DALAM keheningan lanskap karst Sangkulirang-Mangkalihat, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, tersembunyi sebuah tempat yang menjadi saksi bisu kehidupan manusia purba ribuan tahun silam: Gua Telapak Tangan. Dinding gua ini dihiasi dengan seni cadas berusia hingga 40.000 tahun, menjadikannya salah satu peninggalan seni prasejarah tertua di dunia. Lebih dari sekadar pemandangan estetis, Gua Telapak Tangan menjadi bukti penting tentang bagaimana manusia purba hidup, berkomunikasi, dan mengekspresikan spiritualitas mereka.
Penemuan Gua Telapak Tangan tidak terlepas dari peran para peneliti lokal dan internasional yang menjelajahi kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat sejak dekade 1990-an. Penelitian awal dilakukan oleh para ahli geologi yang tertarik pada formasi batuan karst di kawasan ini. Namun, seni cadas prasejarah di gua ini mulai dikenal luas setelah tim gabungan arkeolog Indonesia dan Prancis melakukan survei mendalam pada awal 2000-an.
Lukisan gua berupa jejak tangan manusia, yang tersebar di dinding gua, awalnya ditemukan oleh warga lokal yang sering melintasi kawasan tersebut. Temuan ini kemudian menarik perhatian para peneliti yang menduga bahwa seni cadas tersebut memiliki usia yang sangat tua. Analisis lebih lanjut dengan teknik penanggalan uranium-thorium menunjukkan bahwa beberapa lukisan tangan di Gua Telapak Tangan berusia sekitar 10.000 hingga 40.000 tahun. Ini menjadikannya salah satu seni cadas tertua di dunia, bahkan lebih tua daripada lukisan serupa di Gua El Castillo, Spanyol.
Jejak tangan ini bukan hanya sekadar karya seni, tetapi juga mencerminkan simbolisme yang mendalam. Para ahli percaya bahwa telapak tangan tersebut memiliki fungsi spiritual atau ritual. Manusia purba mungkin menggunakannya sebagai bentuk doa, tanda identitas kelompok, atau bahkan sebagai cara untuk menjelaskan hubungan mereka dengan alam dan dunia supranatural. Lukisan-lukisan ini dibuat menggunakan teknik semprot, di mana pewarna alami seperti tanah liat, batu, dan bahan organik disemprotkan di atas telapak tangan untuk menciptakan bentuk negatif pada dinding gua.
Selain seni cadas berbentuk telapak tangan, Gua Telapak Tangan juga memiliki lukisan hewan seperti rusa, babi hutan, serta pola-pola geometris. Lukisan ini memberikan wawasan tentang kehidupan sehari-hari manusia purba, termasuk hewan yang mereka buru dan hubungan mereka dengan lingkungan. Keberadaan gua ini menunjukkan bahwa kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat pernah menjadi tempat tinggal strategis bagi manusia purba, menyediakan perlindungan alami sekaligus sumber daya makanan yang melimpah.
Seiring dengan semakin meluasnya penelitian di kawasan ini, Gua Telapak Tangan kini menjadi simbol penting dari warisan budaya Indonesia. Pemerintah bersama UNESCO telah mengusulkan kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat, termasuk Gua Telapak Tangan, sebagai Situs Warisan Dunia. Upaya ini bertujuan untuk melindungi kawasan tersebut dari ancaman eksploitasi, seperti penambangan dan deforestasi, sekaligus mempromosikan nilai sejarahnya kepada dunia internasional.
Wisatawan yang berkunjung ke Gua Telapak Tangan tidak hanya diajak untuk mengagumi keindahan seni cadasnya, tetapi juga memahami konteks sejarah dan budaya di balik karya tersebut. Pemandu lokal sering kali menceritakan kisah tentang bagaimana lukisan-lukisan ini ditemukan dan apa maknanya bagi masyarakat sekitar. Meskipun akses menuju gua ini cukup menantang, perjalanan melalui hutan tropis dan menyusuri sungai memberikan pengalaman petualangan yang autentik.
