NUNUKAN – Kurikulum berbasis penguatan penalaran atau dikenal dengan sebutan Kurikulum 2013 sepertinya membongkar borok Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Nunukan. Bagaimana tidak, sejumlah guru di daerah itu mengaku kesulitan menerapkan kurikulum baru itu. Sejumlah aktivis mahasiswa menilai, itu tanggung jawab Disdik.Dian, guru Bahasa Indonesia di SMA 1 Nunukan Selatan mengaku kesulitan menerapkan materi pelajaran sesuai Kurikulum 2013. Ia mengatakan, Kurikulum 2013 ini berbeda dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang lebih rapi dan sudah lama digunakan. “Kalau yang baru ini, dalam Bahasa Indonesia kelas X ada sistem peredaran darah. Jadi kalau kami gurunya saja, bagaimana menjelaskannya? Jadi kalau tanpa persiapan sepertinya tidak bisa mengajarnya,” ujarnya.
Ia mengatakan, peredaran darah sebenarnya pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang masuk dalam wacana Bahasa Indonesia. “Ada karbon. Ada lagi nanti semester berikutnya tata cara menggunakan ATM. Tata cara membuat PIN. Jadi sebenarnya aplikatif dikehidupan sehari-hari. Cuma kalau di diumum-umum begitu kita tahu yah. Tetapi kalau kayak sistem peredaran darah, rantai karbon, seperti apa?” Katanya.
Pelajaran Bahasa Indonesia yang terintegrasi dengan sains tentu akan membuat guru kesulitan menjelaskannya di depan siswa, jika ia tidak belajar sains. Di dalam buku ajar memang diberikan petunjuk. Misalnya saja pada Bab 1 mengenalkan laporan kepada siswa. Mereka dikondisikan untuk membuat laporan. Persoalan menjadi rumit jika laporan dimaksud juga memuat materi IPA.
“Kita tidak mungkin menjelaskan yang kira-kira teknis pemuatan laporan, tetapi bacaannya jika kita tidak menjelaskan juga tidak bisa. Jadi rumitnya di situ. Saya sampai pikir kayaknya saya ketinggalan zaman,” ujarnya.
Ia ingin sharing dengan guru mata pelajaran IPA yang kebetulan mengajarkan mengenai peredaran darah. “Itu nanti adanya dikelas XI. Jadi kalau tidak sharing jadi tidak nyambung mungkin. Mereka bikinnya itu disinkronkan kali yah. Bahasa Indonesia belajar sistem peredaran darah, seharusnya Biologi pada saat itu juga belajar hal yang sama begitu,” ujarnya.
Dian mengaku untuk pelaksanaan Kurikulum 2013 ia tetap mengikuti langkah-langkah yang sudah ditetapkan, namun dengan meraba-raba. “Betul ndak yah? Kalau mau masuk tanya dulu. Pak ini apa maksudnya? Ada bukunya kalau Bahasa Indonesia tetapi pelajaran lain belum ada,” ujarnya.
Suparmuji, guru Biologi di sekolah itu mengatakan, dalam Kurikulum 2013 ada Biologi peminatan dan untuk Jurusan IPS, ada Biologi minat. “Jadi anak-anak yang minat dengan Biologi diharapkan untuk mengambil Biologi. Permasalahannya ini materi. Batasan-batasan materi yang diajarkan, karena tidak mungkin pelajaran Biologi yang dipenjurusan diajarkan di IPS yang yang peminatan. Karena kemampuan mereka di IPS,” ujarnya.
Menurutnya, tidak ada rambu-rambu mengenai materi yang harus diajarkan kepada siswa yang berminat pada mata pelajaran dimaksud. “Apa yang harus kita ajarkan? Apakah sama dengan jurusan, apa beda lagi? Itu yang tidak terdapat dalam acuan Kurikulum 2013 itu. Nah yang itu kita masih bingung,” ujarnya.
Ia berpendapat Kurikulum 2013 diharapkan bisa diaplikasikan para siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Akhirnya, “Yang dituntut menjadi guru superior. Guru yang serba tahu. Padahal kita punya keterbatasan -keterbatasan tertentu. Tidak mungkin kita bisa hafal atau tahu semua dibidang pelajaran,” ujarnya.
Ia berharap, mata pelajarann dimaksud bisa disinkronkan. “Ketika Biologi yng diajarkan, biar guru Biologi yang menilai. Ketika metodelogi penulisannya, bisa guru Bahasa Indonesia. Tetapi yang jadi masalah ketika materinya tidak sama kelasnya. Satu dikelas satu, satuya di kelas dia. Ini yang tidak sinkron,” ujarnya.
Di sisi lainnya ia menilai Kurikulum 2013 kurang mengakomodir kemampuan para guru di kawasan pedalaman terpencil. Untuk melaksanakan Kurikulum 2013 sangat sulit dengan sarana dan prasarana yang belum lengkap. Ia mencontohkan, SMA 1 Nunukan Selatan telah memiliki laboratorium, namun kelengkapannya sangat kurang. Apalagi untuk daerah-daerah di kawasan pedalaman terpencil.
“Buku penunjang belum ada. Saya belum pernah mengikuti pelatihan Kurikulum 2013. Dan kita berharap pelatihan-pelatihan supaya kita di lapangan enak melaksanakannya. Bagaimana arahnya, tujuan kurikulum 2013 ini supaya kita bisa tahu, bisa tercapai dengan baik,” ujarnya.
Sementara salah seorang aktivis mahasiswa asal Nunukan, M Didi Febriyandi menilai kekurang pahaman para guru menerapkan kurikulum 2013, tidak lain karena kinerja Disdik setempat. Karena itu ia meminta Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan Zainuddin Palantara bertanggungjawab terhadap persoalan yang dihadapi para guru tersebut.
“Kepala Dinas Pendidikan harus secepat mungkin menyelesaikan persoalan ini, yang menurut saya adalah persoalan urgen. Dinas Pendidikan harus berperan aktif memerhatikan hal tersebut,” ujarnya melalui siaran pers.
Sebelumnya sejumlah guru SMA 1 Nunukan Selatan mengaku kesulitan menerapkan Kurikulum 2013. Selain belum mendapatkan pelatihan, buku materi pelajaran untuk mengajar juga belum tersedia.
Didi mengatakan, belum digelarnya pelatihan termasuk belum tersedianya buku tentu akan berdampak sistematis negatif terhadap guru maupun siswa.
“Kalau guru di Nunukan bingung menjalankan kurikulum yang baru, ini sesuatu hal wajar. Karena belum ada sosialisasi formal tentang Kurikulum 2013 atau pelatihan guru. Repotnya tiba-tiba langsung dilaksanakan,” ujarnya.
Ia berpendapat, tujuan perubahan kurikulum salah satunya adalah meningkatkan mutu pendidikan anak didik. Baginya, perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 sangat disayangkan, karena tidak lebih sekedar eksperimen pendidikan. Hal ini lebih cenderung memperioritaskan pembangunan fisik bukan pada anggaran pos kapasitas guru yang digenjot.
“Ini tidak berimbang,” ujarnya.
Kurikulum 2013 yang menggabungkan beberapa mata pelajaran ditingkatan SD, justru merupakan tindakan Pemerintah yang tergesa-tergesa mengganti kurikulum.
“Dalam pendidikan ada beberapa hal yang harus dipenuhi dan diperhatikan. Pertama penilaian kognitif, kedua afektif dan ketiga psikomotorik. Serta jenis peranan kurikulum konservatif, kritis, dan evaluatif kreatif. Ini akan sangat membantu peserta didik dan akan siap terampil dalam segala bidang,” ujarnya. [] TKT