TEHERAN – Sebuah gelombang badai debu skala besar melanda wilayah barat Iran pada Selasa (6/5/2025), memaksa pemerintah setempat menutup sekolah dan kantor pemerintahan di tujuh provinsi serta mengeluarkan imbauan darurat bagi sekitar 13 juta warga untuk tidak beraktivitas di luar rumah. Fenomena cuaca ekstrem yang berasal dari gurun di Irak ini telah menyebabkan penurunan kualitas udara secara dramatis, memicu kekhawatiran serius akan dampak kesehatan masyarakat.
Menurut laporan televisi pemerintah Iran, provinsi-provinsi yang paling parah terdampak antara lain Khuzestan, Kermanshah, Ilam, Kurdistan, Zanjan, dan Bushehr. Di Bushehr yang terletak sekitar 1.100 kilometer di selatan Teheran, Indeks Kualitas Udara (AQI) mencapai level 108 pada Selasa siang, dikategorikan sebagai “berbahaya bagi kelompok sensitif”. Angka ini empat kali lipat lebih tinggi dari ambang batas aman konsentrasi partikel debu yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pejabat Dinas Kesehatan Provinsi Khuzestan dalam konferensi pers darurat menyatakan, “Kami telah mencatat lebih dari 240 kasus gangguan pernapasan yang membutuhkan perawatan medis sepanjang hari ini. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat selama badai belum mereda.”
Badan Meteorologi Iran dalam rilis resminya menjelaskan, “Kondisi ini disebabkan oleh pergerakan massa debu dalam volume sangat besar dari wilayah gurun Irak yang bergerak ke arah barat Iran.” Mereka menambahkan bahwa meskipun fenomena badai debu bukan hal baru di region ini, namun skala dan intensitas kali ini tergolong luar biasa.
Dampak langsung terlihat di berbagai wilayah terdampak. Stasiun televisi pemerintah menyiarkan rekaman kondisi di Kota Ahvaz, ibukota Khuzestan, dimana jarak pandang turun drastis hingga di bawah 500 meter. “Kami mendesak warga untuk tetap berada di dalam rumah, menutup semua ventilasi, dan menggunakan masker N95 jika terpaksa harus keluar,” imbau juru bicara pemerintah daerah setempat.
Sektor pendidikan dan perkantoran pun terdampak signifikan. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kermanshah menyatakan, “Seluruh aktivitas belajar mengajar dihentikan sementara. Kami juga mengimbau orang tua untuk tidak mengizinkan anak-anak bermain di luar rumah.” Langkah serupa diambil di sektor pemerintahan dan swasta dengan memberlakukan kerja dari rumah bagi pegawai.
Kondisi ini mengingatkan pada insiden serupa di Irak bulan lalu, dimana badai debu besar memaksa penutupan bandara internasional Baghdad selama dua hari dan menyebabkan lebih dari 5.000 warga mengalami gangguan pernapasan. Pakar lingkungan dari Universitas Teheran, Dr. Farhad Dabiri, menjelaskan, “Fenomena ini semakin sering terjadi akibat kombinasi perubahan iklim dan penggurunan di wilayah Mesopotamia. Tanpa langkah penanganan serius, frekuensinya akan terus meningkat.”
Dampak kesehatan menjadi perhatian utama. Rumah sakit-rumah sakit di provinsi terdampak melaporkan peningkatan signifikan kunjungan pasien dengan keluhan sesak napas, iritasi mata, dan masalah kardiovaskular. “Kami telah menyiagakan seluruh tenaga medis dan menambah stok obat-obatan pernapasan,” ujar Direktur RSUD Ahvaz kepada pers.
Badan Penanggulangan Bencana Iran telah mengerahkan tim tanggap darurat ke wilayah-wilayah terdampak. Mereka membagikan masker dan obat-obatan gratis sambil terus memantau perkembangan kondisi. “Kami berkoordinasi dengan militer untuk kesiapan evakuasi medis jika diperlukan,” tambah juru bicara badan tersebut.
Analis iklim memprediksi badai debu ini akan berlangsung selama 2-3 hari sebelum kondisi mulai membaik. Pemerintah telah mengaktifkan sistem peringatan dini dan terus memperbarui informasi melalui saluran-saluran resmi. Warga diimbau untuk terus memantau perkembangan terbaru dan mematuhi semua protokol keselamatan yang ditetapkan.
Krisis ini kembali menyoroti kerentanan wilayah Timur Tengah terhadap dampak perubahan iklim. Para ahli menyarankan perlunya kerjasama regional yang lebih intensif untuk mengatasi masalah penggurunan dan degradasi lahan yang menjadi penyebab utama meningkatnya frekuensi badai debu di kawasan ini. []
Redaksi11