ERAU 2024: Merayakan Sejarah dan Tradisi Leluhur

TENGGARONG – KESULTANAN Kutai Kartanegara Ing Martadipura, kerajaan tertua di Nusantara, kembali menggelar perayaan adat dan budaya yang penuh makna pada September 2024.

Rangkaian acara yang mencerminkan kekayaan warisan leluhur ini akan berlangsung selama hampir tiga minggu. Menjalankan berbagai prosesi tradisi, upacara adat, hingga ritual-ritual keagamaan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

Salah satu tokoh adat yang terlibat dalam prosesi Awang Imaludin mengatakan, prosesi perayaan telah dimulai dari upacara adat pra Erau, yang dimulai pada Kamis, 12 September 2024, dengan acara “Besawai”.

Momen itu merupakan langkah awal yang menandai dimulainya serangkaian acara yang bertujuan memohon restu dan kelancaran bagi seluruh kegiatan adat yang akan berlangsung.

Kedua pada Selasa, 17 September 2024, dilakukan upacara “Haul Jamak Raja & Sultan”. Acara tersebut merupakan peringatan bagi para raja dan sultan terdahulu yang telah berjasa membangun dan memimpin Kesultanan Kutai Kartanegara. Upacara haul ini bertujuan mengenang jasa-jasa para pemimpin yang telah mengukir sejarah panjang kesultanan.

Setelah Haul Jamak, pada siang harinya dilanjutkan dengan prosesi “Titi Bende”, sebuah ritual adat yang dipercaya sebagai bentuk simbolis pemanggilan roh leluhur untuk menyaksikan rangkaian acara yang akan digelar.

Ketiga prosesi “Beluluh Sultan”, yang merupakan ritual pembersihan diri Sultan, akan menjadi salah satu acara paling sakral dalam rangkaian ini. Prosesi ini akan dilakukan secara bertahap pada beberapa hari, seperti Rabu, 18 September; Sabtu, 21 September; Minggu, 22 September; hingga beberapa hari selanjutnya. Upacara ini menggambarkan pentingnya kemurnian rohani dan jasmani Sultan sebelum memimpin perayaan adat yang lebih besar.

 

Pada sore hari tanggal 18 September, masyarakat juga akan menyaksikan acara “Menjamu Kepala Benua, Tengah Benua, Buntut Benua”. Sebuah upacara penting, di mana pemimpin adat dari tiga wilayah utama Kesultanan berkumpul untuk berbagi nasihat dan merayakan persatuan wilayah.

Pada malam harinya, upacara “Merangin I”, yang merupakan rangkaian pertama dari beberapa upacara Merangin, yang akan berlanjut hingga beberapa hari berikutnya. Upacara Merangin ini merupakan ritual pengikat persatuan antara keraton dan masyarakat luas.

Keempat pada Sabtu, 21 September 2024, akan menjadi salah tanda dimulainya acara adat Erau, ditandai dengan dilakukan prosesi “Mendirikan Tiang Ayu” pada pagi hari oleh kesultanan, diikuti dengan “Penyalaan Brong” di depan Keraton Kukar. Penyalaan Brong ini melambangkan penerangan spiritual dan kesucian yang melingkupi seluruh rangkaian acara.

Setelah itu, berbagai acara akan menghiasi hari tersebut, mulai dari “Sesembahan dari Kaula Erau” yang merupakan bentuk persembahan dari masyarakat kepada Sultan dan leluhur, hingga “Pembukaan Ceremony Tarian Masal” di Stadion Rondong Demang Tenggarong yang melibatkan ribuan penari tradisional yang menampilkan kekayaan budaya Kutai.

Pada malam hari, masyarakat akan menyaksikan upacara adat “Bepelas I”, sebuah ritual adat di mana Sultan dan keluarga keraton melakukan berbagai tindakan simbolis yang berhubungan dengan kesejahteraan dan kemakmuran wilayah.

Kelima pada Sabtu, 28 September 2024, akan menjadi hari penting lainnya dalam rangkaian perayaan ini, di mana dilakukan “Ziarah Makam” untuk menghormati para leluhur dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kota Tenggarong yang ke-242. Prosesi itu mengingatkan masyarakat pada sejarah panjang kota yang telah menjadi pusat budaya dan pemerintahan sejak zaman kejayaan Kesultanan Kutai.

Pada malam harinya, acara “Nyisik Lembu Swana” dan “Tarian Dewa Dewa” akan digelar, menampilkan pertunjukan sakral yang melibatkan kerabat keraton dan masyarakat luas. Prosesi “Menurunkan Pangeran Sri Gamboh” dan “Pangeran Sri Ganjur” adalah salah satu bagian penting dari rangkaian ini, di mana para pangeran simbolis dihadirkan untuk menjalankan peran dalam keseimbangan kosmis antara dunia manusia dan dunia spiritual.

Keenam, Puncak terakhir dari seluruh rangkaian acara akan terjadi pada Minggu, 29 September 2024. Pagi harinya, dilaksanakan prosesi “Pengambilan Air Tuli” di Desa Kutai Lama, yang diikuti dengan ritual “Ngulur Naga” dan “Beumban”. Ritual ini adalah salah satu bentuk penghormatan kepada elemen air sebagai sumber kehidupan, yang dipercaya menjaga kesejahteraan dan kelimpahan bumi Kutai.

Pada malam hari, acara “Bepelas VII (Ketayongan)” yang merupakan ritual penutup dari rangkaian Bepelas, dilanjutkan dengan pemberian gelar kepada tokoh-tokoh yang dianggap berjasa bagi Kesultanan dan masyarakat. Acara ditutup dengan pembacaan doa dan tarian keraton sebagai bentuk syukur atas kelancaran seluruh rangkaian acara.

Setiap tahapan dalam prosesi ini memperlihatkan bagaimana adat, budaya, dan agama diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kutai. Di tengah modernisasi yang pesat, kesultanan tetap mempertahankan identitas budayanya, memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk memahami dan menghargai warisan nenek moyang mereka. []

Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Agus PSarjono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com