Agar DBH Terus Meningkat

SAMARINDA – Jatah APBN buat Kaltim ke depan bisa makin tinggi jika dapat memanfaatkan momentum revisi Undang-Undang (UU) No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. DPRD Kaltim pun mendesak agar provinsi ini dapat perlakuan khusus berupa rupiah di luar dana bagi hasil (DBH).

Ketua Komisi III DPRD Kaltim Dahri Yasin mengatakan, DPRD beberapa waktu lalu menemui Panitia Khusus Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (Pansus HKPD) DPR RI di Jakarta. Senator dari Kaltim meminta daerah penghasil seperti Bumi Etam, mesti dapat keberpihakan. Selama ini, dana bagi hasil hanya 15 persen, jauh dari yang semestinya diterima Kaltim.

Sebagai informasi, pengganti UU 33/2004 adalah Rancangan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang saat ini tengah digodok DPR. UU 33/2004 merumuskan penerimaan pertambangan minyak bumi dari daerah setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lain sesuai peraturan, dibagi dengan imbangan 84,5 persen untuk pusat dan 15,5 persen untuk pemerintah daerah.

Sementara bagian daerah, kembali dibagi 3 persen untuk provinsi, 6 persen untuk kabupaten/kota penghasil dan 6 persen sisanya dibagi kabupaten/kota lain dalam provinsi. Terakhir, 0,5 persen sisanya dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

Untuk penerimaan pertambangan gas bumi, provinsi penghasil menerima 30,5 persen setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan sesuai peraturan negara. Pemerintah pusat dalam hal ini menerima 69,5 persen. Jatah 30,5 persen daerah penghasil kembali dibagi-bagi. Enam persen untuk keuangan provinsi, sedangkan kabupaten/kota penghasil menerima 12 persen dan 12 persen sisanya kabupaten/kota lain di provinsi yang sama. Sedangkan 0,5 persen sisanya turut dialokasikan untuk pendidikan dasar.

“Yang kami usulkan adalah adanya perlakuan khusus sehingga tidak juga melangkahi proses pemerataan,” ucap Dahri, kemarin (23/6).

Perlakuan dimaksud adalah adanya pasal dalam UU tersebut yang menyatakan daerah penghasil seperti Kaltim, selain mendapat dana bagi hasil untuk pemerataan, juga mendapatkan penambahan. Hanya, belum dirincikan tambahan dimaksud.

“Yang jelas, dari rumusan pemerataan, ada perlakuan khusus sebagai daerah penghasil,” terang dia.

Dahri menyadari revisi UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan momentum bagi Kaltim yang selama ini disebut-sebut tak dapat keadilan. Realitanya kini, Kaltim sebagai daerah penghasil, sama saja dengan daerah bukan penghasil. Adapun hasil pertemuan DPRD Kaltim dengan Pansus HKPD DPR RI, bakal ditindaklanjuti dalam pertemuan yang dihelat di Balikpapan dalam waktu dekat.

Diberitakan, jatah APBN buat Kaltim kerap dikeluhkan karena masih jauh dari kebutuhan. Kini keadaan justru memburuk. Alokasi APBN ke Kaltim dipastikan terpangkas karena defisit. Besar kemungkinan pemotongan hingga 30 persen.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kaltim Taufik Fauzi mengatakan, defisit yang menimpa APBN, memberi dampak pemangkasan jatah dari pusat buat daerah, termasuk Benua Etam. Pemangkasan APBN ini bikin pengerjaan sebagian proyek ditunda. Ada pula yang tetap dikerjakan tapi mendapat pengurangan.

Fauzi mencontohkan realisasi proyek Jembatan Pulau Balang yang mesti dikerjakan Januari 2015, padahal penetapan lelang sudah Januari tahun ini. Sementara duit dari Kementerian PU dalam tahun anggaran 2014 sebesar Rp 3,422 triliun, belum mengakomodasi pembangunan seluruh jalan nasional di provinsi ini sebesar Rp 26 triliun. [] RedHP/KP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com