Kratom, Primadona Ekspor Global Terkendala Legalitas

JAKARTA – Kratom (Mitragyna speciosa), tanaman herbal yang banyak ditemukan di Kalimantan, kini mencuri perhatian pasar global sebagai komoditas ekspor dari Indonesia. Meskipun tanaman endemik ini semakin diminati, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, masalah legalitasnya di beberapa negara masih menjadi hambatan utama.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, AS merupakan pengimpor utama kratom Indonesia dengan volume mencapai 4.694 ton senilai sekitar US$9,15 juta. Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat DKI Jakarta sebagai penyumbang terbesar ekspor kratom Indonesia, dengan kontribusi 60,75% atau sekitar US$4,45 juta dari total ekspor nasional. Kalimantan Barat dan Jawa Timur menyusul sebagai daerah penghasil utama.

Di pasar internasional, harga kratom yang diolah menjadi ekstrak bisa mencapai US$6.000 per kilogram. Namun, meski permintaan terus melonjak, status legalitas kratom masih kabur di sejumlah negara. Di AS, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) belum memberikan izin edar resmi untuk produk berbasis kratom, meskipun industri terkait telah bernilai lebih dari US$1 miliar dan produk kratom dapat ditemukan di minimarket hingga platform daring.

Beberapa negara, seperti Jepang dan Jerman, hanya membolehkan penggunaan kratom untuk keperluan terbatas, sementara India cenderung membuka akses pasar lebih longgar. Berbagai regulasi yang berbeda ini menuntut Indonesia untuk memastikan mutu produk agar tetap kompetitif di pasar global yang penuh dinamika.

Meski menjadi primadona ekspor, kratom di Indonesia sendiri masih belum memiliki payung hukum yang jelas untuk peredaran domestik. Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan bahwa saat ini kratom sebagian besar diekspor.

“Saat ini, kratom kebanyakan untuk ekspor,” ujarnya, Rabu (02/04/2025). Tanaman ini sempat dikategorikan sebagai narkotika golongan 1 sebelum akhirnya diizinkan untuk diekspor lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 dan 21 Tahun 2024.

Di tingkat global, kratom dikenal sebagai bahan herbal yang dapat meredakan nyeri, kecemasan, dan membantu detoksifikasi pengguna opioid. Budi Santoso menjelaskan, “Kratom bisa diseduh seperti teh untuk meningkatkan stamina atau meredakan depresi.” Namun, pemerintah Indonesia masih perlu mempertimbangkan potensi risiko kesehatan sebelum melegalkan konsumsi kratom di dalam negeri.

Para ahli ekonomi mendorong penguatan hilirisasi produk kratom di daerah penghasilnya, seperti Kalimantan Barat dan Jawa Timur. Hal ini dinilai penting untuk meningkatkan nilai tambah dan menjaga keberlanjutan ekosistem. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK menekankan bahwa kratom, sebagai tanaman tropis, membutuhkan pengelolaan yang bijaksana dan berbasis kearifan lokal agar tidak terjadi eksploitasi berlebihan.

Dengan meningkatnya permintaan global, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam pasar kratom dunia. Namun, agar peluang ini dapat dimanfaatkan secara optimal, Indonesia harus memastikan regulasi yang jelas, standardisasi produk yang ketat, dan mitigasi risiko kesehatan agar sektor ini dapat berkembang tanpa menimbulkan masalah baru. []

Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com