NUNUKAN – POLISI akhirnya menetapkan M, oknum petugas Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) sebagai tersangka kasus penganiayaan berat. Kasus tersebut mengakibatkan meninggalnya seorang narapidana (napi) narkoba, Syamsuddin alias Cunding (40), di ruang ICU RSUD Nunukan, Sabtu (21/06/2023) lalu.
Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Nunukan, AKBP Taufik Nurmandya melalui Kasat Reskrim Polres Nunukan Iptu Lusgi Simanungkalit menjelaskan, penatapan M sebagai tersangka setelah pihaknya memiliki dua alat bukti, yakni rekaman CCTV dan pengakuan saksi. Ditambah pengakuan M sendiri, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
“Atas dasar material itu, kita tetapkan M, petugas KPLP Lapas Nunukan, sebagai tersangka pada hari ini,” ujar Iptu Lusgi Simanungkalit kepada awak media di ruang kerjanya, Mapolres Nunukan
Jl. Ujang Dewa No. 9, Nunukan, Kalimantan Utara, Rabu (28/6/2023).
Dijelaskan Iptu Lusgi, pada pemeriksaan penyidik Polres Nunukan, M mengakui menganiaya Syamsuddin karena merasa geram dan jengkel akibat sikap almarhum yang dinilainya meremehkan petugas. Syamsuddin dikatakan tidak hormat dan sikap tersebut kemudian memicu amarah M dan membuatnya tak mampu mengontrol emosi.
Tidak dijelaskan sikap seperti apa yang dilakukan Syamsuddin sehingga menyinggung perasaan M dan menyulut amarah petugas KPLP Lapas Nunukan ini. “Dari rekaman CCTV yang kami amankan, kami melihat adanya penganiayaan. Selain tangan kosong dan tendangan, terjadi pemukulan menggunakan kabel yang disabetkan ke tubuh korban,” bebernya.
Ia menegaskan, sejak M dipanggil untuk pemeriksaan, polisi langsung mengeluarkan surat penahanan. “Oknumnya sudah kita tahan sejak kemarin. Semua bukti sudah lengkap, tapi penjelasan secara lebih mendetail, kita tetap menunggu surat hasil autopsi dari RSUD,” jelasnya.
Sebelumnya dikabarkan bahwa seorang narapidana di Lapas Nunukan Kaltara, bernama Syamsuddin (40), meninggal dalam perawatan di ruang Intensif Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nunukan, Sabtu (24/6/2023) siang.
Syamsuddin sendiri merupakan kurir narkoba yang diamankan Tim Second Flat Quick Response (SFQR) Pangkalan TNI AL Nunukan pada Sabtu 19 September 2020. Saat itu, petugas mendapati 1 plastik transparan berisi 50 gram sabu yang dibungkus dalam amplop. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Nunukan menjatuhkan vonis 6 tahun penjara pada Senin 29 Maret 2021.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nunukan, Kalimantan Utara, I Wayan Nurasta Wibawa menduga, Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapasnya itu meninggal karena penyakit gagal ginjal.
“Diagnosa dokter menyatakan, WBP kami memiliki penyakit gagal ginjal yang seharusnya rutin menjalani cuci darah. Setelah dirawat sekitar empat hari, yang bersangkutan meninggal dunia,” kata Wayan saat ditemui awak media di Lapas Nunukan, Senin (26/06/2023).
Wayan menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya Syamsuddin tersebut. Ia mewakili Lapas, memohon maaf kepada keluarga almarhum atas musibah tersebut. Sebagaimana dituturkan Wayan, Syamsuddin, merupakan pribadi yang cukup tertutup.
Meski memiliki riwayat penyakit dalam, Syamsuddin tidak pernah tercatat memeriksakan diri ke petugas kesehatan Lapas Nunukan. Padahal, Lapas Nunukan, memiliki program pengecekan kesehatan WBP setiap pekannya. Penyakit Syamsuddin, baru diketahui pada Rabu (21/6/2023).
Saat itu, kondisinya memburuk dan dilakukan penanganan awal oleh petugas klinik Lapas. Namun kondisinya sudah terbilang parah, dan tidak bisa ditangani petugas kesehatan Lapas. Syamsuddin pun dirujuk ke RSUD Nunukan.
Wayan juga mengakui, kasus ini sedang menjadi sorotan masyarakat, dan berpotensi pidana. Pasalnya, keluarga korban telah melaporkan dugaan penganiayaan oleh oknum sipir. Merespons laporan tersebut, Wayan kembali menegaskan, kinerja petugas Lapas Nunukan, dilandasi aturan dengan payung hukum.
Dia mengatakan terdapat sanksi tegas yang pasti akan diterapkan. “Apakah kesalahan itu dilakukan WBP atau pegawai kami, ada aturan yang mengatur. Kami tidak akan pernah mau mentoleransi dan sebagainya. Ketika itu dinyatakan bersalah oleh pihak berwajib, kita serahkan itu ke pihak berwajib untuk diberikan sanksi. Baik itu sanksi internal, sanksi pidana juga sanksi organisasi kami dari Kemenkumham,” tegas Wayan.
Pernyataan Kalapas Nunukan I Wayan Nurasta Wibawa yang menyebut Syamsuddin meninggal karena gagal ginjal membuat kecewa pihak keluarga almarhum. Jauhari Hamzah selaku perwakilan keluarga sekaligus penasihat hukum keluarga almarhum Syamsuddin alias Cunding membantah pernyataan Kalapas tersebut.
Diungkapkan Jauhari, sejumlah luka lebam di beberapa bagian tubuh almarhum menjadi saksi bisu adanya penganiayaan yang terjadi. “Selain selalu membuat kesan bahwa Cunding meninggal akibat ginjal, Lapas Nunukan juga tidak mau mengungkap dugaan penganiayaan itu ke publik. Padahal, kami punya bukti kuat untuk itu,” ujar jauhari.
Jauhari menegaskan, bukti-bukti kuat yang dikantonginya termasuk permohonan damai dari oknum sipir ke salah satu keluarga korban bernama Fajar. Melalui chat WhatsApp, oknum sipir tersebut meminta maaf dan mengaku melakukan pemukulan kepada Cunding.
“Permintaan damai ini pernah dikatakan sebelumnya, namun saat itu keluarga masih fokus dengan kondisi Cunding. Begitu prosesi pemakaman selesai, ada lagi chat dari oknum yang sama. Intinya ada permohonan maaf dan meminta damai,” jelas dia. []
Penulis/Penyunting : Agus P Sarjono