SAMARINDA – PEKAN Olahraga Nasional (PON) XXI tahun 2024 yang digelar di dua provinsi, Aceh dan Sumatera Utara (Sumut), menyisakan beragam kisah kekecewaan dan ketidakpuasan para atlet yang mengikuti event empat tahunan itu.
Hal tersebut dirasakan pula atlet Sambo Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang saat berangkat ke ajang itu begitu optimis, bakal mempersembahkan medali emas. Sayangnya, ekspektasi dan realita di lapangan tak sejalan beriringin.
Setiba di venue pertandingan, para atlet sambo Kaltim harus menelan pil pahit. Mereka harus merasakan suasana tak menyenangkan sebelum pertandingan. Mulai dari baju untuk pertandingan ternyata tidak memenuhi standar, tidak tersedianya jenis makanan untuk para atlet yang diet, kurangnya dukungan pelatih dalam menginformasikan hasil pertandinga, hingga sulitnya melawan atlet tuan rumah.
Memang Cabang Olahraga Sambo perdana dipertandingkan dalam ajang PON kali ini. Cabang ini merupakan salah satu disiplin bela diri yang menggabungkan teknik gulat dan seni bela diri. Namun sambo, yang berasal dari Rusia, berfokus pada teknik penguncian dan lemparan.
Perdana digelar, maka deretan kendala pun mencuat. Terlebih jika melihat kesiapan provinsi lain, maka atlet sambo Kaltim seakan tertinggal. Paling dirasa adalah keberadaan Baju Gi sebagai baju pertandingan. Baju yang dibawa atlet sambo Kaltim malah tidak memenuhi standar yang ditetapkan untuk pertandingan tingkat nasional. Karena terlalu tipis dan hanya dikhususkan untuk latihan saja.
“Kami melihat kontingen lain di venue itu bajunya seragam semua, namun hanya kami yang berbeda. Baju mereka dilengkapi dengan nama punggung dan terlihat lebih tebal,” ungkap salah satu atlet sambo Kaltim, Senin (23/09/2024).
Benar saja, sebelum pertandingan dimulai ada fase registrasi dan pengecekan oleh panitia terhadap atlet yang akan bertanding. Pengecekan itu meliputi properti yang digunakan. Panitia memutuskan untuk meminta atlet sambo Kaltim memakai baju yang sesuai standar dengan memakai baju yang disediakan oleh panitia, tentu dengan ukuran yang terbatas pula, dan para atlet ini diminta untuk menyesuaikan saja.
Tak berhenti sampai di situ saja, atlet ini kemudian dihadapkan dengan masalah makanan diet yang tak dipersiapkan oleh pelatih dan pengurus.
“Beberapa atlet kami memang ada yang melakukan program diet khusus untuk mengikuti pertandingan ini. Namun, konsumsi diet ini tidak disediakan, sedangkan atlet dari provinsi lain diberikan porsi diet,” bebernya lagi.
Makanan untuk atlet dalam program diet dan non program diet sangat berbeda dan harus dijaga agar bisa optimal. Namun sayangnya, porsi tersebut tidak diberikan. “Alasannya karena kami termasuk cabor baru, kata pelatih ketika kami bertanya,” ujarnya.
Para atlet diet ini kemudian harus membeli suplemen diet sendiri untuk menjaga berat badannya sebelum memulai pertandingan sebagaimana mestinya.
Selain hal itu, ada juga dugaan indikasi kecurangan yang dinilai merugikan untuk para kontingan atlet sambo Kaltim. Hal ini kata para atlet, sebagian besar disebabkan tidak adanya perwakilan wasit dari Kaltim untuk menilai pertandingan. Wasit-wasit yang ada kebanyakan berasal dari tuan rumah, yakni Sumatera Utara.
“Beberapa gerakan yang harusnya masuk poin, tapi tidak dicatat sebagai poin. Kami tidak bisa mengadu lebih banyak sebab kurangnya dukungan terhadap kami atas hal itu, rasanya tidak adanya perwakilan wasit dari Kaltim sangat membebani kami,” terang para atlet.
Para atlet ini tidak sepenuhnya menyalahkan hasil pada wasit yang bertugas, namun sangat menyayangkan kurangnya kontribusi Kaltim dalam menjadi komponen penting di pertandingan.
Segala hambatan itu akhirnya bertemu pula pada masalah teknis lainnya, seperti tidak adanya layar tancap (live streaming) yang disediakan di venue untuk melihat pertandingan di dalam stadion.
“Dulu di Papua, memang ada layar tancapnya kita bisa lihat live pertandingan yang sedang berlangsung di lokasi. Tapi untuk yang ini, ada dua lokasi yang digunakan, satu di dalam stadion untuk pertandingan dan satu lagi di luar stadion untuk latihan. Jadi yang tidak bertanding, menunggu giliran di luar stadion/venue,” jelasnya.
Matras yang dijadikan alas untuk bertanding di dalam stadion kata atlet ini ada sebanyak dua buah, dan yang diluar stadion yang bisa dipakai untuk latihan juga sebanyak dua buah. Selama latihan, para atlet juga harusnya bisa menyaksikan bagaimana pertandingan di dalam berlangsung dengan melihat layar tancap yang diatur oleh panitia, namun sayang pada hari pertama dan kedua pertandingan, tidak ada respon dari panitia mengenai hal tersebut.
Barulah di hari ketiga dan keempat atau hari terakhir pertandingan sambo, keluhan dan masukan itu didengar oleh panitia.
“Akhirnya disediakan layar tancap live streaming kondisi di dalam, namun yang disiarkan hanya satu matras saja, sedangkan matras satunya lagi tidak disiarkan. Ya, lagi-lagi nasib cabor baru,” ujarnya.
Hal ini kata atlet sambo Kaltim sangat disayangkan sebab berkaca dari PON XX yang telah diikuti sebelumnya, persiapan panitia sangatlah matang dan fasilitas atlet pun terpenuhi.
Peserta berharap agar penyelenggara segera mengatasi masalah ini untuk meningkatkan kualitas dan kenyamanan selama event. Keberhasilan PON XXI tidak hanya ditentukan oleh kompetisi, tetapi juga oleh dukungan logistik dan komunikasi yang efektif antar semua pihak. Harapan peserta adalah agar pengalaman ini menjadi pelajaran untuk penyelenggaraan acara di masa depan. []
Penulis: Nistia | Penyunting: aps