TENGGARONG – BATU Menangis masih menjadi misteri yang belum terungkap asal-usulnya. Artefak yang tersimpan di Museum Mulawarman, Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) itu menyimpan cerita sendiri, entah mitos atau fakta.
Banyak cerita dari batu tersebut dengan versi yang berbeda-beda. Ada yang percaya, bahwa batu menangis adalah jelmaan seorang gadis yang durhaka kepada ibunya dan dikutuk menjadi batu. Sementara dalam penerawangan Ustadz Solehpati dalam Mister Tukul Jalan-jalan beberapa tahun silam, batu tersebut adalah jelmaan dari dua pangeran yang menjadi batu.
Kasubag Tata Usaha Museum Mulawarman Sugiono Ideal mengakui, keberadaan Batu Menangis tersebut menjadi salah satu daya tarik Museum Mulawarman. “Kami menyediakan pemandu khusus untuk menjelaskan mengenai artefak ini, apakah itu mitos atau fakta,” ujar Sugiono saat ditemui beritaborneo.com di ruang kerjanya di Museum Mulawarman, Tenggarong, Rabu (10/07/2024).
Selain Batu Menangis lanjut Sugiono, Museum Mulawarman juga menyimpan sejumlah koleksi. Tidak hanya fokus pada satu jenis koleksi, tetapi mencakup seluruh jenis koleksi sejarah dan budaya yang ada di Kalimantan Timur (Kaltim).
Bisa dikatakan, museum yang berdiri di tepi Sungai Mahakam tersebut bukan sekadar tempat menyimpan benda-benda kuno, melainkan juga sebagai narator hidup tentang sejarah dan budaya Kaltim.
Pengunjung pun akan merasa diajak bertamasya ke masa lampau begitu memasuki museum. Ketika masuk melalui pintu utama, terpampang koleksi benda-benda bersejarah Kerajaan Kutai Kartanegara, di antaranya selain singgasana raja, ada juga peninggalan perhiasan kerajaan, senjata tradisional, dan berbagai benda kuno lainnya.
Di sini, kisah kejayaan kerajaan Kutai Kartanegara terukir dalam setiap artefak, membawa pengunjung ke masa raja-raja yang memerintah dengan adil dan bijaksana.
Pengunjung dibawa menjelajahi jejak masa silam dari setiap peninggalan yang dipajang di setiap ruangan. Ada wujud Prasasti Yupa yang menandakan pengenalan aksara pertama di Bumi Nusantara, berbagai koleksi budaya masa lampau, serta berbagai figuratif rupa keanekaragaman hayati yang menunjukkan kekayaan Kalimantan Timur.
Masuk ke lantai berikutnya, pengunjung diajak menyelami kekayaan budaya suku-suku di Kalimantan Timur. Tenun Ulap Doyo yang penuh warna dari Suku Dayak Benuaq, ukiran kayu yang rumit dari Suku Dayak Kenyah, dan berbagai artefak budaya lainnya berupa keramik menjadi bukti keragaman budaya yang memesona di Kalimantan Timur.
Selain itu, Museum Mulawarman didukung dengan fasilitas yang lengkap. Termasuk toko souvenir yang menjual barang-barang khas Kalimantan Timur dan area kuliner di bagian belakang museum.
Namun, Sugiono mencatat bahwa salah satu tantangan terbesar yang dihadapi museum adalah adaptasi terhadap era digital. “Banyak pengunjung yang belum sepenuhnya memahami sistem pembayaran digital dan digitalisasi koleksi museum,” jelasnya lagi.
Sugiono mengatakan, Museum Mulawarman juga aktif dalam pelestarian budaya dan sejarah melalui berbagai koleksi yang dipamerkan dan sering mengadakan pameran temporer di berbagai tempat.
“Kami berharap masyarakat dan kalangan akademisi lebih aktif melakukan kajian dan penelitian terhadap koleksi museum, agar informasi yang disampaikan kepada publik semakin akurat,” paparnya.
Dia mencatat bahwa kunjungan dari masyarakat Kukar sendiri masih kurang dibandingkan dengan pengunjung dari luar daerah seperti Balikpapan, Bontang, Sangatta, dan Samarinda. “Pada saat liburan, jumlah pengunjung meningkat secara signifikan, namun masih didominasi oleh tamu dari luar Kukar,” ungkapnya.
Sugiono berharap, dengan adanya kajian akademis dari mahasiswa dan masyarakat, Museum Mulawarman dapat menjadi sumber informasi yang akurat dan tempat belajar yang menarik, khususnya bagi masyarakat Kukar.
“Kami ingin museum ini menjadi tempat yang tidak hanya menarik, tetapi juga edukatif bagi masyarakat,” pungkas Sugiono. []
Penulis: Nur Rahma Putri Aprilia | Penyunting: Agus P Sarjono