PARLEMENTARIA KALTIM – Usai sudah kerja Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaltim Tahun 2022-2042. Raperda kini telah disahkan menjadi perda, usai penyampaian laporan hasil kerja pansus, persetujuan antara DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim ditandatangani dalam Rapat Paripurna DPRD Kaltim ke-11, Selasa (28/03/2023).
Apa sebenarnya yang terbaru di dalam Perda RTRW yang merevisi Peraturan Daerah Provinsi Nomor 1 Tahun 2016 tentang RTRW Kaltim Tahun 2016-2036 ini? Baharuddin Demmu yang sejak gelaran Rapat Paripurna ke-39, September 2022 lalu, didaulat menjadi ketua pansus dalam, memberikan gambaran.
Baharuddin Demmu menyebut, RTRW Kaltim terbaru memadukan dua matra yang tertuang dalam Perda Kaltim Nomor 1 tahun 2016 dan Perda Kaltim Nomor 2 tahun 2021 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kaltim 2021-2041. Perbedaan terbesar dalam RTRW terbaru ini adalah alokasi ruang baru yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 14 tahun 2021 tentang Basis Data dan penyajian Peta RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Keberadaan ruang baru dalam kawasan lindung berupa badan air, hutan adat, hingga kawasan pencadangan konservasi di laut, dipetakan secara detail dalam RTRW terbaru. Tak hanya itu, pola ruang kawasan batu gamping (karst) dan ekosistem hutan bakau juga masuk peta RTRW. “Ada juga tambahan lain, seperti ketentuan khusus pola ruang karst dan ekosistem mangrove. Dalam kawasan budi daya atau areal yang bisa diisi pembangunan daerah, mendapat tiga plot ruang baru,” terang Baharuddin Demmu kepada awak media saat diwawancara usai rapat paripurna.
Tiga plot baru tersebut, lanjut dia, adalah perkebunan rakyat, transportasi, serta pertahanan dan keamanan. Selanjutnya, RTRW juga menyediakan ketentuan khusus untuk 12 pola ruang. Untuk kawasan hutan di Kaltim memang mengalami penyusutan dari yang semula berkisar 8,3 juta hektare menjadi 8,2 juta hektare. Alasan penyusutan itu akibat pemanfaatan ruang untuk Ibu Kota Nusantara (IKN), pelepasan kawasan secara parsial, hingga penyesuaian garis pantai se-Kaltim. “Tapi jangan salah kaprah, IKN itu tetap bagian Kaltim, yang membedakan hanya administrasinya tak lagi berada di bawah komando pemda (Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, red). Hanya itu saja,” ujar Ketua Komisi I DPRD Kaltim ini.
Dipaparkannya, total penyusutan luas wilayah Kaltim imbas pengalokasian ruang IKN berkisar 256 ribu hektare untuk matra darat dan sekitar 68 ribu hektare di kawasan laut. Perda RTRW baru ini bisa disahkan selepas evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri. Kendati sudah disahkan dan akan segera dikirim ke Kemendagri untuk dievaluasi, namun terdapat catatan, yakni adanya blank spot atau titik kososng dalam RTRW di areal IKN, pergeseran garis pantai di Balikpapan yang tak sinkron dalam rancangan peraturan daerah yang direvisi dengan RZWP3K Kaltim, hingga adanya holding zone atau zona tunda tentang areal penggunaan lain (APL) dalam kawasan hutan.
Kawasan hutan adat itu total luasan aslinya berkisar 7.700 hektare namun hanya tertera dalam RTRW terbaru hanya sebesar 1.330 hektare. Holding zone lain yang belum disepakati pansus, yakni adanya APL yang kini berstatus hak guna usaha (HGU). Pansus menginginkan agar APL itu kembali ke fungsi kawasan hutan, bukan HGU. Menurut Baharuddin Demmu, ada celah besar perusahaan memanfaatkan lahan tersebut jika statusnya menjadi HGU. “Silakan saja HGU, tapi selepas beres, statusnya kembali sebagai kawasan hutan bukan APL. Ini yang perlu dipertegas juga,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji yang diwawancara terpisah menerangkan, ada sejumlah perubahan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat. “Salah satu manfaat dari Perda ini adalah, adanya pemukiman warga yang awalnya hutan lindung menjadi areal penggunaan lain (APL) sehingga warga dapat melakukan sertifikasi tanahnya,” kata Seno Aji.
Politisi Gerindra ini menerangkan, beberapa kecamatan di Kukar sebagai daerah penyangga IKN akan dimanfaatkan menjadi daerah industri. Nantinya, wilayah dengan luas 100 Hektare ini dapat dimanfaatkan oleh para investor dan masyarakat. Harapannya, agar daerah industri ini dapat berkembang dan tumbuh menjadi lebih baik. “Ini juga menjadi salah satu manfaat dengan disahkan Perda RTRW ini,” jelas politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini.
Menurutnya, RTRW Kaltim 2022-2042 juga memberikan angin segar kepada petani di daerah Sungai Merdeka, Bukit Merdeka dan Saliki di Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara. Petani akan di sediakan lahan seluas 100 hektare untuk pertanian dan perkebunan. “Untuk daerah pertanian dan perkebunan kami perluas lebih dari 100 Hektare di daerah Sungai Merdeka, Bukit Merdeka dan Saliki,” tuturnya. []
Penulis: Enggal Triya Amukti | Penyunting: Hadi Purnomo