PONTIANAK – Dua warga asing asal Cina dan Malaysia diduga menjadi otak perusakan kawasan Cagar Alam Mandor, di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat (Kalbar). Dua orang tersebut kini telah ditahan bersama sejumlah tersangka lainnya.
Penangkapan dua warga negara asing (WNA) ini tak lain adalah hasil pengembangan kasus perusakan kawasan cagar alam Mandor yang terungkap Juni lalu. “Kedua WNA itu ditahan karena mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan cagar alam Mandor, yakni berupa pembuatan jalan, dermaga dan membuat pondok,” kata Kepala BKSDA Provinsi Kalbar Sustyo Iriyono di Pontianak, Selasa (14/7).
Ia menjelaskan, kini kedua WNA tersebut ditahan di Rumah Tahan Kelas IA Pontianak sambil menunggu proses hukum selanjutnya Panahanan terhadap kedua WNA tersebut merupakan pengembangan kasus hasil operasi gabungan pengamanan dan perlindungan cagar alam Mandor, yakni tim gabungan dari SPORC Brigade Bekantan bersama Brimob Polda Kalbar, katanya.
“Atas operasi gabungan itu, kami menahan empat tersangka, dua warga negara Indonesia, berinisial IB dan SA, kemudian KW warga negara Malaysia, dan ZX warga negara RRT. Sebenarnya sebelum dilakukan penangkapan terhadap keempat tersangka itu, mereka sudah kami peringatkan agar tidak melakukan aktivitas apapaun di kawasan cagar alam Mandor, tetapi tetap mereka lanjutkan,” ungkap Sustyo.
Karena keempat tersangka tersebut tidak beritikad baik, setelah dilakukan pemanggilan pertama, maka tersangka KW dijemput paksa disebuah hotel di Pontianak. “Berdasarkan pengembangan, maka diketahui ZX adalah pimpinan mereka, sehingga langsung diciduk juga di sebuah hotel di Pontianak,” katanya.
Menurut Kepala BKSDA Provinsi Kalbar kasus tersebut, terungkap berawal dari laporan masyarakat di Kecamatan Mandor yang menemukan adanya pembukaan jalan ilegal di kawasan cagar alam Mandor, yang dilakukan oleh perusahaan PT Orily Resources Indonesia tempat keempat tersangka itu bekerja.
“Terkait pembukaan jalan itu juga sempat diusulkan oleh perwakilan masyarakat Dusun Kopyang, Kecamatan Mandor dan PT ORI, tetapi ditolak karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Rupanya pihak PT ORI tetap bertekat membuat jalan tersebut, sehingga diamankanlah keempat tersangka itu,” katanya.
Dia beharap dengan diamankannya keempat tersangka itu, maka dapat mengungkap siapa-siapa saja yang ikut terlibat dalam kasus ini. Keempat tersangka itu, melanggar pasal 19 ayat 1 Jo pasal 40 ayat 1 UUN No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Jo pasal 55 Kitab UU Hukum Pidana, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun, dan denda paling banyak Rp200 juta, kata Sustyo. [] ANT
Lingkungan alam Kalbar harus tetap dijaga dan dilestarikan. Jangan sampai hanya karena urusan perut tidak memperhatikan kelestarian lingkungan terlebih hutan.
Di Kabupaten Ketapang pun penjarahan hutan semakin ‘menggila’ membabat hingga hutan adat dan hutan konservasi.
Hutan merupakan aset paling berharga di Kalbar, karena menunjang hampir seluruh penduduk pedalaman. Jangan biarkan hutan hilang dan menyengsarakan kehidupan generasi mendatang.
Selamatkan hutan Kalimantan Barat!