Kejaksaan Agung Optimalkan Peran Kejaksaan dalam KUHP Nasional

JAKARTA – JAJARAN Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI) siap menyongsong pemberlakuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional. Karenanya, Kejaksaan Agung terus mengoptimalkan peran jaksa yang akan diimplementasikan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pelaksanaan KUHP Nasional ke depan.

Demikian hal itu disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin saat membuka kegiatan Launching Blue Print “Transformasi Penuntutan Menuju Indonesia Emas 2045” dan Dialog Publik Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab UU Hukum Pidana (KUHP), di The Westin Jakarta, Kamis (1/2024).

Selain membuka acara, dalam kegiatan yang digelar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Ditjen PP) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM) RI itu, Jaksa Agung juga menyampaikan Keynote Speech-nya yang berjudul “Optimalisasi Peran Kejaksaan dalam KUHP Nasional”.

“Secara khusus, saya menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Jampidum beserta jajarannya yang dengan cepat dan sigap merespon Perintah Harian Jaksa Agung yang kami sampaikan pada Upacara Hari Bhakti Adhyaksa 22 Juli 2024 lalu, untuk mempersiapkan arah dan kebijakan institusi Kejaksaan dalam Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045,” papar Burhanuddin.

Jaksa Agung mengungkapkan, Blue Print Transformasi Penuntutan yang telah dirumuskan itu merupakan salah satu bentuk persiapan dan kesiapan jajaran Pidum dalam menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045.

“Salah satu agenda dalam draf rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 Menuju Indonesia Emas 2045, adalah reformasi hukum dan supremasi hukum untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara yang Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan,” tegasnya.

Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, Jaksa Agung berpesan agar setiap proses penegakan hukum harus menyasar pada terwujudnya supremasi hukum nasional yang berkeadilan, berkepastian hukum, dan bermanfaat yang berdasarkan Hak Asasi Manusia.

“Penegakan supremasi hukum tersebut dapat diawali melalui tataran kebijakan, salah satunya dengan penerapan kebijakan percepatan pembaruan substansi hukum peninggalan kolonial, yang saat ini Kita perjuangkan dengan telah diterbitkannya KUHP Nasional, untuk kemudian melahirkan tanggung jawab berikutnya dan menyusun aturan-aturan pelaksananya sebagai penopang pembaruan substansi hukumnya,” jelas dia.

Dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045, Kejaksaan telah menjadi bagian agenda pembangunan pemerintah dalam upaya transformatif super prioritas atau game changers pembangunan nasional 2045.

Menurut Jaksa Agung, transformasi sistem penuntutan menuju single prosecution system dan transformasi lembaga Kejaksaan RI sebagai advocaat generaal adalah landasan transformasi yang sangat penting dan diprioritaskan demi kesuksesan Transformasi Indonesia 2045.

“Dalam hal sistem penegakan hukum single prosecution system, Jaksa akan menjadi pengendali proses penuntutan mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi,” ujarnya.

Dengan demikian lanjut dia, tugas, fungsi dan kewenangan Kejaksaan RI akan lebih diperkuat. Sedangkan posisi Kejaksaan RI sebagai advocaat generaal, artinya Kejaksaan RI adalah penasihat hukum tertinggi bagi Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Kejaksaan RI bertanggung jawab untuk memberikan pendapat hukum yang independen mengenai kasus-kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung RI.

“Banyaknya kewenangan baru bagi aparat penegak hukum khususnya Jaksa dalam mengimplementasikan KUHP Nasional juga perlu mendapat perhatian, terlebih sebagai pemegang asas dominus litis tentunya akan memiliki peranan besar dalam menentukan arah penegakan hukum,” papar Burhanuddin lagi.

Untuk menjaga marwah dominus litis, Jaksa Agung juga mendorong jajaran Kejaksaan untuk mengawal proses pembahasan dan penyusunan RPP tentang Pelaksanaan KUHP Nasional ini.

