PONTIANAK-Dalam sejarah Bumi Raya Utama Group tidak terlepas akan nama besar Adijanto Priosoetanto (Tan Lim Hian) niscaya bukan nama asing dikalangan pelaku usaha, Bumi Raya Utama adalah salah satu group yang memperoleh konsesi pengelolaan hutan terbesar di era orde baru. Kayu dan perdagangan hasil bumi lainnya memang menjadi fokus bisnisnya yang mulai usahanya sejak tahun 1960 an di Pontianak Kalimantan Barat.
Konglomerasi di tanah air yang berekspansi ke Asia Tenggara dimulai dari membuka kantor di Singapura, lalu Malaysia dan sampai akhirnya ke Hongkong. Menjelang tahun 1980 an generasi kedua mulai mengambil alih diantaranya Swandono Adijanto dan Pandjijono Adijanto juga saudara kandung lainnya yaitu Suparno Adijanto, Pintarso Adijanto, Winoto Adijanto, Muriati Adijanto serta Mariana Adijanto.
Dengan masuknya generasi ini mainannya bukan lagi kayu dan hasil bumi melainkan sudah merambah ke bahan kimia, bahan bangunan, pupuk, logistik dan pelayaran, maskapai penerbangan, keuangan produk manufaktur serta anggur terakhir sawit dan batubara. Selain menjadi pionir ekspansi ke kawasan bisnis, keluarga Adijanto juga menguasai tanah-tanah masyarakat dengan memakai cara halus sampai dengan kasar bersama kroni-kroninya, baik itu oknum penegak hukum, oknum pertanahan dan oknum pemerintahan daerah untuk mencaplok tanah-tanah rakyat awam yang lemah dengan bermodalkan dana hasil menguras rampokan hasil bumi Kalimantan mengkoordinir oknum pejabat dan aparat sehingga hampir menguasai sebagian besar tanah-tanah di Kalimantan Barat.
Koreksi sejarah kerajaan bisnis keluarga Adijanto yang menggurita pada orde baru, akhirnya berantakan pada tahun 1997-1998. Hantaman krisis moneter, diiringi jatuhnya Rezim Soeharto turut mengoreksi kejayaan bisnis keluarga tersebut. Untuk menutupi utang akibat krisis itu, sejumlah asetnya pun dijual. Salah satu unit bisnisnya BANK BUMI RAYA UTAMA termasuk bank yang dalam LIKUIDASI yang harus ditalangi pemerintah, utang yang ditanggung bank tersebut atas nama Suparno Adijanto. Konflik mulai pecah antara generasi kedua keluarga Adijanto dan pamannya sendiri Soenaryo.
Sebelum meroketnya harga minyak sawit dan batu bara keluarga ini mulai membangun kebun sawitnya mendiversifikasi bisnis Inti Kurnia Kapuas dari semula hanya lem kayu ke Batu Bara. Perlu ditambahkan banyak pemilik konsesi hutan di Indonesia yang bisa dengan cepat mengubah bisnis intinya dari kayu ke sawit atau ke Batu Bara. Penjelasannya bahwa hutan yang dikuasai setelah kayunya habis ditebang tersimpan cadangan Tambang Batu Bara. Diversifikasi Kurnia Kapuas perubahan namanya menjadi PT. RECOURSE ALAM INDONESIA Tbk empat tahun berikutnya pada sekitar tahun 2010 setelah perubahan nama dan penggabungan Group Bumi Raya Utama dan Resource Alam menjadi GROUP RAIN.
