SAMBAS -Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak yang akan dilaksanakan bulan Desember 2015 memberikan pandangan tersendiri bagi banyak pihak. Untuk Kalimantan Barat (Kalbar) ada 7 kabupaten yang akan melaksanakan yakni Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, Sekadau, Ketapang, Bengkayang dan Kabupaten Sambas.
Khusus untuk Sambas, terdapat tiga pasang yang siap untuk maju yakni incumbent Hj Juliarti berpasangan dengan H Hasanusi yang berasal dari birokrat (asisten III) yang dulu merupakan rivalnya dalam Pilkada tahun 2011. Dimana pada Pilkada terdahulu H Hasanusi pernah mau digandeng Hj Juliarti untuk berpasangan, namun ditolak dengan tegas dan lebih memilih H Prabasa Anantatur sebagai pasangannya dan Hj Juliarti memilih pasangan dengan Dr Pabali Musa, seorang akademisi dan unggul untuk memimpin Kabupaten Sambas lima tahun kemudian (2011 – 2016).
Dari beberapa harapan masyarakat Sambas khususnya para angkatan muda, untuk Pilkada Sambas serentak tahun 2015 ini berharap ada perubahan secara fundamental, seperti pelayanan birokrat, ekonomi kerakyatan, pendidikan dan infrastruktur dasar.
Dasar-dasar dari tuntutan perubahan tersebut sangat beralasan, hasil evaluasi pembangunan ternyata Kabupaten Sambas masih unggul berpredikat indeks pembangunan manusia (IPM) terendah dari Kabupaten Kota yang ada di Kalimantan Barat, padahal jika melihat dari semangat budaya masyarakat dari masa lampau selalu berorientasi terhadap pendidikan dan kesehatan yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari baik di Sambas, maupun di luar daerah.
Sambas, begitu juga dengan sosial ekonomi, belum memberikan perkembangan yang siginifikan hal ini dapat dilihat masih tingginya angka pengangguran sehingga tidak heran apabila Sambas merupakan pengekspor terbanyak dalam pencari tenaga kerja ke luar negeri khususnya Malaysia dan Brunei. Untuk infrastuktur, bukan rahasia umum lagi yang hampir semua akses poros kecamatan dan desa belum tertata dengan baik sehingga berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat dalam mengakses hasil produksi masyarakat desa.
Mengenai pelayanan pemerintah, juga menjadi sorotan masyarakat, sebab usulan pembangunan yang disuarakan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selalu dimulai dari tingkat terendah, desa dan kelurahan, tetapi sampai ke level kecamatan atau kabupaten, usulan tersebut menghilang. Usulan tak pernah kesampaian.
Dari dasar itu membangkitkan semangat kaum muda untuk ikut terlibat bertarung di Pilkada dan melawan incumbent, seperti H Satono (birokrat dan mantan tim sukses), Mursalin (aktivis/jurnalis), Mariadi (aktivis/legislator dan fungsionaris PAN), Mas’ud Sulaiman (Golkar/mantan Ketua DPRD Sambas), H Sukari (pensiunan PNS) juga selalu ngotot untuk maju dengan semangat perubahan.
Dari beberapa informasi yang mereka sampaikan, semangat untuk maju tersebut adalah ingin melakukan perubahan secara total pola pembangunan kabupaten sambas agar lebih maju dan berkembang sebagaimana daerah-daerah lainnya di Indonesia sebab di era sekarang persaingan tidak hanya terjadi pada level dunia tetapi juga pada level daerah.
Pilkada sebagai proses demokratisasi, tidak terlepas dari peranan partai-partai politik sebagai salah satu sarana untuk mengantar kesana selain jalur independen. Lobi politik terus berkembang dengan cepat yang pada akhirnya kaum muda satu persatu gugur sebagai peserta Pilkada yang akhirnya hanya terdapat tiga pasang yakni incumbent Hj Juliarti – H Hasanusi, H Uthbah (agamis) berpasangan dengan Hj Hairiah (aktivis perempuan dan mantap anggota DPD RI) dan H Tony Kurniadi (aktivis dan mantan anggota DPRD Kalbar) berpasangan dengan H Eka (aktivis perempuan) dari jalu independen.
Melihat pasangan-pasangan yang tampil dari Pilkada Sambas tersebut, banyak yang merasa pesimis akan terjadinya perubahan sebab pasangan incumben cukup kuat untuk dikalahkan dalam Pilkada serentak tersebut dan ini tidak akan membawa perubahan dengan alasan pasangan incumben masih dari status quo birokrat. Bahkan ada isu yang mengatakan bahwa lawan-lawan incumben hanya sebagai bahan-bahan permainan saja sebagai syarat administrasi Pilkada agar tidak terjadi satu pasangan saja seperti yang terjadi di beberapa daerah di Jawa Timur. [] Rachmat Effendi