JAKARTA – Kejaksaan Agung kembali menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa periode 2017 sampai 2023. Kali ini tersangka yang ditetapkan berjumlah satu orang yang merupakan pihak swasta, yakni pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya berinisial FG.
Penetapan FG sebagai tersangka ini didahului dengan pemeriksaan saksi. “Berdasarkan proses pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti yang telah diperoleh sampai hari ini, Tim Penyidik kembali menetapkan Tersangka berinisial FG, Owner PT Tiga Putra Mandiri Jaya,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (23/1/2024).
Begitu ditetapkan tersangka, dia langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Penahanan di bawah kewenangan tim penyidik ini dilakukan maksimal 20 hari sejak Selasa (23/1/2024). “Untuk kepentingan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka FG di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal (23/01/2024) sampai dengan 11/02/2024),” kata Ketut.
Dalam perkara ini, owner PT Tiga Putra Mandiri Jaya disebut-sebut berperan mengondisikan paket-paket pekerjaan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, Medan. Namun tak dijelaskan secara rinci oleh Kejaksaan Agung bagaimana modus pengkondisian FG sebagai pihak swasta yang tak memiliki kewenangan dalam proyek ini.
“Dalam pelaksanaan proyek tersebut, Tersangka FG diduga kuat memiliki peranan untuk mengondisikan paket-paket pekerjaan, sehingga pelaksanaan lelang paket pekerjaan sesuai dengan kehendaknya,” katanya. Dalam perkara ini, FG merupakan tersanga ketujuh yang ditetapkan Kejaksaan Agung. Sebelumya ada enam tersangka yang ditetapkan dari pihak penyelenggara negara dan swasta.
Dari penyelenggara negara, terdapat dua mantan pejabat Balai Teknik Perkeretaapian Medan yang dipayungi Kemeterian Perhubungan (Kemenhub). Di antaranya terdapat dua mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan, ASP dan NSS.
Keduanya juga merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek strategis nasional ini. Selain itu, dari Balai Teknik Perkerataapian Mendan ada pula pejabat pembuat komitmen (PPK), AAS dan HH. Kemudian ada pula mantan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Konstruksi, RMY. Sedangkan dari pihak swasta, tim penyidik menetapkan Konsultan Perencanaan, AG sebagai tersangka.
Mereka secara bersama-sama diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan modus memecah proyek menjadi nilai yang lebih kecil. Hal itu dimaksudkan agar proyek tidak dilaksanakan melalui mekanisme lelang. Sebagaimana ketentuan Perpres Nomor 16 Tahun 2018, proyek yang dapat dilelang langsung bernilai di atas Rp 200 juta.
“Telah dengan sengaja memecah proyek tersebut menjadi beberapa fase sehingga pengadaan penyelenggaraan lelang dan penentuan pemenang tender dapat diarahkan dan dikendalikan,” ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers di Kompleks Kejaksaan Agung, Jumat (19/1/2024).
Selain itu, mereka juga secara bersama-sama tidak mengindahkan visibility study. Hasilnya, Kepala Balai memindahkan jalur yang ditetapkan Kemenhub dengan jalur eksisting. “Bahkan kepala balai telah memindahkan jalur yang ditetapkan Kementerian Perhubungan dengan jalur eksisting sehingga jalan yang telah dibangun mengalami kerusakan parah di beberapa titik,” kata Kuntadi.
Menurut Kuntadi, proyek ini memiliki nilai Rp 1,3 triliun yang digarap menggunakan APBN. Teruntuk kerugian negara, sejauh ini tim penyidik menduga adanya total loss. Artinya, nilai kerugian diduga sama dengan nilai proyek. “Proyek ini dianggarkan APBN 1,3 triliun. Dan kerugian negara saat ini masih kita lakukan penghitungan. Kemungkinan kerugian melihat total loss.”
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 54 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Redaksi 02