SAMARINDA – Masyarakat eks transmigrasi yang tinggal di Kelurahan Simpang Pasir, Palaran menutup jalan akses menghubungkan antar Kecamatan Palaran hingga jalan tol Balikpapan-Samarinda (Balsam), Jumat (28/10/2022).
Penutupan tersebut sesuai dengan surat edaran dari masyarakat tentang putusan Kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA) dalam hal kewajiban Pemprov Kaltim dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk melakukan pembayaran ganti rugi lahan kepada 118 Kepala Keluarga (KK).
Salah seorang perwakilan masyarakat Simpang Pasir, Sodikin menyampaikan, sejak tahun 1973 sampai dengan 1974 masyarakat transmigran dijanjikan memiliki lahan sekitar 2 hektare meliputi 5.000 meter persegi untuk permukiman dan 1,5 hektare untuk perkebunan, ternyata sampai saat ini hanya setengah hektar yang bersertifikat.
“Yang 1,5 hektare belum ada kepastiannya, bahkan pemerintah hanya memberikan janji-janji saja,” Ucapnya.
Dia menambahkan, masyarakat hanya menuntut pembayaran hak lahan mereka yang saat ini telah menjadi Stadion Utama Palaran. Lahan yang dijanjikan masyarakat ada seluas 1,5 hektare untuk satu KK, dan masyarakat menuntut pembayaran sebesar Rp500 jura untuk 118 KK dari jumlah keseluruhan 223 KK.
“Kami hanya minta dicairkan (pembayaran), lahan sekitar 1,5 hektare karena sudah 48 tahun kami meminta kejelasan ternyata pemerintah hanya janji-janji saja, maka dari itu kami menutup satu-satunya akses jalan agar mendapat perhatian dari pemerintah,” ujarnya.
Sodikin menjelaskan, secara putusan hukum masyarakat telah menang. “Pengacara kami sudah menetapkan bahwa kami yang dimenangkan oleh Pengadilan Tinggi Provinsi Kalimantan Timur,” tuturnya.
Tuntutan masyarakat Simpang Pasir sampai saat ini belum dipenuhi Pemprov Kaltim, maka dari itu jalan mereka ditutup, karena menurut mereka ini bukan jalan untuk angkutan peti kemas dan bukan jalan pelabuhan.
“Jalan ini adalah jalan pedesaan, dulunya jalan ini hanya 4 meter, setelah itu ada stadion ada PON 2008 maka kami atas nama dari warga di lebarkan 2 meter samping kanan dan 2 meter sebelah kiri,” Jelasnya.
Sodikin dan masyarakat setempat merasa kecewa karena telah dijanjikan tanah atau lahan mereka akan dibuatkan sertifikat secara gratis, dan hingga saat ini ternyata tidak ada.
“Sampai detik ini juga jalan itu kami yang membayar pajak (4 meter kanan/kiri). Jadi layak kami menutup jalan ini, karena ini bukan jalur peti kemas, dan pelabuhan,” pungkas Sodikin. [] KK