NEW YORK – MAJELIS Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan untuk mengadopsi resolusi yang dirancang Maroko, di markas besar PBB di New York, Selasa (25/7/2023).
Resolusi itu bertajuk “Promoting interreligious and intercultural dialogue and tolerance in countering hate speech” atau “Mempromosikan dialog dan toleransi antaragama dan antarbudaya dalam melawan ujaran kebencian”.
Langkah tersebut diambil Majelis Umum yang beranggotakan 193 negara itu, menyikapi sejumlah aksi tak bertanggung jawab segelintir orang yang tergabung ke dalam Danish Patriots. Mereka adalah pelaku utama yang melakukan penodaan dan pembakaran Alquran, pada Jumat (21/7/2023) dan Senin (24/7/2023) di depan Kedubes Irak di Kopenhagen.
Dalam resolusi yang diadopsi secara konsensus itu, dinyatakan bahwa PBB menyesalkan semua tindakan penistaan dan penodaan kitab suci.
“Sangat menyesalkan semua tindakan kekerasan terhadap orang-orang berdasarkan agama atau kepercayaan mereka, serta tindakan semacam itu yang diarahkan terhadap simbol agama mereka, kitab suci, rumah, bisnis, properti, sekolah, pusat budaya atau tempat ibadah, serta semua serangan di tempat-tempat keagamaan, situs, dan kuil yang melanggar hukum internasional,” demikian bunyi salah satu paragraf dalam resolusi tersebut, dikutip Anadolu Agency.
Sebelumnya, Juru bicara Presiden Sesi ke-76 Majelis Umum PBB, Paulina Kubiak, mengatakan, delegasi dari Spanyol meminta kata-kata “melanggar hukum internasional” dalam paragraf di atas dihapus. Namun negara-negara lain menolak usulan tersebut. “Resolusi diadopsi secara konsensus,” ujarnya.
Resolusi tentang perlawanan terhadap aksi kebencian agama di Dewan HAM diadopsi dengan komposisi 28 negara mendukung, 12 negara menolak, dan tujuh lainnya abstain. Meski tahun ini tak menjadi anggota, Indonesia menjadi salah satu negara yang mendukung inisiatif resolusi. Indonesia pun terlibat dalam proses penyusunan dan negosiasi resolusi, termasuk melakukan lobi-lobi agar resolusi itu dapat diterima.
Sebelumnya, gelombang pembakaran dan penodaan Al Quran berulang kali terjadi di negara-negara Eropa. Itu termasuk pembakaran Al Quran di depan sebuah masjid di Swedia yang mendapat izin polisi dan memicu kemarahan dunia internasional.
Tentu saja aksi sekelompok kecil perusuh itu mendapat kecaman secara luas. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan para negara anggotanya telah menyuarakan kecaman serta protes atas aksi pembakaran tersebut.
Kementerian Luar Negeri Turki pada Selasa (25/7/2023), mengutuk keras tindakan ini, sebagai “serangan yang terus berlanjut” terhadap Alquran. Ia menambahkan bahwa pihak berwenang Denmark yang mengizinkan tindakan ini berarti mereka tidak melihat “keparahan” dari hasil yang dapat mereka dapatkan.
Turki pada hari Senin (24/7/2023) telah meminta Denmark untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah “kejahatan kebencian” terhadap agama Islam ini. Bahrain memanggil duta besar Swedia dan menyerahkan surat protes resmi untuk tidak mengizinkan pembakaran Alquran di Stockholm, kantor berita negara mengatakan pada hari Selasa (25/7/2023), mengutip kantor Kementerian Luar Negeri Bahrain.
Kementerian Luar Negeri Irak pada hari Senin meminta pihak berwenang negara-negara Uni Eropa untuk “segera mempertimbangkan kembali apa yang disebut kebebasan berekspresi dan hak untuk berdemonstrasi” sehubungan dengan pembakaran Alquran.
Kementerian luar negeri Mesir pada hari Selasa memanggil duta besar Swedia untuk mengutuk penodaan Alquran tersebut. Denmark mengutuk pembakaran tersebut sebagai “tindakan provokatif dan memalukan.” Namun Kopenhagen mengatakan bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk menghalangi para demonstran yang tidak menggunakan kekerasan.
Sementara pemerintah Denmark dan Swedia mengatakan mereka menyesalkan pembakaran kitab suci umat Islam tersebut. Namun tidak dapat mencegahnya di bawah peraturan yang melindungi kebebasan berbicara. []
Penulis/Penyunting : Agus P Sarjono (Dari berbagai sumber)