TANJUNG SELOR – Perhelatan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024, akan menjadi sejarah baru pasca Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah aturan syarat pencalonan kepala daerah dalam Undang-Undang (UU) Pilkada.
Dalam salah satu amar putusan yang dibacakan kemarin siang (20/8), MK menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sebelumnya, pasal tersebut mengatur syarat pencalonan kepala daerah yang hanya didasarkan dari suara sah / jumlah kursi partai yang memiliki kursi hasil pemilihan legislatif. Pasal tersebut membuat partai yang tidak memperoleh kursi gigit jari.
Mereka yang sering disebut partai non parlemen, hanya berperan sebagai pihak pendukung, bukan pengusung yang wajib diminta Lembar B1-KWK oleh bakal paslon untuk mendaftar.
Namun, dengan adanya putusan MK atas gugatan yang dilayangkan Partai Buruh dan Partai Gelora, semua partai yang memiliki suara sah hasil Pileg, saat ini memperoleh peluang sama untuk mengusung jagoannya di pilkada.
Tidak ada lagi syarat pencalonan minimal 20 persen jumlah kursi di DPRD, atau syarat setinggi 25 persen suara sah dari parpol dan gabungan parpol yang memiliki kursi di parlemen.
Dalam konteks Pilkada Kaltara dengan jumlah suara sah sebanyak 388.260, syarat pencalonan untuk mengusulkan calon gubernur dan wakil gubernur mulai pilkada 2024 hanya 10 persen, atau sekitar 38.826 suara sah milik parpol atau gabungan parpol.
Secara kalkulasi, putusan MK memang tidak lantas membuat gabungan partai non parlemen dapat mengusung calon sendiri di Pilkada Kaltara. Dari 8 parpol non parlemen, suara sah yang terkumpul baru di angka 26.641. Namun, terdapat peluang untuk mereka membuat poros baru dengan menggandeng beberapa parpol parlemen tambahan.
Putusan MK juga membuka peluang lebih banyak kontestan yang bisa muncul di Pilkada Kaltara. Mengingat terdapat lima partai yang dapat mengusung calon nya tanpa koalisi. Mulai dari Gerindra dengan 62.776 suara; Partai Golkar dengan 49.223 suara; Partai Demokrat dengan 48.746 suara; PDI Perjuangan dengan 44.926 suara dan Partai Hanura dengan 42.573 suara.
Dosen Fisip Unikaltar, Iskandar mengatakan, putusan MK memberi ruang kepada masyarakat untuk bisa berdemokrasi secara lebih langsung. Dengan peluang munculnya maksimal 10 paslon dari jalur parpol atau gabungan parpol, masyarakat bisa lebih bijak dalam memilih calon pemimpin mereka.
Berbicara Pilkada Kaltara, putusan MK membuka peluang pertarungan lebih dari dua kontestan. Figur bakal calon yang belum mengumumkan kepastian koalisi, bisa mendapat angin segar dari hasil putusan MK tersebut.
“Berdasarkan kondisi hari ini, tiga pasangan masih eksis di (bakal) pencalonan. Ada Zainal Paliwang – Ingkong Ala, Sulaiman – Adri Patton, dan Yansen – Suratno,” kata Iskandar (20/8).
Pengamat Pilkada di Kaltara yang juga berkarier di Fisip Unikaltar, Irsyad Sudirman mengatakan, putusan MK akan menarik untuk memunculkan mekanisme kompetisi pilkada yang sehat. Menurut Irsyad, memang sudah seharusnya demokrasi di Indonesia memunculkan pola kompetisi yang fairnees atau menjunjung kesetaraan.
“Demokrasi bukanlah menguasai atas kekuasaan terhadap yang lainnya. PT (Parliamentary Threshold) memang tidak seharusnya diterapkan dalam pilkada maupun pilpres, sehingga publik memiliki pilihan yang beragam sesuai dengan visi misi para kandidat,” bebernya.
