SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) berencana melakukan rasionalisasi terhadap anggaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).
Langkah ini diambil sebagai upaya penyesuaian dengan regulasi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Wakil Ketua I DPRD Kotim, Juliansyah, mengungkapkan bahwa meskipun kebijakan ini mengundang pro dan kontra, pihaknya berharap rasionalisasi tidak berdampak negatif terhadap semangat dan kinerja para pegawai.
“Kebijakan rasionalisasi ini adalah perintah undang-undang yang harus dilaksanakan di tingkat daerah. Maka saya kira semua pegawai bisa memahami dan memaklumi hal itu,” kata Juliansyah, Kamis (28/01/2025).
Kebijakan ini dilakukan untuk menyesuaikan anggaran belanja pegawai yang maksimal hanya 30 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Saat ini, belanja pegawai Pemkab Kotim mencapai 32 persen dari total APBD.
Undang-undang ini memberi tenggat waktu hingga 2027 untuk penyelarasan anggaran belanja pegawai di seluruh daerah. Salah satu dampak kebijakan tersebut adalah pengurangan TPP yang diterima oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Kotim.
Juliansyah menambahkan, meski kebijakan ini tidak populer, namun perlu dilakukan untuk menjaga stabilitas keuangan daerah.
“Kami berharap Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dapat merumuskan rasionalisasi TPP dengan tidak terlalu besar, karena banyak ASN yang menggantungkan hidup pada TPP, sementara sebagian gaji pokoknya telah habis untuk bayar cicilan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kotim, Sanggul L Gaol, menegaskan bahwa rasionalisasi yang dilakukan bukanlah pemotongan, melainkan penyesuaian anggaran sesuai dengan regulasi pemerintah pusat.
“Kami harus melakukan rasionalisasi, karena kalau tidak, kita tidak akan mampu memenuhi kewajiban anggaran. Kami lebih memilih untuk rasionalisasi, tetapi memastikan TPP tetap dapat disalurkan setiap bulan,” ungkapnya.
Menanggapi kekhawatiran adanya penurunan semangat kerja pegawai, Sanggul mengingatkan bahwa TPP bukanlah hak mutlak pegawai, melainkan bentuk apresiasi yang diberikan berdasarkan kinerja dan absensi.
“Jika kinerja dan absensi pegawai baik, TPP yang diterima bisa penuh. Sebaliknya, jika ada penurunan kinerja, potongan TPP akan lebih besar, bahkan tidak ada TPP sama sekali,” tegasnya.
Namun, meskipun pemerintah daerah menjelaskan kebijakan ini, sejumlah ASN di lingkungan Pemkab Kotim mengungkapkan keberatan mereka. Mereka mengakui bahwa TPP selama ini sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk untuk membayar biaya rumah tangga dan pendidikan anak.
“Sebenarnya kami keberatan, karena TPP ini sangat membantu, tapi kalau sudah ada aturannya seperti ini, kami hanya bisa pasrah dan mengikuti kebijakan yang ada,” ujar seorang ASN yang enggan disebutkan namanya.
Beberapa ASN lain juga mengungkapkan rasa khawatirnya terkait penurunan TPP, yang selama ini menjadi tambahan penting dalam perekonomian keluarga.
“TPP memang nilainya tidak tetap, tergantung kinerja, tapi kami tetap berharap TPP tetap ada karena ini sangat membantu saya sebagai tulang punggung keluarga,” ujar salah seorang ASN yang juga mengandalkan TPP untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Meski demikian, pemerintah daerah berharap agar seluruh ASN dapat memahami kebijakan rasionalisasi ini demi keberlanjutan keuangan daerah yang lebih stabil dan terkelola dengan baik. []
Redaksi03