Lelang kegiatan yang molor memalukan Kukar. Dengan anggaran pendapatan yang ada saja Pemkab Kukar tak bisa mengelola dengan baik. Apa lagi ditambah, silpanya bakal makin membengkak. Korupsinya juga bisa makin menjadi. Bagaimana bisa mempertanggungjawabkan revisi dana perimbangan?
KUTAI KARTANEGARA – Ditopang dengan pendapatan yang besar, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim) sepertinya memang selalu kesulitan merealisasikan rencana belanjanya. Hal tersebut terbukti dengan lelang kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang molor.
Molornya sejumlah lelang di Kukar memang terjadi tiap tahun, hal tersebut mengakibatkan realisasi pekerjaan juga molor, bahkan melampaui tahun anggaran sehingga berujung timbulnya kemungkinan tindak pidana korupsi.
Sekarang ini, Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Kukar ada dua, yang satu dipimpin Pakhrudin yang juga Kepala Bagian Perlengkapan. ULP 1 berada di bawah naungan Sekretariat Kabupaten (Sekkab) Kukar. Sejak tahun 2015, satu ULP lagi mulai beroperasi. ULP 2 disebutnya, dipimpin Rasyid Ridho. ULP 2 sendiri di bawah naungan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kukar.
Munculnya ULP 2 disebut-sebut berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Kukar yang tak lain untuk mendukung realisasi lelang proyek di Kukar yang tiap tahun selalu molor. Di antara tujuan berdirinya ULP 2 disinyalir juga untuk membantu ULP 1 yang selalu keteteran. Lantas apakah tahun ini ULP 1 sudah bekerja nyaman dan melansir banyak lelang kegiatan? Ternyata tidak.
Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) 1 Pakhrudin mengatakan, proses pelelangan telat lantaran sejumlah SKPD lambat melansir paket. Jumlah SDM pokja tak sebanding dengan paket yang masuk. Sementara lelang harus dilaksanakan dengan segera. “Lelang bisa cepat tergantung dari SKPD. Sebab yang punya kegiatan SKPD. ULP hanya memfasilitasi lelang,” jelas Pakhrudin.
Ia mengatakan, pokja di ULP 1 menunggu paket yang dilansir SKPD. Sehingga tak ada paket yang tertinggal. Terlebih panitia lebih banyak menunggu. Setiap sekali lelang minimal 8 paket. Paket yang kurang dari delapan pasti ada pokja yang menganggur. “Pokja kami ada delapan. Itu yang terjadi selama ini,” terangnya.
Pakhrudin menegaskan, jika SKPD lambat melansir, maka ULP lambat melakukan aktifitas. Padahal instansinya sudah siap sejak Januari lalu. Lelang lambat mengakibatkan penyerapan anggaran lambat. “Semoga waktu yang berjalan cepat seiring dengan cepatnya SKPD melansir paket yang ingin dilelang,” ucapnya.
Ia menuturkan, ULP tak punya kewenangan untuk memerintah atau memaksa SKPD untuk bergerak cepat. Sebab pengguna jasa itu adalah SKPD. “Jika ingin cepat gunakan barang ya secepatnya juga melelang di ULP,” tegas Pakhrudin.
Kata dia, ULP sudah berupaya menjemput bola dengan menyurat ke SKPD sejak Januari silam. Ia mengatakan sampai saat ini tak ada paket yang tak dilelang. Ternyata, hanya mampu menerima 20 paket dari SKPD. “10 di antaranya di sekretariat kantor bupati. 10 lainnya dari luar sekretariat,” ucapnya.
Diwartakan, ULP I Kukar sudah melelang 20 paket proyek. Dari 20 paket itu, sudah ada 15 pemenang. Proyek dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kukar bernilai paling besar, yakni Rp 3 miliar.
ULP 1 hanya memiliki kewenangan melelang pengadaan barang dan jasa, misalnya konsumsi, servis, pelayanan, dan sejenisnya. “Belanja barang misalnya komputer, mebel, dan pengadaan rumah. Itu yang sudah kami laksanakan,” terang Pakhrudin kepada wartawan.