“Sudah waktunya mengembalikan demokrasi pada roh sebenarnya, yakni penciptaan iklim berkompetisi, fairness dan transparansi, sehingga pimpinan yang terpilih memang telah teruji secara kapasitas intelektual dan moralitas oleh publik,” papar Isryad menambahkan.
Adapun, Putusan MK diyakini akan memberi dampak di Pilkada Kaltara. Substansi putusan akan berpengaruh terhadap peta koalisi yang sudah ada. “Terkait dengan mempengaruhi peta koalisi di Pilkada Kaltara, jelas akan sangat mempengaruhi sekali. Terlalu kerdil dan picik jika berpikir dengan uang akan menyelesaikan segalanya. Money is everything but somehow is nothing,” ungkapnya.
Tidak Bisa Lagi Dipandang Sebelah Mata
Sekretaris DPW Partai Gelora Kalimantan Utara, Alhakim, mengaku sangat berbahagia dengan adanya putusan MK yang mengubah syarat pencalonan peserta Pilkada. Putusan ini mengembalikan marwah dari partai, meski tidak memiliki kursi di DPRD.
“Kami dari Partai Gelora sangat berbahagia. Paling tidak, kami yang nonkursi ini ada nilainya untuk kontestasi pilgub dan pilbup,” kata Alhakim.
Ia mengatakan, semua warga negara memang memiliki hak yang sama dalam pesta demokrasi. Hak tersebut diinterpretasikan dalam suara yang diberikan dalam pemilu legislatif. Oleh sebab itu, kesempatan partai untuk mengusung calon peserta tidak bisa dihilangkan begitu saja, meski tidak memiliki kursi di parlemen.
“Jadi menurut kami, putusan MK ini sangat tepat, karena tidak mengurangi hak masyarakat yang telah memilih partai partai, meskipun tidak dapat kursi,” bebernya.
Berbicara Pilkada Kaltara, ia menjelaskan bahwa sebelumnya partai non parlemen telah berkomunikasi dan mewujudkan forum bernama Koalisi Kaltara Bersatu (KKB). Forum tersebut juga telah menerbitkan rekomendasi dukungan kepada Zainal Paliwang – Ingkong Ala.
Pasca putusan MK, Partai Gelora terlebih dahulu akan melihat dinamika yang terjadi di lapangan. Hal ini juga mempertimbangkan belum tercukupinya akumulasi syarat minimal 10 persen untuk mengusung calon sendiri dari partai non parlemen.
“Kami ikuti dulu dinamikanya ya. Paling tidak kami tidak dipandang sebelah mata oleh calon yang kita dukung, punya nilai dengan suara sah yang kami miliki,” bebernya.
Politisi Partai Perindo, H. Saleh Pangeran Khar, juga mengaku sangat senang dengan substansi dalam amar putusan MK. Menurutnya, putusan MK ini membuat pilkada tidak lagi dikuasai sebagian partai politik saja.
“Saya senang sekali, karena (pilkada) tidak lagi dikuasai partai-partai yang punya kursi di parlemen,” ungkapnya.
Perubahan syarat pencalonan mencerminkan pelaksanaan demokrasi yang benar. Hal ini juga mempersempit ruang oknum tertentu yang bisa menguasai parpol dengan uang.
“Ya ini namanya baru betul demokrasi, tidak lagi harus orang yang punya uang bisa menguasai parpol, tidak lagi hanya mengharapkan partai yang ada di parlemen. Hasil gugatan Partai Buruh dan Gelora ini bermanfaat untuk semua orang,” paparnya.
Mengenai Pilkada Kaltara, Saleh yang juga sebagai salah satu elite Pengurus DPW Perindo Kaltara, mengaku masih perlu melihat perkembangan beberapa hari ke depan. Sepengetahuan Saleh, Perindo belum memberi dukungan menjurus ke salah satu bakal paslon.
