SAMARINDA – WAJAH Kota Samarinda tempo dulu menghiasi salah satu sudut arena Kaltim Expo yang digelar di Convention Hall Sempaja, Samarinda. Di era dulu, jalanan Kota Samarinda tergolong masih sepi kendaraan bermotor. Kebanyakan warganya berpergian dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Kondisi jalan di masa lalu menjadi saksi bisu perkembangan kota tersebut.
Samarinda memang kota tua yang memiliki sejuta kenangan bagi warganya. Namun catatan sejarah perjalanan daerah yang sering disebut dengan Kota Tepian ini, tak sebanyak kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Untunglah ada mata kamera yang bisa menjadi saksi sejarah. Dari benda inilah sejumlah bangunan, momen dan peristiwa dapat terekam lantas jadi pengingat pada masa mendatang. Tangkapan mata kamera ini kemudian didokumentasi oleh Komunitas Jelajah.
Jelajah adalah satu komunitas para penggiat kegiatan peduli budaya, sejarah dan lingkungan. Dibentuk di Samarinda tanggal 16 Desember 2015. Dibina oleh seorang tokoh seni budaya sekaligus penulis cukup ternama di Kaltim, Syafruddin Pernyata.
Sekretaris Komunitas Jelajah, Fatmawati mengungkapkan, pihaknya sengaja menampilkan koleksi foto-foto kondisi Kota Samarinda tempo dulu untuk memberikan gambaran, khususnya kepada generasi muda sekarang, bagaimana sejarah dan perkembangan Kota Samarinda.
Tak hanya itu, Komunitas Jelajah berharap ada kurikulum sejarah lokal yang khusus mempelajari sejarah Samarinda. Agar hal tersebut diketahui anak-anak di sekolah dalam membangkitkan pengetahuan sejarahnya.
“Kami penyuka sejarah, berupaya untuk melestarikan ke anak-anak agar tahu perjuangan orang-orang dulu di Samarinda. Seperti pahlawan semisal Tarmizi dan Muso Salim,” ujar Fatmawati.
Dia kemudian memaparkan, terbentuknya Komunitas Jelajah berawal dari ketertarikan sejumlah pihak terhadap wisata sejarah dan lingkungan, khususnya di Kota Samarinda.
“Kami kemudian dirangkul Pak Syafruddin, sebelum dia di Dinas Parawisata. Dia mengajak untuk mengumpulkan teman-teman yang menyukai wisata sejarah dan lingkungan dalam satu komunitas,” ungkapnya.
Berbagai kegiatan kemudian dilaksanakan oleh komunitas ini. Diantaranya renovasi situs seperti tugu bersejarah, aksi bersih-bersih sudut kota dan Sungai Mahakam. Adapula upaya menimba ilmu dan wawasan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam, kunjungan ke kampung adat, kampung wisata dan masih banyak lagi.
“Ada Tugu Palagan atau Tugu Perjuangan. Seperti ini anak-anak kurang tahu, dikira kuburan tapi ternyata ada kejadian historis. Di Sambutan Tugu Palagan pertama yang sekarang jadi jalan. Ada juga tugu perjuangan di Jalan Tarmizi, Solong, Teluk Lerong dan Bukit Pinang,” ucapnya.
Fatmawati juga mengatakan, mobilitas anggota Jelajah tidak sebatas berkunjung ke tempat wisata. Tetapi juga kental dengan bakti sosial atau partisipasi di berbagai kegiatan formal dan informal. Pameran, pawai, seminar dan sebagainya dengan berbagai ke tempat jejak sejarah ke beberapa titik tersembunyi yang telah lama dilakoni.
“Di sekolah bisa mengajak anak-anak mengenal sejarah dengan mendatangi destinasi. Tempat wisata jangan hanya didatangi saja tetapi juga mengenalkan sejarahnya untuk menjadi pelajaran,” tutupnya. []
Penulis: Hernanda | Penyunting : Agus P Sarjono