Pemerintah Tiongkok Tolak Opsi Satu China, Satu Taiwan

TIONGKOK – JURU Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning mengungkapkan Pemerintah Tiongkok menolak opsi Satu China, Satu Taiwan dan hanya memegang prinsip Satu China.

Resolusi 2758 yang diadopsi pada Sesi ke-26 Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1971 memperjelas bahwa tidak ada Dua China atau Satu China, satu Taiwan di dunia. Menjunjung tinggi prinsip Satu China berarti menjaga ketertiban internasional, kata Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China, Selasa (16/01/2024).

Pasca pemilu Taiwan pada, Sabtu (13/01/2024), yang dimenangi William Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik (DPP), Pemerintah China terus mengulang prinsip Satu China sebagai pedoman relasi China dan Taiwan.

William Lai digambarkan sebagai pembela demokrasi Taiwan, namun Beijing menyebut dia berbahaya dan menjadi salah satu kelompok separatis sehingga dapat memicu konflik lintas Selat. Kembalinya Taiwan ke China merupakan bagian penting dari tatanan internasional yang terbentuk pasca Perang Dunia II.

Hal ini secara jelas diatur dalam Deklarasi Kairo dan Perjanjian Potsdam. “Menantang prinsip Satu China berarti menantang tatanan internasional dan akan mendapat tentangan bersama dari komunitas internasional,” ungkap Mao Ning.

Dia menyebut sudah ada 182 negara menjalin hubungan diplomatik dengan China berdasarkan prinsip Satu China.

Permasalahan Taiwan tidak ada hubungannya dengan demokrasi, namun berkaitan dengan kedaulatan dan integritas wilayah China. “Kekuatan kemerdekaan Taiwan menggunakan demokrasi untuk menutupi agenda tersembunyi mereka dalam memecah belah negara. Upaya mereka gagal,” tambah Mao Ning.

Pemerintah China, kata Mao Ning, meminta negara yang masih memiliki hubungan resmi dengan Taiwan agar segera mengikuti prinsip Satu China. China mendesak Amerika Serikat (AS) untuk bertindak serius sesuai dengan komitmen yang telah ditegaskan berkali-kali oleh para Pemimpin AS untuk tidak mendukung ‘kemerdekaan’ Taiwan, Dua China atau Satu China, Satu Taiwan, menangani masalah terkait Taiwan dengan hati-hati dan berhenti mengirimkan sinyal yang keliru kepada kelompok separatis Taiwan.

Terkait dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS yang pada, Jumat (12/01/2024), mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Non-Diskriminasi Taiwan yang mewajibkan Menteri Keuangan untuk menggunakan pengaruh Amerika di Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mendukung keanggotaan Taiwan dalam IMF, Mao Ning mengatakan hal tersebut berarti AS mencampuri urusan dalam negeri China.

“AS berupaya memanipulasi masalah Taiwan untuk tujuan politik guna menciptakan Dua China dan Satu China, satu Taiwan. Kami sangat menyesalkan dan dengan tegas menentang hal ini, dan kami telah menyampaikan pernyataan keberatan kepada pihak AS,” katanya.

Mao Ning mengatakan Taiwan tidak punya dasar maupun hak untuk bergabung dengan Perserikataan Bangsa Bangsa (PBB), atau organisasi internasional lainnya yang keanggotaannya terbatas pada negara-negara berdaulat.

Hanya ada satu kursi yang mewakili China di PBB, yaitu Republik Rakyat China (RRC). Selama lebih dari setengah abad terakhir, Resolusi 2758 telah dipatuhi oleh PBB, badan-badan khusus seperti IMF, dan organisasi internasional dan regional lainnya.

“Segala masalah mengenai partisipasi Taiwan dalam kegiatan organisasi internasional harus ditangani sesuai dengan prinsip Satu China,” jelas Mao Ning.

Dalam pernyataannya, Komite Jasa Keuangan DPR AS menyatakan bahwa RUU Non-Diskriminasi Taiwan tahun 2023 yang disponsori oleh anggota DPR Young Kim akan mengharuskan AS untuk mengadvokasi keanggotaan Taiwan di IMF.

RUU itu memberikan argumen bahwa Taiwan adalah negara dengan ekonomi terbesar ke-21 di dunia dan mitra dagang barang terbesar ke-10 bagi AS, dan meskipun Taiwan bukan anggota IMF, Taiwan adalah anggota Organisasi Perdagangan Dunia, Bank Pembangunan Asia dan Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik.

Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengalaman Taiwan dalam mengembangkan perekonomian yang dinamis dan maju di bawah pemerintahan demokratis dan supremasi hukum harus menjadi masukan bagi kerja lembaga-lembaga keuangan internasional, termasuk melalui peningkatan partisipasi Taiwan dalam lembaga-lembaga tersebut.

RUU tersebut sekarang akan diajukan ke Senat, dan jika disahkan di Senat, akan dikirim ke Presiden Joe Biden untuk ditandatangani menjadi undang-undang. []

Penulis : Merinda Febrianti | Penyunting : Agus P Sarjono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com