Keberadaan Gua Telapak Tangan tidak hanya penting bagi sejarah seni dan budaya, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya melestarikan warisan alam dan budaya bagi generasi mendatang. Dengan terus diteliti dan dilestarikan, gua ini menawarkan kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang kehidupan manusia purba di Kalimantan Timur sekaligus menghargai keajaiban alam yang masih bertahan hingga kini.
Gua Telapak Tangan terletak di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat, sekitar 150 kilometer dari Sangatta, ibu kota Kabupaten Kutai Timur. Perjalanan menuju gua ini cukup menantang, tetapi penuh petualangan. Dari Sangatta, wisatawan dapat melakukan perjalanan darat selama 6-7 jam menuju Kecamatan Sangkulirang. Medan yang dilalui adalah jalanan yang sebagian sudah beraspal, tetapi beberapa bagian masih berupa jalan tanah dan berbatu, sehingga disarankan menggunakan kendaraan jenis 4WD atau mobil off-road. Setelah tiba di Sangkulirang, perjalanan dilanjutkan dengan perahu tradisional menyusuri Sungai Karangan selama 1-2 jam untuk mencapai kawasan karst. Biaya sewa perahu biasanya berkisar antara Rp500.000 hingga Rp1.000.000, tergantung kapasitas dan durasi perjalanan. Dari dermaga, wisatawan harus melanjutkan perjalanan dengan trekking selama 30-45 menit melalui hutan dan medan berbatu untuk mencapai pintu masuk gua. Trekking ini memerlukan stamina dan persiapan fisik yang baik, sehingga disarankan mengenakan sepatu trekking dan membawa perlengkapan seperti air minum dan senter.
Fasilitas di sekitar Gua Telapak Tangan masih sangat minim, mengingat lokasinya yang terpencil. Namun, beberapa desa di sekitar kawasan Sangkulirang menyediakan homestay sederhana dengan tarif mulai dari Rp150.000 per malam. Selain itu, wisatawan dapat menyewa pemandu lokal dengan biaya sekitar Rp300.000–Rp500.000 per hari. Pemandu lokal tidak hanya membantu navigasi, tetapi juga memberikan informasi tentang sejarah, budaya, dan keunikan ekosistem di kawasan ini. Wisatawan disarankan membawa perbekalan makanan ringan dan air minum sendiri karena tidak ada warung makan di sekitar lokasi gua. Bagi yang ingin menikmati pengalaman lebih lama, beberapa operator wisata lokal juga menawarkan paket camping di kawasan karst, lengkap dengan perlengkapan tenda dan makanan.
Gua Telapak Tangan adalah bagian dari lanskap karst Sangkulirang-Mangkalihat, yang telah diusulkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Kawasan ini tidak hanya penting secara arkeologis, tetapi juga memiliki ekosistem unik dengan berbagai spesies flora dan fauna endemik. Pemerintah daerah bersama komunitas lokal terus berupaya menjaga kelestarian kawasan ini dari ancaman kerusakan, seperti penebangan hutan liar dan eksplorasi tambang. Wisatawan yang berkunjung diharapkan mematuhi aturan konservasi, seperti tidak menyentuh atau merusak lukisan gua, membawa pulang sampah, dan menjaga kebersihan lokasi. Kesadaran dan kepedulian pengunjung sangat penting untuk melestarikan keajaiban alam dan sejarah ini bagi generasi mendatang.
Keindahan Gua Telapak Tangan tidak hanya menarik wisatawan lokal, tetapi juga menjadi perhatian para ilmuwan dan arkeolog dari seluruh dunia. Nilai seni cadas yang dimiliki gua ini memberikan wawasan mendalam tentang kehidupan manusia prasejarah, sekaligus memperkaya pengetahuan tentang evolusi budaya dan spiritual manusia. Dengan kombinasi keindahan alam dan sejarah yang luar biasa, Gua Telapak Tangan di Sangkulirang adalah destinasi wisata yang menawarkan pengalaman tak terlupakan. Rencanakan perjalanan Anda sekarang, dan nikmati keajaiban sejarah yang tersembunyi di jantung lanskap karst Sangkulirang-Mangkalihat. []
Penulis: Putri Aulia Maharani