TENGGARONG – KONFLIK yang terjadi antara PT Budi Duta Agro Makmur (BDAM) dengan warga dari dua kelurahan dan delapan desa di Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), sejatinya telah bergulir sejak tahun 2019 silam.
Pada Rabu (05/06/2024) lalu, perwakilan masyarakat adat dari Kelurahan Loa Ipuh Darat, Kelurahan Jahab, Desa Margahayu, Desa Jonggon Jaya, Desa Sungai Payang, Desa Jembayan Dalam, Desa Jembayan Tengah, Desa Long Anai, Desa Loh Sumber, dan Desa Sumber Sari kembali melakukan aksi damai di depan Kantor Bupati Kukar, di Tenggarong.
Didampingi Forum Purnawirawan dan Laskar Pemuda Adat Dayak Kalimantan Timur – Kalimantan Utara (LPADKT-KU), warga menyampaikan bentuk kekecewaan dan tuntutan kepada perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan sawit itu.
Warga menuding, PT BDAM telah menyerobot lahan warga sekitar tanpa adanya konfirmasi kepada pemilik lahan. Atas kegiatan perusahaan tersebut, warga meminta pemerintah setempat, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar untuk bertindak tegas kepada PT BDAM yang selama ini belum kunjung menemukan titik terang.
“Awal mulanya, kami Masyarakat Hukum Adat di lingkar HGU PT BDAM menggugat dan menuntut hak pada perusahaan,” ucap Sekretaris Tim Penuntut Hak Masyarakat Thomas Fasenga menjelaskan awal permasalah yang terjadi antara masyarakat adat dan PT BDAM.
Thomas menuturkan hal itu kepada beritaborneo.com usai mengikuti kegiatan Lurant Perdamaian Adat yang digelar Masyarakat Adat Kelurahan Jahab di kediaman Ketua Adat Kelurahan Jahab Hamtolius di Gang Resak RT 04, Kelurahan Jahab, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Jumat (21/06/2024).
Dia mengungkapkan, pihaknya sudah berupaya melalui mediasi dengan pemerintah dan telah mengirim surat ke beberapa instansi. “Namun upaya kami belum ditanggapi dan tidak ada titik terang, sehingga pada tanggal 5 Juni kami melakukan aksi damai ke kantor Bupati dan PT BDAM,” jelasnya.
Tak juga mendapat tanggapan, lanjut Thomas, warga lalu berinisiatif memasang portal di jalan yang biasa dilalui truk-truk pengangkut sawit PT BDAM. Portal dikunci karena belum ada hasil mediasi, baik dari Kantor Bupati maupun dengan PT BDAM.
Warga juga berharap dengan aksi itu perusahaan dapat menyadari kekeliruannya dan menanggapi aspirasi masyarakat.
“Tapi pada tanggal 7 Juni, PT BDAM malah mengerahkan seluruh karyawannya untuk membongkar paksa portal yang dikunci oleh masyarakat adat,” katanya lagi.
Tentu saja upaya itu dihalang-halangi warga. Hal tersebut juga menyebabkan adu argumentasi antara salah seorang karyawan perusahaan bernama Agustinus Gue dengan Anci, salah seorang masyarakat adat.
Disinyalir, dalam perdebatan itu Agustinus Gue melontarkan kata-kata tak pantas yang menghina masyarakat adat.
Pada Sabtu, 15 Juni 2024, sejumlah organisasi masyarakat adat datang ke Jahab untuk mencari keberadaan Agustinus Gue. Mereka tersinggung dengan ucapan Agustinus Gue yang viral di media Sosial.
“Tidak butuh waktu lama, akhirnya pak Agustinus Gue mengklarifikasi dan mengakui kesalahannya. Hal tersebut yang pada akhirnya diadakan Lurant Perdamaian Adat dan permasalahan adat dengan Agustinus Gue telah selesai,” kata Thomas.
Kasus Agustinus Gue dengan masyarakat adat dianggap telah selesai dengan digelarnya Lurant Perdamaian Adat. Namun Thomas menegaskan, masalah dengan PT BDAM belum selesai dan masih berlanjut.
“Sebenarnya untuk kasus pak Agustinus baru pertama ini terjadi, bisa dikatakan pak Agustinus juga korban dari perusahaannya sendiri,” ujar Thomas.
Pihaknya kata dia, kini tengah melakukan inventarisasi dan identifikasi di lapangan bersama tim dari Pemkab Kukar.
“Sampai sekarang kami tetap menuntut perusahaan, karena tidak pernah diganti rugi. Minimal kami minta lahan kami dibebaskan, tetapi perusahaan tidak mau merespon dan tidak ada upaya untuk enclave. Tetapi memang HGU harus dibebaskan karena itu cacat hukum,” pungkas Thomas. []
Penulis: Anggi Triomi | Penyunting: Agus P Sarjono