Ada juga paket pengadaan Dispora Kukar untuk mengapresiasi atlet berprestasi di Kukar. Yakni pembangunan lima unit rumah untuk atlet peraih medali emas di Sea Games lalu. Rumah ditentukan Dispora. Disesuaikan dengan kemampuan belanja yakni Rp 350 juta per unit. Teknis penetapan lokasi dan kondisi rumah merupakan wewenang Dispora.
Sementara bagaimana dengan ULP 2? Rasyid Ridha nyatanya sangat sulit ditemui media ini. Nomor handponenya ketika dihubungi selalu tak diangkat. ULP 2 sendiri diketahui sudah banyak melaksanakan lelang, khususnya dari DBMSDA Kukar. Di antaranya adalah kegiatan Peningkatan Jalan Pesut dengan pagu Rp 50 miliar.
TAK PANTAS
Soal fenomena molornya lelang banyak kegiatan di lingkungan Pemkab Kukar, membuat sejumlah aktivis kebijakan publik dan anti korupsi di Kukar berang. Pasalnya, praktik molornya lelang sangat bertentangan dengan aksi bersama agar Pemkab Kukar mendapatkan jatah lebih dari dana perimbangan antara pusat dan daerah.
Seperti disuarakan Fatahudin, Direktur Investigator dan Tim Transparansi Publik (INTRIK) Kukar. Menurut Fatahudin, molornya lelang di Kukar sangat mencederai semangat untuk mendapatkan otonomi khusus dan semangat untuk mendapatkan jatah lebih dari perimbangan antara pusat dan daerah.
“Kalau mengelola anggaran yang ada saja kita tidak becus, buat apa minta tambah anggaran? Ini juga jadi pertimbangan pusat. Ini sangat memalukan,” kata Fatahudin.
Selama ini, kata dia, Pemkab Kukar mendapatkan dana alokasi umum dan khusus yang totalnya tidak sedikit. Tahun 2015 saja, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 162 Tahun 2014, Kukar mendapat jatah senilai Rp 5,8 triliun. Dan hal tersebut menjadikan pengesahan Rancangan Peraturan Daerha (Raperda) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kukar pada November 2014 lalu disahkan dengan nilai Rp 7 triliun.
“Kita ini minta tambah lebih anggaran, tapi mengelolanya tidak bisa. Lantas bisa membuat manfaat apa untuk masyarakat kebanyakan? Kalau sudah begini, yang diuntungkan paling hanya segelintir orang,” tandas Fatahudin.
Soal kerja yang lambat di SKPD, seperti disebut Pakhrudin, Kepala ULP 1, Fatahudin sangat menyayangkan. Karena setiap kegiatan kegiatan yang dianggarkan selalu mencantumkan item untuk honor. “Jadi setiap kegiatan itu selalu ada honornya. Sudah digaji, pegawai di Kukar ini mendapatkan tambahan honor kalau mengelola kegiatan. Begitu pun masih telat juga direalisasikan. Ini sungguh aneh,” ungkap Fatahudin.
Untuk itu ia mendesak agar Bupati Rita Widyasari menginstruksikan agar staf-stafnya di SKPD dapat bekerja cepat. “Bunyi urang (kata orang, red), jangan cuma makan gaji buta. Gaji dan honor besar, tapi kerja nol besar. Bupati harus turun tangan. Kalau Bupatinya cerdas, jenius tapi bawahannya letoy, ya sama saja bohong,” tandas Fatahudin.
Menurut Fatahudin, fenomena molornya lelang kegiatan di Kukar juga bertolak belakang dengan prestasi yang diperoleh Bupati Rita Widyasari yang mendapat penghargaan sebagai yang terbaik pertama di Indonesia. “Bayangkan, Rita Widyasari yang terbaik di Indonesia, tetapi mengelola anggaran yang ada saja tidak bisa. Kan bertolak belakang. Ini memalukan,” kata Fatahudin. [] KP/RedHP