaknya tetap menerapkan regulasi larangan reklame berisi iklan rokok.
Langkah ini diambil sebagi tindak lanjut penerapan kawasan sehat tanpa rokok (KSTR) sekaligus mengurangi secara perlahan perokok aktif di Balikpapan dengan membatasi sekaligus menolak pemasangan iklan produk rokok.
Jelas pembatasan iklan rokok ini berdampak besar pada pendapatan atau omzet pelaku usaha billboard. Dengan kepastian pemkot melarang ada iklan, sejumlah pengusaha billbiord pun harus mencari relasi iklan baru di luar rokok guna menutupi keuntungan cukup besar yang hilang.
“Kalau di saya (Rapilo) sekitar 60 sampai 70 persen omzet hilang dari iklan rokok. Tetapi tidak masalah, karena itu kebijakan. Kita akan cari sumber lain untuk pemasang iklan baru,” kata H Arin Tafnida, pemilik Rapilo Advertising.
Arin menjelaskan, perusahaannya sudah mengetahui adanya pembatasan termasuk larangan iklan rokok di Balikpapan. Saat ini, pun bilboard hanya tersisa iklan rokok yang masih terikat kontrak. Selebihnya, dipastikan tidak berlanjut. Begitu masa kontrak habis, iklan akan diturunkan dan tidak diganti dengan iklan rokok lainnya.
“Kalau yang besar sudah tidak ada, hanya iklan yang kecil-kecil saja. Kalau di saya (Rapilo) kontrak iklan rokok sampai awal tahun depan,” beber Arin yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Billboard Balikpapan (APBB) ini.
Bagaimana mengembalikan omzet yang hilang? Ditanya demikian, Arin menyebut besarnya potensi iklan rokok sedikit tertutupi dengan pemasang iklan di bidang properti. “Untung ada pemasang iklan dari properti-properti. Karena saat ini, hampir habis iklan rokok di kita (Rapilo),” bebernya.
Menurut data Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan, jumlah perokok terbesar memang didominasi usia muda. Sebanyak 42 persen perokok di Balikpapan, berkisar 19-30 tahun. Salah satu yang menjadi faktor tingginya jumlah perokok itu, karena daya beli yang tinggi. “Berapa pun harganya (rokok) tetap dibeli. Karena sudah menjadi keperluan,” ujarnya.
Sejatinya, Pemkot Balikpapan telah menerapkan larangan merokok di banyak tempat, yakni di kantor pemerintah dan swasta serta ruangan yang dilengkapi pendingin ruangan. Larangan itu berdasarkan pemberlakuan Kawasan Sehat Tanpa Asap Rokok (KSTR), yang tertuang dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 24 Tahun 2012. Aturan itu, juga bagian dari upaya pemkot menjadikan Balikpapan sebagai kota bebas rokok. [] RedFj/BP