PARLEMENTARIA SAMARINDA – ASOSIASI Pelatihan Mengemudi Indonesia (APMI) Kota Samarinda mengeluhkan menjamur kursus mengemudi yang tidak memiliki izin berusaha di Kota Tepian ini.
Keluhan itu disampaikan APMI Samarinda dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, di ruang rapat gabungan Lantai 1 Kantor DPRD Samarinda, Jalan Basuki Rahmat, Samarinda, Kamis (22/08/2024).
Selain APMI, RDP juga dihadiri Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda, Satuan Lalu-Lintas (Satlantas) Kepolisian Resort Kota (Polresta) Samarinda dan Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTST) Samarinda.
RDP yang digelar di ruang rapat gabungan Lantai 1 kantor DPRD Samarinda, Jalan Basuki Rahmat, Samarinda, Kamis (22/08/2024) itu membahas persoalan banyaknya Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) menggemudi yang tidak memiliki izin berusaha di Samarinda.
Ketua Komisi I DPRD Samarinda Joha Fajal mengakui, saat ini banyak Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) mengemudi yang ada di Samarinda tidak memiliki izin. Karena itu, APMI Samarinda dalam RDP tersebut meminta Satlantas Polresta Samarinda untuk menindak atau menutup LPK yang tak berizin.
“Asosiasi meminta agar LPK yang tidak mempunyai dokumen itu ditertibkan, karena ada beberapa oknum masyarakat melakukan operasional yang sama tetapi tidak ada dokumennya sehingga dianggap illegal. Pihak yang berhak untuk melakukan penertiban tersebut harus dari Satlantas Polresta Samarinda,” kata politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini.
Dia menjelaskan, Satlantas Polresta Samarinda dapat melakukan penindakan berdasarkan surat tugas dari Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri). Karena itu, tahapannya APMI Samarinda harus mengajukan surat pada Mabes Polri.
“Tapi harus mempunyai surat dari Mabes atau Dirjen dan sudah dikomunikasikan maka diminta kepada teman-teman asosiasi agar bisa berkomunikasi ke sana sehingga dokumen yang dimaksud bisa cepat turun. Kalau sudah turun maka tanggung jawab dari Satlantas Polresta Samarinda untuk melakukan penertiban,” jelas Joha.
Joha mengungkapkan, saat ini ada 25 LPK mengemudi yang bernaung di bawah APMI Samarinda dan telah memiliki izin. Sehingga mereka menerbitkan biaya latihan yang sama atau standar kepada calon peserta pelatihannya. Sedangkan yang tidak bergabung dengan APMI dan rata-rata tidak memiliki izin, memasang tarif yang lebih murah dari APMI.
“Ada 25 LPK yang dianggap memenuhi syarat dan sudah mempunyai izin, kemudian bagaimana menertibkan yang tidak masuk di asosiasi dan tidak ada izinnya, karena muncul persaingan antara punya izin dengan tidak punya izin. Terkadang lebih murah sehingga yang merasa punya izin tidak laku dan mengangap ada persaingan tidak sehat,” tutup Joha. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Agus P Sarjono