Sehubungan dengan hal itu, Sentot Subarjo selaku kuasa pengurus ahli waris Almr. Hj.Mastoerah Binti Gusti Jounus menegaskan, dengan menggandeng perusahaan Ritel Nasional Raksasa Transmart Carrefour PT.BRU Group menggelar penancapan tiang pertama bangunan untuk ritel dan wahana diatas tanah yang masih dalam proses hukum sengketa pada tingkat Mahkamah Agung R.I. Hasil rampokan terorganisir oknum pejabat dan aparat dengan modal Sertifikat tanah yang diragukan keabsahannya sangat jelas, dikarenakan sertifikat-sertifikat hak milik di atas tanah tersebut cacad administrasi baik itu cacad data fisiknya maupun data yuridisnya serta tanda tangan pemilik dan tanda tangan pejabat yang menandatangani Sertifikat tersebut PALSU terbukti Cacad Administrasi dan Cacad Hukum Sampai dengan saat ini pembangunan berjalan tanpa proses prosedur yang sudah diatur dengan perundang-undangannya melanggar peraturan, seperti izin Analis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang semestinya Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kubu Raya yang berkompeten mengeluarkan serta Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (BPMPT) setelah Dinas Cipta Karya merekomendasikan.
“Memang berkasnya sudah masuk namun belum dibahas oleh tim dari BLH Kubu Raya,’’kata Nurpati, Kasi Penataan Lingkungan, dikonfirmasi beritaborneo.com, belum lama ini.
“Namun pembangunannya sampai dengan saat ini masih berjalan seolah-olah tidak ada masalah dalam pengerjaannya, penegak Hukum Masih tertidur rupanya,’’kata Sentot Subarjo dengan nada kesal.
Lahan seluas ±. 26 Hektar yang terletak di jalan Mayor Alianyang MAKODAM XII TPR, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat kepemilikan sah Ahli Waris Hj. Mastoerah binti Goesti Joenus beserta para penggarap sampai saat ini dikuasai dan tidak pernah ditelantarkan dicaplok dengan memakai kekuatan oknum aparat dan oknum pejabat. Yang dengan kekuatan modal besar Pengusaha Hitam Mafia Tanah ini membodohi para pejabat dan aparat, sehingga dengan bermodalkan Sertifikat Tanah bodong menguasai tanah yang bukan miliknya.
Semut diseberang sungai terlihat sedangkan gajah dipelupuk mata tak kelihatan, bagaimana mungkin pembangunan TRANSMART dan TRANS STUDIO MINI di Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat bisa dilakukan tanpa surat-surat izin pembangunannya dan bagaimana mungkin untuk pengurusan izin tersebut dilakukan dengan dasar bukti sertifikat palsu.
Bukan rahasia lagi untuk masyarakat Kalimantan Barat khususnya sangat mengetahui bahwa PT. Bumi Raya Utama Group kebal Hukum dikarenakan tanah dan bangunan kantor-kantor penegak hukum dan kantor yang mempunyai kewenangan yang strategis adalah sumbangan atau hibah dari perusahaan tersebut, melakukan manipulasi laporan ke kantor Jamsostek yang berefek merugikan para buruh serta setoran untuk negara sejak tahun 60 an sudah bertindak MAFIA, berupa menguasai tanah melalui sejumlah nama orang lain di sepanjang jalan A Yani (lantaran tahu dari para kaki tangannya yang bercokol di DPRD maupun Eksekutif yang membocorkan masterplan di jalan protokol itu akan dibangun Kantor Gurbenur), penggundulan Hutan Kalimantan, Kasus BLBI sampai bisnis sejata api rakitan ilegal yang di bongkar POLDA KALBAR sewaktu pasca kerusuhan etnis Dayak-Madura. Senjata api ilegal itu dirakit di bengkel bubut PT. BRU Group. Dalam hal ini terjadilah POLITIK BALAS BUDI membuat OWNER/pemilik terkesan kebal hukum karena tidak satu kasuspun yang terangkat, sehingga dengan cara-cara keji dan kotor dengan mudahnya merampas, mencaplok tanah-tanah masyarakat awam yang tidak mempunyai daya dan upaya untuk melawan.
Lebih menyakitkan hati rakyat dimana hasil kekayaan yang didapat dari membalak kayu hutan Kalimantan, menguras hasil perut bumi Kalimantan mengeruk uang negara dengan jumlah dana Triliunan rupiah melarikan diri ke Sanghai untuk pembangunan pabrik perkayuan terbesar di dunia. Baik itu pembangunan berupa bangunan Tower -Tower besar di RRC, Singapura dan Malaysia lalu apa yang perusahaan hitam ini telah lakukan dengan harta rampokannya yang di dapat dari Negara Indonesia ini.
