Asisten III Pemkab PPU Buka Puncak Peringatan Hari Anak Nasional Tahun 2024

PENAJAM – PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara (PPU) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) PPU menggelar Advokasi Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Terhadap Anak, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan Perkawinan Anak di Daerah.

Kegiatan yang dihelat di Aula Lantai I Kantor Bupati PPU, Kilometer 09 Nipah-nipah, Penajam, Selasa (23/07/2024) itu dibuka oleh Asisten III Bidang Administrasi Umum pada Sekretariat Daerah (Setda) PPU Aine.

Acara yang dihadiri Kepala DP3AP2KB PPU Chairur, Pejabat (Pj) Ketua TP-PKK Kabupaten PPU Linda Romauli Siregar dan perwakilan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemkab PPU serta ratusan peserta lainnya tersebut, juga dirangkai dengan Peringatan Hari Anak Nasional ke-40 tahun 2024 bertajuk Anak Terlindungi dan Indonesia Maju.

Asisten III Bidang Administrasi Umum pada Setda PPU Aine dalam sambutannya mengatakan, kekerasan terhadap perempuan dan anak, TPPO, ABH dan Perkawinan Anak telah memberikan dampak negatif dan luas. Tidak hanya terhadap korban, tetapi juga berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak dalam keluarga.

Hal ini mengingat kekerasan terhadap perempuan dan anak seringkali terjadi di lingkungan rumah tangga, di lingkungan sekolah, publik/umum atau di suatu komunitas.

“Kekerasan yang dihadapi perempuan dan anak tidak hanya berupa fisik, melainkan juga kekerasan seksual, psikis dan penelantaran. Pelaku kekerasan terkadang berasal dari orang luar atau orang tidak dikenal, namun juga berasal dari lingkungan keluarga terdekat,” ujarnya

Ia juga menjelaskan banyak faktor menyebabkan perempuan dan anak mengalami kekerasan atau permasalahan lainnya. Seperti salah persepsi yang menganggap wajar apabila kekerasan dilakukan terhadap perempuan dan anak sebagai salah satu cara mendidik mereka.

Ada juga disebabkan faktor budaya, kemiskinan dan faktor lainnya yang tidak memberikan perlindungan dan perlakuan khusus terhadap perempuan dan anak. Sehingga menimbulkan kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan perampasan hak-hak Perempuan dan anak, terutama permasalahan perkawinan anak yang sering terjadi di masyarakat.

“Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi kebijakan, program dan kegiatan di semua lini juga diperlukan untuk menghapuskan faktor penyebab kekerasan yang sangat kompleks ini,” katanya.

Demikian juga sambung Anie, saat terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), anak berhadapan dengan hukum dan perkawinan anak.

“Pencegahan dan penanganannya diperlukan kolaborasi, koordinasi dan aksi pencegahan bersama untuk dapat melindungi ataupun memberikan hak-haknya bagi para korban dan saksi, serta penegakan hukum bagi pelaku kekerasan yang sudah dilakukan kepada korban,” terangnya.

 

Aine juga mengharapkan dengan penguatan koordinasi tersebut, kiranya menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menghadirkan peran pemerintah untuk menjawab tantangan dan permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, TPPO, ABH dan perkawinan anak.

Perempuan dan anak juga dapat terlindungi dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya. Membangun komitmen dan memperkuat koordinasi antar stakeholders tentu juga menjadi hal yang penting dalam proses pencegahan dan penanganan kasus.

“Dalam keluarga juga bisa ditanamkan nilai-nilai karakter dengan mengedepankan fungsi ketahanan keluarga serta kasih sayang, sehingga di dalam keluarga diharapkan bisa terhindar dari praktek-praktek kekerasan maupun melakukan perkawinan anak,” tandasnya. []

Penulis: Subur Priono | Penyunting: Agus P Sarjono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com