SAMARINDA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kota Samarinda menyatakan sikap tegas mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk memperbaiki kembali Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru saja disahkan.
PC PMII Merasa KUHP yang baru disahkan ini masih berisi pasal-pasal kontroversial dan berpotensi merugikan masyarakat, anti demokrasi, hingga mengatur ruang privat publik. Hal itu terungkap dari hasil kajian yang dilakukan oleh LBH PC PMII Samarinda, Rabu (07/12/2022).
Pada Selasa, 6 Desember 2022 dalam sidang Paripurna DPR RI dan Pemerintah mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) KUHP menjadi KUHP, LBH PC PMII Samarinda setidaknya menyoroti pada tiga pasal yang berpotensi besar untuk terjadinya kriminalisasi dan pembungkaman ruang publik, serta menurunkan kualitas demokrasi yang dijamin konstitusi.
Pertama, pada pasal 218 tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Pasal ini muncul kekhawatiran digunakan sebagai alat mengontrol dan membatasi suara kelompok kritis yang dianggap ancaman terhadap pemerintah terkhususnya kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Kedua, pada pasal 240 Tentang penghinaan terhadap Lembaga Negara. Pada pasal ini bisa menjadi pasal karet yang akan digunakan untuk membungkam keritik-keritik terhadap lembaga negara yang keliru dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Ketiga, pada pasal 256 Tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Pada pasal ini bermasalah karena pada perinsipnya menyampaikan pendapat adalah hak setiap orang yang dilindungi konstitusi, dan semestinya aksi unjuk rasa hanya perlu pemberitahuan kepada pihak berwajib tidak perlu izin, serta apa bila terganggunya kepentingan umum adalah hal yang tidak bisa dihindari.
Secara tidak langsung ketentuan dalam KUHP baru ini mengajak anak bangsa untuk berpikir sebelum bertindak agar jangan sampai penyampaian pendapat di muka umum atau di media sosial berujung menginap di hotel prodeo.
LBH PC PMII Samarinda menegaskan bahwa KUHP ini adalah produk Undang Undang dari DPR RI dan Pemerintah, namun mengapa selalu mengundang polemik-polemik yang bertentangan dengan kebutuhan Masyarakat. Tentu akan lebih baik dalam pembuatan pasal-pasal bukan hanya melibatkan akademisi dan ahli pidana dalam merancang pasal per pasal, tapi harus melibatkan praktisi dan LBH dalam penyusunannya. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Hadi Purnomo