SAMARINDA – Proyek Flyover (jalan layang) Simpang Air Hitam — menghubungkan Jalan Juanda-AW Sjahranie — prosesnya baru 2 persen. Baru mulai, defisit anggaran sudah menghampiri. Salah satunya duit untuk pembebasan lahan. Sinyal kekurangan anggaran itu dilontarkan Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Samarinda Ismansyah.
Diketahui, Bagian Perkotaan Setkot Samarinda telah menganggarkan pembebasan lahan Flyover Simpang Air Hitam di Segmen Jalan Juanda Rp 20 miliar. Mengacu harga pasar, kucuran rupiah yang telah digelontorkan itu kemungkinan mengalami defisit.
“Mungkin terjadi kekurangan. Kami mengikuti harga pasar di kisaran Rp 10 juta per meter persegi-nya,” tuturnya. Mengacu harga pasar, diperkirakan per meter persegi berkisar Rp 10 juta, dikali luas lahan 3.200 meter persegi — 4.400 meter persegi seperti diberitakan sebelumnya — maka uang yang mesti disiapkan Rp 32 miliar atau jatah saat ini kurang Rp 12 miliar.
“Misalnya memang kurang, kami akan menganggarkannya di APBD murni (2015) nanti. Kalau sekarang kami enggak bisa. Yang penting terjadi kesepakatan dulu sambil kerja, pembebasan dilakukan. Kekurangannya kami bayar tahun depan,” jelasnya.
Namun begitu, ia berharap tim tetap bekerja dengan memaksimalkan anggaran agar terserap maksimal. Juga, bukan menjadi hambatan pembangunan flyover menjadi terhambat. Nantinya pembayaran terbagi dalam dua tahap. “Yang penting terjadi kesepakatan harga dan kesepakatan untuk dibayar dua tahap. Jadi kami bisa garap,” harapnya.
Terpisah, Kepala Bagian Perkotaan, Setkot Samarinda, Syamsul Komari, mengatakan anggaran Rp 20 miliar yang disiapkan tidak terlepas dari hitungan sebelumnya yaitu harga per meter persegi-nya adalah Rp 5 juta. Sehingga dikali dengan ukuran sebelum mengalami revisi yaitu 4.400 meter persegi maka berada di kisaran Rp 20 miliar. Mengantisipasi adanya kemungkinan defisit anggaran, menurutnya pembayaran akan diutamakan kepada lahan milik warga terlebih dulu.
“Tidak semua lahan yang dihitung milik warga. Ada juga lahan pemerintah. Kalau pemerintah kami tidak akan bayar, masa jeruk makan jeruk. Lahan swasta kami juga sudah lakukan koordinasi. Tetapi kami utamakan lahan warga dulu,” jelasnya. Bagi yang belum dibayar, ia memastikan pembayaran paling lambat Maret tahun depan.
Kasubag Administrasi, Bagian Perkotaan Yusdiansyah menambahkan, melihat kontur dan posisi, harga tanah tidak bisa disamaratakan Rp 10 juta. Ada juga yang berkisar Rp 8 juta ke bawah. Dari luas lahan 3.200 meter persegi yang terkena dampak pembangunan, berdasarkan verifikasi terbaru, lahan milik pemerintah sekira 800 meter persegi, sisanya adalah milik swasta.[] KP