KUTAI BARAT – Aktivitas penambangan batubara ilegal di Kabupaten Kutai Barat semakin marak. Kegiatan ini bukan lagi sekadar kabar burung, tetapi sudah jelas terlihat dengan penangkapan tiga excavator oleh tim Polda Kaltim yang kini dititipkan di halaman Polsek Siluq Ngurai.
Penangkapan ini terjadi tidak lama setelah muncul desakan dari manajemen PT. Bangun Olah Sarana Sukses (BOSS) dan PT Pertama Bersama (PT PB) kepada pihak kepolisian untuk menutup kegiatan tambang ilegal di areal IUP mereka. Desakan ini disampaikan melalui surat tertanggal 1 Juli 2024, menyusul investigasi internal yang menemukan puluhan penambang liar di konsesi tambang PT BOSS.
Di tengah santernya isu tambang ilegal yang menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat Kubar ini, muncul nama H. Sali yang diduga memiliki peran besar dalam penambangan liar ini.
“H. Sali memiliki jaringan yang kuat dan kepentingan finansial besar dalam kegiatan ini,” ujar sumber yang tidak mau disebutkan identitasnya.
Keberadaan H. Sali di balik layar semakin memperkuat dugaan bahwa ia adalah aktor utama di balik penambangan ilegal ini.
Petinggi kampung Bentas, Abednego, secara samar membenarkan berita tersebut.
“Nama-nama pemodal ini belum bisa saya sampaikan, karena ada kekhawatiran. Sementara kita betul-betul tidak tahu, nama-nama yang disebutkan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan oleh warga yang menyampaikan kepada kita,” ujar Abednego di kediamannya pada Rabu, 25 Juli 2024.
Ada beberapa nama penambang, namun menurut Abednego, rata-rata mereka selama ini berkomunikasi lewat telepon.
“Yang selalu digaungkan itu H. Sali. Saya dengar dari orang-orang lapangan,” imbuhnya.
Terkait razia dan penangkapan tiga alat berat tersebut, Abednego berharap aparat penegak hukum tidak pilih kasih.
“Harapan kami, jika ini benar adanya, tim yang ada tidak tebang pilih dan bersih-bersih sampai kampung Bentas. Karena kemarin kita dengar masuk wilayah Kaliq, Sangsang, dan Dasaq. Jadi Bentas tidak tersentuh,” tegas Abednego.
Jika tuduhan ini terbukti, pelanggaran yang dilakukan oleh H. Sali melibatkan beberapa pasal dalam undang-undang terkait tambang dan lingkungan hidup. Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, kegiatan penambangan tanpa izin adalah pelanggaran serius. H. Sali dapat dikenai hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp 10 miliar.
Selain itu, pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengancam H. Sali. Aktivitas penambangan ilegal ini diduga merusak ekosistem dan mengganggu keseimbangan lingkungan di wilayah tersebut. Berdasarkan Pasal 158 UU 32/2009, setiap orang yang melanggar ketentuan pengelolaan lingkungan hidup dapat dipidana dengan penjara maksimal 3 tahun dan/atau denda maksimal Rp 3 miliar.
Pihak kepolisian kini tengah melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengungkap peran dan pelaku tambang ilegal yang alat beratnya telah ditangkap beberapa waktu lalu oleh Polda Kaltim di Kecamatan Siluq Ngurai.
Berbagai pihak berharap agar kasus ini segera diselesaikan secara adil dan transparan, serta diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi pelaku tambang ilegal lainnya.
Dengan meningkatnya tekanan publik dan langkah-langkah hukum yang diambil, diharapkan aktivitas tambang ilegal di Kecamatan Siluq Ngurai segera dihentikan, dan keadilan bagi lingkungan serta masyarakat dapat segera ditegakkan. []
Redaksi08