PARLEMENTARIA SAMARINDA – SUDAH dua tahun Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda menerapkan parkir elektronik di berbagai ruas jalan percontohan. Namun hingga saat ini belum juga memberikan pendapatan yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Hal ini menuai sorotan dari Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda Angkasa Jaya Djoerani. Pasalnya, mekanismenya tidak mendukung dan masih ada juru parkir liar.
Jaya, sapaan akrabnya mengungkapkan, pihaknya mendapat penjelasan dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Samarinda terkait parkir elektronik yang sulit untuk diterapkan. Penyebabnya menurut dia, regulasinya tidak mendukung dan masyarakat merasa tidak ada petugas, sehingga langsung pergi tanpa membayar parkir.
“Kegagalan kita dalam parkir mengunakan perangkat elektronik, karena mekanismenya tidak mendukung. Seperti ketika masyarakat ada yang mau parkir dengan alat elektronik tadi, tetapi yang di sana sudah lari jalan duluan. Itu alasan yang kami dapatkan dari Dishub,” ungkap politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) ini.
Menurut Jaya, meski alatnya sudah canggih namun jika tidak dibarengi dengan ketegasan dan kebijakan, maka tidak akan bisa maksimal mendapat potensi keuangan daerah dari retribusi parkir. “Tidak ada masyarakat yang sadar siap bayar parkir dengan alat elektronik,” kata Jaya kepada awak media di gedung DPRD Samarinda, Jalan Basuki Rahmat, Samarinda, Rabu (26/07/2023).
Ditegaskan pria kelahiran Balikpapan, 06 November 1961 ini, Pemkot Samarinda harus serius menerapkan parkir elektronik dengan mengeluarkan regulasi yang sedikit keras agar masyarakat tertib bayar parkir.
“Kalau masyarakat yang kita lihat parkir di tepi jalan, karena oknum preman yang menjaga. Artinya, mereka tegas atau keras yang akhirnya masyarakat takut dan membayar. Tetapi begitu kita menggunakan perangkat yang lebih canggih, tidak ada penekanan. Masyarakat lebih memilih lari, tidak bayar parkir. Tetapi kalau yang jaga manusia atau preman, orang pada takut tidak berani lari,” paparnya.
“Jadi ada dua sisi negatif dan positipnya. Kita menggunakan perangkat elektronik dengan harapkan lebih efisien, sehingga kita dapatkan hasil yang lebih tinggi, ternyata tidak juga. Sementara kita pakai sistem konfensional dengan menggunakan jasa manusia, pasti banyak bocornya,” jelasnya lagi. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting : Agus P Sarjono