BALIKPAPAN – Meskipun saat ini bisnis batu bara di level dunia tengah mengalami kelesuan dengan indikasi merosotnya harga jual batu bara alias emas hitam, tapi PT Kideco Jaya Agung (KJA) terus memperlihatkan prestasinya.
Sejak tahun 2015 ini, produksi batu bara justru meningkat dari tahun sebelumnya, meski bisnis batu bara tengah lesu. Dari yang sebelumnya 40 juta metric ton, angka produksi batu bara perusahaan tambang di Paser, Kalimantan Timur (Kaltim) ini mencapai 41 juta metric ton.
“Bahkan hingga tahun 2019 mendatang, target produksi kita sampai 55 juta metric ton,” kata Siswoko, General Manager Internal, KJA kepada awak media, di sela-sela buka acara bersama bersama wartawan, di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim).
Untuk peningkatan produksi tersebut, lanjut Siswoko, pihak KJA kini tengah menyelesaikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) operasional tambangnya di atas lahan sekitar 7 ribu hektare.
“Saat ini yang telah eksploitasi yaitu, sekitar 25 ribu hektare dengan harapan ini nantinya akan menaikkan peningkatan produksi bisa mencapai 55 juta MT per tahun,” kata Siswoko.
Ketika ditanya tentang kesiapan KJA untuk penjalankan Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 17 Tahun 2015 tentang kewajiban perusahaan tambang di Kaltim untuk membangun power plant atau pembangkit listrik per Mei 2015 ini, Siswoko menegaskan bahwa pihak KJA sangat siap.
Meski begitu, Siswoko mengingatkan, bahwa perusahaan tambang ini hanya memiliki izin tambang. Selain itu, untuk membangun pembangkit listrik, perusahaan harus melihat kapasitas dan teknisnya. “Tentu nanti pemegang saham akan melakukan diskusi. Pada tahun 2009 Kideco pernah mengajukan permohanan pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 2X7 mega watt, tetapi bukan untuk konsumsi publik melainkan untuk kebutuhan internal perusahaan,” papar Siswoko.
Sebagai informasi tambahan dari Siswoko, akibat dari anjloknya harga batubara mengakibatkan penurunan pendapatan dan berdampak terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Dimana tahun sebelumnya Rp 58 miliar, tahun ini turun jadi Rp 55 miliar. [] Irwanto Sianturi