“Kalau untuk gubernur, setau saya belum, belum ada juga Pak Paliwang berkomunikasi dengan perindo. (Rekomendasi dukungan parpol non parlemen dalam KKB) itu kan hanya hasil rapat, rapat kemarin itu juga Perindo tidak ikut, tapi ya kita lihatlah perkembangannya nanti,” jelas Saleh.
Tanda Tanya Keberlanjutan Koalisi Kaltara Bersatu
Keberlanjutan Koalisi Kaltara Bersatu (KKB) masih menjadi tanda tanya pasca putusan MK yang mengubah syarat pencalonan peserta pilkada. Ketua KKB, Abdul Rahman, belum menjawab permintaan wawancara yang dilayangkan awak media hingga kemarin malam.
Sebelumnya, KKB memberi dukungan kepada Zainal A Paliwang sebagai Bakal Calon Gubernur Kaltara 2024 – 2029. Keputusan ini disampaikan pada awal Bulan Juni kemarin. Pengumuman ini juga dihadiri Zainal Paliwang secara langsung.
Dokumentasi media, partai peserta pemilu yang tidak mendapatkan kursi pada Pileg DPRD Provinsi Kalimantan Utara 2024, bergabung dalam satu wadah bernama Koalisi Kaltara Bersatu (KKB). Deklarasi KKB dilakukan pada tanggal 25 Mei 2024 di Kantor DPW Partai Bulan Bintang Provinsi Kalimantan Utara. Tema yang diusung yaitu Membangun Kekuatan dan Komitmen Bersama Menghadapi Pemilukada Serentak 2024.
ZIAP Tidak Masalah Lawan Banyak Paslon
Bakal Calon Petahana Gubernur Kalimantan Utara, Zainal Arifin Paliwang, tidak mempermasalahkan peluang munculnya banyak paslon paska putusan MK yang mengubah syarat pencalonan peserta Pilkada.
Melalui pesan singkat, Zainal secara tersirat menyatakan bahwa ia dan Ingkong Ala, siap berkontestasi dengan berapapun jumlah paslon yang muncul.
“Pasangan ZIAP (Zainal Paliwang – Ingkong Ala) tidak ada masalah, mau 3 atau 4 pasang (paslon peserta pilkada),” kata Zainal saat ditanya kesiapan mengenai kemungkinan munculnya banyak paslon.
Andi Sulaiman Terima Parpol Non Kursi Bergabung
Bakal Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024 – 2029, Andi Sulaiman, mengaku sudah membaca dan memahami putusan MK mengenai pengubahan syarat pencalonan pada peserta pilkada.
“Iya, saya sudah membaca dan mempelajari putusan baru itu,” kata Andi Sulaiman melalui sambungan telepon.
Ia mengaku sangat terbuka pada partai-partai yang tidak memiliki kursi untuk bergabung dalam koalisi yang dibangun. Sebagaimana diketahui, PDI Perjuangan yang telah memberi surat tugas kepada dirinya, tidak butuh partai koalisi untuk memenuhi syarat pencalonan.
“Apabila mereka mau bergabung, tentu kita akan menerima. Pokoknya, semua yang mau mendukung saya, pasti saya terima,” jelasnya.
Tunggu Petunjuk dan Arahan KPU RI
Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan pada KPU Kalimantan Utara, Chairullizza mengatakan, KPU di daerah dalam menindaklanjuti putusan MK mengacu pada petunjuk dan arahan dari KPU RI.
“Yang punya wilayah regulator itu kan KPU RI. Jadi apa arahan dan petunjuknya kita tunggu saja,” kata Rulli melalui sambungan telepon usai menghadiri Rapat Konsolidasi Nasional Kesiapan Pilkada 2024 di Jakarta.
Ia meyakini semua lembaga yang berkepentingan telah mengetahui hasil putusan MK tersebut. Terlebih putusan MK bersifat final mengikat.
“Jadi kami sementara ini menunggu saja. Apa arahan dan petunjuk KPU RI, kita jadikan pedoman untuk dilaksanakan di daerah,” ujarnya. []
Redaksi08