Salah satu smalter bauksit milik PT Antam yang berlokasi di Kecamatan Tayan, Kalimantan Barat

Ekspor Bauksit Resmi Dilarang

Salah satu smalter bauksit milik PT Antam yang berlokasi di Kecamatan Tayan, Kalimantan Barat

 

NASIONAL – Pemerintah Indonesia secara tegas resmi melarang ekspor mineral mentah, khususnya bauksit, mulai hari ini, Sabtu (10 Juni 2023). Hal ini sesuai amanat Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), khususnya dalam Pasal 170 A.

Dalam pasal tersebut, dinyatakan bahwa batas penjualan mineral ke luar negeri maksimal tiga tahun setelah UU Minerba diterbitkan, 10 Juni 2020 lalu.

“Sesuai dengan Pasal 170 A UU Minerba, batas penjualan mineral ke luar negeri maksimal tiga tahun setelah UU Minerba diterbitkan (2020) dan kita juga harus merefer sebelumnya kebijakan pengolahan dalam negeri sudah ada aturannya untuk itu dilakukan beberapa kali relaksasi,” jelas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

Ia menyebutkan, pelarangan ekspor bauksit ini sebagai upaya pemerintah mendorong hilirisasi komoditas tambang, Harapannya, bauksit dari Indonesia tak lagi diekspor dalam bentuk ore atau belum diproses.

“Ya kan memang dilarang,” ujar Arifin saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (9/6/2023).

Menteri ESDM Arifin Tasrif saat diwawancarai awak media

Arifin mengungkapkan, larangan ekspor bauksit tetap diberlakukan karena pembangunan fasilitas pemurnian atau smelternya tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan. Menurut peninjauan Kementerian ESDM di lapangan, terdapat 7 dari 8 smelter bauksit yang masih berbentuk tanah lapang.

Progres pembangunan proyek-proyek itu tidak sesuai dengan yang dilaporkan kepada pemerintah yakni mencapai 32-66 persen. Adapun tujuh smelter itu masing-masing dibangun oleh PT Quality Sukses Sejahtera, PT Dinamika Sejahtera Mandiri, PT Parenggean Makmur Sejahtera, PT Persada Pratama Cemerlang, PT Sumber Bumi Marau, PT Kalbar Bumi Perkasa, serta PT Laman Mining.

“Berdasarkan peninjauan lapangan, terdapat perbedaan signifikan dengan hasil verifikasi dari verifikator indenden, 7 smelter masih berupa tanah lapang,” ujar Arifin.

Sementara itu, untuk komoditas mineral lainnya, seperti tembaga, masih akan diberikan relaksasi izin ekspor. Ekspor konsentrat tembaga diperpanjang hingga Mei 2024. “Tembaga dengan melihat progres fisik dan dana yang sudah dikeluarkan, masih diberikan kesempatan, tapi dia harus menyesuaikannya, pertengahan tahun depan 100 persen,” papar Arifin.

Selain itu, besi, timbal, dan seng diberikan relaksasi ekspor karena pembangunan smelternya menunjukkan progres yang cukup baik.

Arifin juga menegaskan, Indonesia siap menghadapi gugatan apabila aturan larangan ekspor bauksit yang mulai berlaku 10 Juni 2023 ditentang oleh negara lain. Hal ini seperti yang pernah dihadapi RI ketika menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang mendapat gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).

“Kalau nanti digugat, ya kita gugat lagi,” ujarnya.

MALAPETAKA BARU

Sementara itu, Pelaksana Harian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Ronald Sulistyanto menilai, kebijakan larangan ekspor bauksit menjadi keresahan dan ‘malapetaka’ baru serta menimbulkan dampak yang besar bagi pengusaha bauksit di Indonesia.

Ronald menyebutkan, setidaknya ada tiga dampak yang akan dirasakan. Pertama, pengurangan produksi bauksit dalam negeri. “Produksi yang ada saat ini bisa terpangkas hingga setengahnya,” ujarnya, kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (8/6/2023).

Produksi bauksit biasanya bisa mencapai 30 juta ton per tahun. Namun karena ekspor disetop dan hanya bisa menjual ke pabrik pengolahan di dalam negeri, maka produksi bauksit bisa terpangkas menjadi sekitar 12-14 juta ton.

Tidak hanya itu, Ronald mengatakan, produksi yang akan terpangkas itu tentu akan berdampak pula pada Pemutusan Hak Kerja (PHK) pegawai perusahaan tambang bauksit.

“Saya kira kalau dampak yang akan terjadi sebesar kapasitas yang mereka kurangi. Kalau produksi angkat 30 juta ton katakanlah, itu dia memerlukan karyawan total kira-kira sekitar 6 ribu sampai 7 ribu orang. Kalau separuhnya, kira-kira hitungannya separuhnya,” jelasnya.

Belum lagi, tambah Ronald, pegawai yang nanti akan terkena PHK akan berdampak pada keluarga yang menjadi tanggungannya. “PHK itu sendiri berdampak pada keluarga, kalau 1 karyawan punya 3 keluarga, berarti kali 3 kelipatannya terus, itu kalau menghitung dampak ekonominya ya,” tambahnya.

Dampak selanjutnya yaitu kegiatan kontraktor juga akan terhenti. Lebih lanjut, Ronald menjelaskan jika kontraktor terhenti kegiatannya, maka akan memberikan efek domino pada kemampuan bayar bunga bank oleh kontraktor yang berdampak pada perbankan pula.

“Kedua, seluruh kontraktor akan menghentikan kegiatan, dan kontraktor tidak akan bisa bayar bunga bank dan cicilan, karena apa, karena hampir seluruh kontraktor tambang tidak ada yang kredit. Sehingga prediksi terhadap kapan kembalinya kredit yang dia buat menjadi berantakan. Sehingga terjadi penundaan pembayaran. Kalau penundaan pembayaran kan dampaknya kepada perbankan,” paparnya.

Terakhir, dia mengatakan dampak yang akan terjadi adalah sulit masuknya investor asing ke Indonesia. Ronald menjelaskan bahwa pelarangan ekspor tidak akan mempermudah masuknya investor ke dalam negeri. Menurutnya, Indonesia akan masuk dalam ‘black list’ negara lain karena tidak bisa memasok kebutuhan bauksit negara tersebut.

“Justru malah kita setop penerimaan negara, nggak dapat, kita sendiri juga di-ban oleh beberapa negara karena merasa dia saling bekerja sama dengan Indonesia untuk mendapatkan bahan baku, sekarang nggak dapat, dia mana mau lagi investasi di Indonesia,” tandasnya. []

Penulis / Penyunting : Agus P Sarjono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com