Dalam jumpa pers yang digelar di Jakarta, Kamis (27/7/2023), Ombudsman RI mengungkapkan dugaan maladministrasi terkait pelayanan legalitas tanah di wilayah IKN

ORI Ungkap Dugaan Maladministrasi Layanan Pertanahan di IKN

JAKARTA – DUGAAN maladministrasi pelayanan legalitas tanah di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) diungkapkan Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dalam jumpa pers yang digelar di Jakarta, Kamis (27/7/2023), anggota Ombudsman RI Dadan S Suharmawijaya mengatakan, pihaknya sudah melaksanakan serah terima laporan akhir.

Dadan mengatakan, hasil pemeriksaan untuk dugaan maladministrasi mengenai penghentian layanan pertanahan di dalam dan di luar daerah delineasi IKN, berkaitan dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 3/SE-400.HR.02/II/2022 tentang Pembatasan Penerbitan dan Pengalihan Hak Atas Tanah di Wilayah Ibu Kota Negara.

“Jadi adanya surat edaran Menteri ATR/BPN itu menghentikan layanan jual beli dan pendaftaran tanah pertama,” kata Dadan.

Lebih lanjut, Ombudsman sampai kepada memberikan tindakan korektif, dimana untuk tindakan korektifnya akan diberikan kepada semua pihak, baik untuk Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN, Kepala Kanwil BPN Kalimantan Timur (Kaltim), Kepala Kantor Pertanahan Kutai Kartanegara (Kukar), Kepala Kantor Pertanahan Penajam Paser Utara (PPU), sampai dengan Gubernur Kaltim, Bupati Kukar, dan Bupati PPU.

Tindakan korektif yang pertama, kepada Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN agar mencabut surat edaran Nomor 3 Tahun 2022 tentang pembatasan penerbitan dan pengalihan hak atas tanah di wilayah ibu kota negara dengan mengacu kepada perundang-undangan yang lebih tinggi, undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 dan Perpres Nomor 65 tahun 2020.

Anggota Ombudsman RI Dadan S Suharmawijaya

“Setelah mencabut surat edaran itu kemudian menerbitkan surat edaran yang baru, yang materi muatannya terbatas pada pengendalian peralihan hak atas tanah di wilayah delineasi IKN, dengan mengacu kepada perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu undang-undang 3 Tahun 2022 dan Perpres Nomor 65 tahun 2020,” ucapnya.

Kemudian tindakan korektif untuk Kepala Kanwil BPN Kaltim, Kepala Kantor Pertanahan Kukar dan Kepala Kantor Pertanahan PPU agar melanjutkan tahapan dan atau menerbitkan hak atas permohonan pendaftaran tanah pertama kali.Termasuk di dalamnya redistribusi tanah, pendaftaran tanah sistematis lengkap dan layanan permohonan reguler yang tertunda prosesnya, yang disebabkan adanya surat edaran tersebut.

Kemudian tindakan korektif kedua, bersama dengan pemerintah daerah setempat untuk melakukan identifikasi dan atau verifikasi faktual terhadap permohonan pendaftaran hak pertama kali yang diajukan pemohon guna memastikan riwayat dan waktu perolehan hak atas tanah, sehingga terwujud akurasi data dan pengendalian peralihan hak atas tanah.

“Jadi ini untuk tanah-tanah yang dari awal sudah dimiliki oleh masyarakat. Jadi bukan dalam konteks peralihan jual beli dan sebagainya, ini untuk melegalisasi,” tambah Dadan.

Tindakan korektif ketiga, agar Kanwil BPN Kaltim, Kantah Kukar dan PPU tetap memberikan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali sesuai dengan ketentuan perundang-undangan bagi pemohon yang berada di luar delineasi IKN.

“Kenapa? ya karena sebelumnya kan yang di dalam maupun luar, karena sama-sama satu kecamatan, padahal tidak termasuk di wilayah delineasi atau sama-sama di kelurahan yang sama padahal tidak di dalam delineasi juga tidak diberikan layanan. Nah ini kan sudah meluas, karenanya memang yang di luar delineasi itu agar tetap dilayani,” tegasnya.

Selanjutnya, tindakan korektif untuk Gubernur Kaltim, Bupati Kukar dan Bupati PPU agar menyusun regulasi atau peraturan teknis mengenai penerbitan surat keterangan atas penguasaan dan pemilikan tanah guna mencegah terjadinya tindakan yang mengarah pada peralihan hak atas tanah di daerah delineasi IKN.

Tindakan korektif kedua untuk Gubernur dan Bupati, agar menginstruksikan kepada pemerintah Kecamatan dan atau pemerintah Desa untuk melakukan identifikasi dan verifikasi faktual terhadap permohonan penerbitan surat keterangan atas penguasaan dan pemilikan tanah.

“Jadi dilakukan verifikasi untuk mereka yang memohon surat keterangan, bukan untuk melegalisasi peralihan hak,” tutur dia.

Terakhir, mengenai tindakan korektif agar Gubernur dan Bupati dapat bersama dengan Kantor Pertanahan untuk melakukan identifikasi dan atau verifikasi faktual terhadap permohonan pendaftaran hak pertama kali yang diajukan guna memastikan riwayat dan waktu perolehan hak atas tanah, sehingga terwujudnya akurasi data dan pengendalian peralihan hak atas tanah. []

Penulis: Hernanda | Penyunting : Agus P Sarjono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com