Komandan Puspom TNI, Marsekal Muda TNI Agung Handoko (kanan) bersama Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Markas Besar TNI Cilangkap, Senin (31/07/2023). (Tangkapan layar Youtube Puspen TNI)

Puspom TNI Tetapkan Kabasarnas Tersangka Kasus Suap

JAKARTA – PUSAT Polisi Militer (Puspom) TNI menetapkan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas.

Keduanya langsung ditahan di instalasi tahanan militer milik Puspom TNI Angkatan Udara (AU), Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Kedua personel aktif TNI itu akan diproses dalam peradilan militer.

Komandan Pusat Polisi Militer TNI, Marsekal Muda R Agung Handoko, menyampaikan penetapan status tersangka itu dalam jumpa pers yang digelar di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (31/07/2023).

Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi, diduga menerima suap senilai Rp88 miliar lebih.

“Menetapkan kedua personel TNI atas nama HA (Henri Alfiandi) dan ABC (Afri Budi Cahyanto) sebagai tersangka,” ujarnya.

Agung mengatakan penyidik sudah menyelesaikan pemeriksaan terhadap Afri Budi Cahyanto yang mengakui menerima sejumlah uang dari pengusaha swasta dengan kode dana komando. Uang tersebut kemudian dilaporkan dan diberikan kepada Henri yang sebagian untuk kegiatan operasional.

Keterangan dan pengakuan Afri juga sesuai dengan hasil pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tiga pengusaha swasta yang menjadi tersangka. Dalam kasus ini, KPK menjerat Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), Mulsunadi Gunawan; Dirut MGCS, Marilya; dan Dirut PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil.

Agung mengatakan, Afri mulai menjalani tugas atas perintah Henri sejak pertengahan Mei 2021. Berdasarkan pemeriksaan, perwira tersebut mendapat tugas menerima laporan penyerapan anggaran Basarnas tiap awal bulan. Dalam laporan tersebut, ada juga informasi dan data tentang nama, nilai, pemenang tender, dan progres proyek di lembaga tersebut.

Dia belum bisa membeberkan peran detil Henri dalam kasus tersebut. Menurut dia, jenderal bintang tiga TNI AU tersebut masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik Puspom TNI. Meski demikian, hasil pemeriksaannya diduga tak akan berbeda dengan tersangka lainnya.

“Pemeriksaan AH masih berlangsung, hasilnya belum saya sampaikan. Namun, berdasarkan tersangka swasta di KPK, keterangannya sama dengan ABC,” ujar Agung.

KPK MINTA MAAF

Diketahui, baik Henri maupun Afri terlebih dulu ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023. Namun pada Jumat (28/07/2023), KPK meminta maaf karena telah menetapkan Kepala Basarnas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi

Waktu itu, TNI menilai penetapan tersangka kepada dua personel aktif TNI AU tersebut menyalahi aturan. Agung Handoko mengatakan, yang berhak menetapkan seorang personel TNI sebagai tersangka adalah penyidik militer, dalam hal ini Puspom TNI. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Peradilan Militer.

Puspom TNI juga merasa tidak dilibatkan dalam penentuan tersangka itu. “Tidak ada statement digelar dua orang ini jadi tersangka. Jadi setelah konferensi pers pers baru muncul,” kata Agung melalui sambungan telepon pada Kamis (27/7/2023) petang.

Buntut hal itu, Danpuspom beserta perwira tinggi (pati) TNI lain mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat (28/7/2023).

Kedatangan para pati TNI itu berujung permintaan maaf KPK yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak. Lembaga antirasuah itu juga mengaku “khilaf”. Perkara ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada Selasa (25/7/2023).

Setelah dilakukan penyidikan, KPK menetapkan lima orang tersangka, di antaranya Kepala Bbasarnas Henri Alfiandi dan bawahannya, Afri. Selain itu, KPK juga menetapkan tiga orang dari pihak swasta atau sipil sebagai tersangka.

Mereka adalah Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati; Marilya selaku Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati; dan Roni Aidil selaku Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama.

DANA KOMANDO

Dalam kasus itu, Afri diduga menerima uang dari pihak swasta yang nilainya mencapai Rp 999,7 juta. Uang itu diterima Afri dari Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati bernama Marilya atau Meri terkait pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan di Basarnas.

Transaksi dilakukan Afri dan Marilya pada Selasa (25/7/2023) atau sesaat sebelum terjaring OTT KPK. Diduga, uang tersebut diterima Afri atas perintah Kepala Basarnas atau disebut dengan kode “dana komando”.

“Yang terakhir adalah (Afri) melaporkan penggunaan ‘dana komando’ kepada Kabasarnas,” kata Danpuspom Agung saat konpers, Senin kemarin.

Oleh Afri, uang tersebut diklaim sebagai dana hasil profit sharing atau pembagian keuntungan. Dalihnya, uang senilai hampir Rp 1 miliar itu diberikan untuk memenuhi kewajiban pembagian keuntungan dari pekerjaan yang telah dilaksanakan. “Aliran ‘dana komando’ ini sedang kami dalami,” kata Agung.

“Tentunya kami akan mengembangkan semaksimal mungkin permasalahan yang ada ini dengan terus berkoordinasi ketat dengan KPK,” ujarnya lagi.

Hingga kini, Puspom TNI telah mengantongi 27 item bukti dengan 34 sub item, sesuai dengan daftar barang bukti yang disampaikan KPK. Henri dan Afri dijerat dengan Pasal 12 a atau 12 b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Janji TNI tutup celah korupsi TNI menyatakan akan terus mendalami kasus dugaan suap tersebut. Oleh karenanya, akan terus berkoordinasi dengan KPK. “Utamanya adalah kami selalu berkoordinasi ketat dengan KPK untuk menutup celah-celah. Jangan sampai ada celah yang bisa dijadikan terobosan untuk para pelaku korupsi ini,” ujar Agung.

Agung kemudian mengungkapkan, proses hukum terhadap Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto akan digelar secara transparan, termasuk proses peradilannya. Ketika ditanya awak media soal kasus dugaan suap ini akan berakhir seperti kasus Helikopter AW-101, Agung memastikan hasil penyidikan akan diungkap secara transparan. “Ah, enggak-enggak (penyidikan dihentikan), bisa diikuti, bisa diikuti nanti,” kata Agung.

Sementara itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono telah meminta kepada jajarannya untuk melakukan evaluasi agar kasus dugaan suap di Basarnas tidak terulang lagi. Permintaan itu disampaikan Yudo Margono saat sertijab pejabat utama di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada 28 Juli 2023.

“Peristiwa di Basarnas perlu menjadi evaluasi kita. Kita harus mawas diri dengan hal seperti itu. Jangan dilihat negatifnya berita itu. Mari kita evaluasi bersama sehingga ke depan tidak terjadi lagi di tubuh TNI ataupun para prajurit TNI yang bertugas di luar struktur TNI,” kata Yudo.

Yudo Margono berharap para personel tetap solid untuk melaksanakan tugas pokok atau fungsi TNI. Ia juga mewanti-wanti agar personel aktif TNI yang akan bekerja di luar Mabes TNI, tidak lupa akan induknya. “Tolong jangan lepas dari induknya. Harus tetap ditanamkan ke diri masing- masing bahwa ‘aku ini TNI’,” ujar Yudo. Margono. []

Penulis | Penyunting : Agus P Sarjono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com