Terdapat setidaknya beberapa poin yang harus disikapi oleh Kejaksaan dalam proses penyusunan RPP tentang Pelaksanaan KUHP ini. Diantaranya, ketentuan Pasal 2 Ayat (3) KUHP Nasional mengatur mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

“Kejaksaan harus mengawal pembuatan RPP tersebut, agar dalam hukum materiilnya benar-benar memberikan peran bagi masyarakat hukum adat, untuk melaksanakan norma hukum adat, sebagai penyelesaian konflik di masyarakat itu sendiri dan sebagai bentuk perlindungan Masyarakat Hukum Adat,” katanya.

Kemudian lanjut dia, Ketentuan Pasal 54 KUHP Nasional yang mengatur konsep dari asas Rechterilijke Pardon atau pemaafan hakim dalam tindak pidana. Dalam perkembangannya pemerintah sedang menyusun RPP tentang penyelesaian perkara berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.

Kejaksaan ujar dia, berperan penting untuk mendorong pendekatan keadilan restoratif dapat diimplementasikan dalam satu kesatuan proses peradilan pidana, sehingga terwujudnya keharmonisan peraturan pada masing-masing institusi penegak hukum.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 69 ayat (2) KUHP Nasional, mengatur mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun diatur dalam Peraturan Pemerintah, apabila mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi, maka perubahan tersebut menjadi domain Presiden dalam memberikan Grasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung.

“Kejaksaan dalam hal ini, perlu untuk terlibat sebagai proses pemberian pertimbangan Grasi mengingat peran Penuntut Umum sebagai pelaksana putusan pengadilan,” ucapnya.

Lalu Ketentuan Pasal 76 Ayat (6) KUHP Nasional, mengatur bahwa Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan.

Ketentuan Pasal 110 Ayat (3) KUHP Nasional, mengatur bahwa Jaksa diberikan kewenangan menghentikan perawatan di rumah sakit jiwa untuk diusulkan kepada hakim dan tata caranya akan diatur dalam PP.

Kemudian, ketentuan Pasal 111 KUHP Nasional, mengatur tata cara pidana dan tindakan akan diatur dalam peraturan pemerintah. “Tindakan sendiri dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok berupa konseling, rehabilitasi, pelatihan kerja, perawatan di lembaga dan perbaikan akibat tindak pidana,” terang Burhanuddin.

Serta yang terakhir, ketentuan Pasal 124 KUHP menyebutkan bahwa dalam Pasal 118 s.d Pasal 123 KUHP akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

“Di mana pasal-pasal tersebut, mengatur mengenai pidana dan tindakan bagi korporasi, untuk itu peran Kejaksaan mendorong agar pembuatan PP tersebut, diperlukan pola pemidanaan terhadap korporasi dapat sesuai dengan prinsip-prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi maupun selaras dengan tujuan pemidanaan itu sendiri,” paparnya.

Sebelum mengakhiri sambutannya, Jaksa Agung mengajak seluruh stakeholder, untuk saling bersinergi, bekerja sama, dan berkolaborasi dalam hal peningkatan keilmuan.

“Salah satunya untuk menyamakan persepsi khususnya tentang kedudukan Jaksa, pada rencana peraturan pemerintah terkait pelaksanaan KUHP Nasional baru, serta arah penegakan hukum ke depannya menuju Indonesia Emas 2045,” sambungnya.

“Semoga dengan adanya forum diskusi ini nantinya dapat mendorong Kejaksaan dan stakeholders pada kementerian/lembaga beserta para Akademisi dapat mempersamakan pemikiran dan perspektif tentang arah kebijakan supremasi hukum khususnya yang berhubungan dengan peran Kejaksaan,” pungkas Jaksa Agung.

Turut hadir dalam acara ini, yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Yasonna Laoly, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Ketua Komisi Kejaksaan RI Pujiyono Suwadi, Ketua Komisi Yudisial RI Amzulian Rifai, Akademisi Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Prof. Indriyanto Seno Adji, dan Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono.

Hadir pula para Jaksa Agung Muda, para Kepala Badan, Staf Ahli Jaksa Agung, Pejabat Eselon II di Lingkungan Kejaksaan Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi yang mengikuti secara daring dan luring, Dekan Fakultas Hukum beserta pengajar dan mahasiswa. []

Penulis: Andi Isnar | Penyunting: Agus P Sarjono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com