Nidya Listiyono: HBN Momen Implementasi Empat Pilar Kebangsaan

PARLEMENTARIA KALTIM – HARI Bela Negara (HBN) yang diperingati setiap tanggal 19 Desember, menurut anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Nidya Listiyono, harus menjadi momentum bagi semua pihak untuk mengimplementasikan empat pilar kebangsaan.

“Empat pilar ini cocok untuk implementasikan dan bagaimana kita cinta tanah air dan menjaga kerukunan serta saling menghormati kepada semua masyarakat Indonesia jangan sampai terpecah belah dalam pemilu (Pemilihan Umum, red) jangan sampai tercerai berai,” ujar politisi Partai Golongan Karya (Golkar) ini.

Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kaltim ini berharap, dengan adanya peringatan HBN sebagai warga negara Indonesia memiliki semangat bela negara yang tinggi, ia memberikan contoh pada negara luar bentuk bela negaranya berupa wajib militer dan para generasi muda untuk berkerja dengan giat lagi.

“Kita punya jiwa nasionalisme yang tinggi kalau diluar negeri ada wajib militer kalau di Indonesia ada wajib bela negara dan berharap anak muda terus untuk berkarya,” harap Nidya, demikian dia akrab disapa saat ditemui awak media di Angkringan Punakawan, Jalan Wijaya Kusuma XII, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Selasa (19/12/2023).

Sebagai informasi, peringatan Hari Bela Negara merupakan wujud nasionalisme sebagai warga negara terhadap bangsa Indonesia. HBN diatur berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia (RI) Nomor 28 Tahun 2006.

Untuk tahun ini, peringatan HBN mengusung tema Kobarkan Bela Negara untuk Indonesia Maju. Adapun tujuan diperingati HBN ke-75 tahun 2023 adalah untuk bersatu dan berkontribusi positif demi Indonesia maju yang kita cita-citakan.

Latar belakang ditetapkannya 19 Desember sebagai HBN adalah peristiwa terbentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. PDRI dibentuk dalam rangka mengisi kekosongan kepemimpinan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal itu merupakan dampak peristiwa Agresi Militer II pada 19 Desember 1948 oleh Belanda yang menyebabkan ibu kota negara jatuh. Saat itu, Belanda melakukan penangkapan terhadao tokoh nasional, akibatnya pemerintah Indonesia membetuk PDRI yang diberi mandat memimpin yakni Prawiranegara oleh Presiden Soekarno. []

Penulis : Guntur Riyadi | Penyunting : Agus P Sarjono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com