“Dimana Penegak Hukum, Kenapa kita tidak pernah sadar,’’ujar Sentot Subarjo dengan nada tanya.
Pada hakekatnya bukan kami selaku kuasa pengurus, beserta penggarap, ahli waris dan simpatisan dalam hal ini tidak mampu untuk menguasai kembali tanah dan menghentikan secara paksa pembangunan yang sedang berjalan tersebut dengan cara-cara kasar.
Kami menyadari dan sangat menghormati peraturan perundang-undangan dan masih percaya bahwa hukum di Indonesia ini masih bisa kami andalkan dalam menegakkan keadilan untuk melindungi seluruh rakyatnya. Buktinya Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Perkara Pidana dengan Nomor Reg. 607 K/PID/2016 yang di Putus tanggal 14 Juli 2016 kepada saya selaku Kuasa Pengurusan dengan tuduhan memasuki pekarangan tanpa izin orang yang berhak atas laporan Saudara SWANDONO ADIJANTO ke Polda Kalbar tanpa bisa menunjukkan barang bukti berupa Sertifikat Hak Milik Yang Sah di Depan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak ternyata di “KABUL”kan pada tingkat Mahkamah Agung RI, itu berarti dengan tidak terbuktinya saya memasuki pekarangan orang yang berhak menerangkan bahwa pekarangan itu otomatis bukan milik SWANDONO ADIJANTO ATAU PT. BUMI RAYA UTAMA GROUP melainkan milik sah Ahli Waris Hj. Mastourah binti Goesti Joenus.
“Cuma disayangkan sampai dengan saat ini amar putusan tersebut belum dikirim-kirim ke Pengadilan Negeri Pontianak sehingga belum sampai ketangan saya,’’tegas Sentot Subarjo.
Dengan dasar Surat-surat adat dan surat Sertifikat Swapraja yang dimiliki oleh ahli waris dan sampai dengan saat ini selalu dipelihara bersama penggarap masyarakat sekitar untuk ditanami padi, dan dengan bukti-bukti pemalsuan data Yuridis, data fisikdan Putusan PTUN Pontianak yang memerintahkan Kantor Pertanahan Kabupaten Pontianak untuk mencabut dan membatalkan Sertifikat-sertifikat Hak Milik PT. BRU Group yang terbit diatas tanah milik adat ahli Waris Hj. Mastoerah binti Goesti Joenus.
Selaku kuasa pengurus telah melakukan upaya dalam mengembalikan Hak Tanah tersebut kepada ahli waris dengan cara mengajukan surat permohonan pembatalan sertifikat dikarenakan cacad hukum administrasi/Invalid kepada Bapak Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional R.I. Up. Bapak Direktur Jenderal Penanganan Masalah Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional di Jakarta tertanggal 19 Mei 2017.
Bapak Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian seusai meneken Nota Kesepahaman dengan Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil di Mabes Polri Jakarta Jumat 17 Maret 2017 dalam rangka membentuk Tim Sapu Bersih (SABER) Mafia Tanah mengatakan “Mafia Tanah bekerja sama dengan oknum penegak hukum“, menyebut mafia tanah selama ini bekerja sama dengan penegak hukum untuk membuat harga tidak terkendali dan bersama-sama melakukan penguasaan atas tanah. Kepolisian dan Badan Pertanahan Nasional sepakat mengusut Kartel tersebut. Dan perlu ditambahkan bahwa boss mafia tanah tidak lain adalah seseorang (DON JUAN) atau Perusahaan Besar Konglomerat Hitam yang mempunyai nama dan modal besar seperti PT. Bumi Raya Utama Group, sehingga dengan mudah mengajak dan mengiming-imingi uang kepada oknum-oknum penegak hukum, oknum-oknum Pertanahan dan pejabat tinggi daerah dalam membantu mendapatkan segala keinginannya. (Rac)