TENGGARONG – RENDAHNYA tingkat produksi komoditas pertanian hortikultura di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menjadi salah satu penyebab utama melonjaknya harga pangan, terutama untuk kebutuhan pokok seperti bawang putih, bawang merah, dan cabai.
Bidang Analis Ketahanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan (Disketapang) Kukar Sudiro menyebutkan, ketergantungan Kukar pada pasokan dari luar daerah memperbesar risiko fluktuasi harga.
“Produksi bawang putih di Kukar saat ini adalah 0 persen. Ini berarti seluruh kebutuhan bawang putih masyarakat sepenuhnya bergantung pada pasokan dari luar. Ketika distribusi terganggu atau pasokan menurun, harga langsung melonjak,” ungkap Sudiro kepada beritaborneo.com di Taman Kreatif Tenggarong, Kamis (12/12/2024).
Dia mengungkapkan, upaya untuk meningkatkan produksi bawang merah di Kukar menghadapi hambatan besar. Serangan penyakit seperti embun pagi, yang dipicu oleh kelembaban tinggi akibat curah hujan yang tinggi di daerah, menjadi tantangan utama. Selain itu, kebutuhan benih berbentuk umbi yang mahal turut menambah kompleksitas produksi.
“Produksi bawang merah lokal belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Ketika pasokan menurun, harga bawang merah ikut naik tajam, terutama di saat-saat permintaan tinggi seperti menjelang hari raya,” jelasnya.
Sementara itu, produksi cabai di Kukar masih dilakukan secara konvensional, sehingga hasilnya bergantung pada musim. Akibatnya, pasokan cabai sering tidak mencukupi di luar musim panen, yang menyebabkan lonjakan harga.
“Permintaan cabai di Kukar sebagian besar dalam bentuk segar. Ketika pasokan menurun, harga bisa melonjak hingga beberapa kali lipat, terutama saat permintaan tinggi pada hari-hari besar,” tambahnya.
Dia mengatakan, ketergantungan Kukar pada pasokan luar daerah membuat harga pangan sangat rentan terhadap perubahan kondisi pasar dan distribusi. Ketika pasokan terganggu, misalnya akibat cuaca buruk atau kendala logistik, harga komoditas seperti bawang dan cabai bisa melonjak drastis.
“Rendahnya produksi lokal menjadi akar masalah yang menyebabkan ketidakstabilan pasokan dan harga. Situasi ini merugikan tidak hanya konsumen, tetapi juga petani lokal yang sulit bersaing dengan produk dari luar,” imbunya.
Sudiro menekankan perlunya langkah strategis untuk meningkatkan produksi lokal dan mengurangi ketergantungan pada daerah lain, yakni enerapan teknologi pertanian untuk mengatasi hama dan penyakit khususnya pada bawang merah, pengembangan varietas unggul yang sesuai dengan kondisi iklim di Kukar, dan diversifikasi produk cabai seperti pengolahan menjadi cabai kering untuk mengurangi tekanan permintaan pada cabai segar.
“Jika produksi lokal dapat ditingkatkan, kita tidak hanya dapat menjaga pasokan tetap stabil, tetapi juga mencegah lonjakan harga yang sering terjadi akibat rendahnya produksi,” tutup Sudiro.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat memperkuat sektor pertanian lokal, meningkatkan ketahanan pangan, dan menjaga stabilitas harga yang lebih baik bagi masyarakat. []
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Agus P Sarjono