NUNUKAN – Kepolisian Republik Indonesia melalui Satuan Tugas Koordinasi Penegakan Hukum Desk Perlindungan Pekerja Migran Indonesia berhasil mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di wilayah perbatasan Indonesia–Malaysia, tepatnya di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Kasus ini terbongkar berkat pengawasan intensif dan laporan dari masyarakat mengenai dugaan pengiriman warga negara Indonesia ke Malaysia secara ilegal, dengan modus penempatan pekerja migran tanpa prosedur resmi. Para korban dijanjikan akan dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga dan buruh perkebunan kelapa sawit.
Pengungkapan tersebut dipaparkan dalam konferensi pers yang digelar di Aula Rupatama Polres Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, Rabu (07/05/2025). Konferensi pers dipimpin oleh Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Dr. Nurul Azizah. Ia turut didampingi oleh sejumlah pejabat kepolisian dan TNI, di antaranya Brigjen Pol Budi Hermawan, Kombes Pol Enggar Pareanom, Kombes Pol Yudhistira Midyahwan, AKBP Bonifasius Rumbewas, Letkol Laut (PM) Satria Musa, dan Letkol Laut (P) Primayantha Maulana Malik.
“Kita bersama personel gabungan lainnya melaksanakan pemeriksaan terhadap penumpang kapal KM Thalia pada hari Senin, tanggal 5 Mei 2025 dan mengungkap 4 kasus dengan 3 tersangka serta berhasil menyelamatkan sebanyak 19 orang korban. Kemudian melakukan pemeriksaan penumpang kapal KM Bukit Siguntang pada Selasa (06/05/2025) dan berhasil mengungkap 5 kasus, dengan 4 tersangka,” ungkap Nurul Azizah.
Secara keseluruhan, Satgas berhasil menyelamatkan 82 orang korban dari sembilan laporan polisi dengan tujuh orang tersangka. Modus operandi yang digunakan para pelaku adalah mengirimkan pekerja migran secara nonprosedural melalui pelabuhan kecil di wilayah Nunukan, terutama di Pulau Sebatik. Para pelaku meminta bayaran antara Rp4.500.000 hingga Rp7.500.000 dari para korban, baik yang memiliki paspor maupun yang tidak.
Dalam pengungkapan ini, polisi turut mengamankan sejumlah barang bukti berupa 14 paspor, 13 unit telepon genggam, 13 tiket kapal, dua surat cuti dari perusahaan Malaysia, serta tiga kartu vaksin dari klinik di Malaysia.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 81 juncto Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
“Kami menghimbau masyarakat agar tidak mudah percaya dengan janji atau bujuk rayu, baik melalui perekrut, sponsor, maupun media sosial. Silakan pertanyakan keabsahan perusahaan dan kontrak kerja sehingga para PMI dapat terlindungi hak-haknya sebagai pekerja migran. Kami juga mendorong pemerintah daerah untuk menyediakan pelatihan keterampilan bagi warga yang ingin bekerja di luar negeri,” tegas Nurul Azizah.
Ia menegaskan, Satgas Penegakan Hukum Desk Perlindungan Pekerja Migran Indonesia akan terus menjalankan penegakan hukum secara konsisten dan tegas demi memberikan rasa aman dan perlindungan kepada seluruh warga negara Indonesia.[]
Redaksi12