TIONGKOK – Sebuah kebijakan kontroversial dari perusahaan kimia asal Tiongkok memantik perdebatan di ruang publik dan media sosial. Shuntian Chemical Group, yang berbasis di Provinsi Shandong, Tiongkok timur, mengumumkan bahwa seluruh karyawan yang belum menikah atau telah bercerai wajib menikah paling lambat pada 30 September 2025. Jika tidak, kontrak kerja mereka terancam diputus.
Dalam pemberitahuannya, perusahaan menyasar pekerja berusia 28 hingga 58 tahun yang masih lajang, termasuk mereka yang pernah menikah namun bercerai. Perusahaan menegaskan, “Jika Anda tidak dapat menikah dan membangun keluarga pada kuartal ketiga, perusahaan akan memutuskan kontrak kerja Anda.”
Tak hanya itu, manajemen Shuntian juga menyampaikan tudingan keras terhadap para karyawan yang belum berkeluarga, menyebut mereka “tidak setia dan tidak patuh pada nasihat orang tua untuk menikah”.
Kebijakan ini memicu gelombang kritik di dunia maya, terutama dari pengguna platform media sosial Tiongkok, Weibo. Banyak yang menilai langkah perusahaan sebagai bentuk diskriminasi terhadap status pernikahan seseorang. “Bukankah ini hanya alasan lain untuk memecat seorang karyawan?” tulis salah satu komentar yang menjadi viral.
Langkah Shuntian dilihat sebagian pihak sebagai respons terhadap kampanye pemerintah Tiongkok yang tengah berupaya mengatasi tren penurunan angka kelahiran dan pernikahan. Dalam beberapa tahun terakhir, Negeri Tirai Bambu memang menghadapi tantangan demografis serius, seperti populasi yang menua serta berkurangnya generasi muda yang tertarik membangun keluarga.
Berdasarkan data pemerintah, jumlah pernikahan baru di Tiongkok pada tahun lalu turun sekitar 20 persen—penurunan paling tajam dalam sejarah pencatatan negara tersebut. Selain itu, populasi Tiongkok menurun selama tiga tahun berturut-turut, kini menjadi sekitar 1,408 miliar jiwa.
Sebagai bagian dari upaya mendorong pernikahan dini, seorang penasihat politik nasional bahkan mengusulkan agar usia legal menikah diturunkan menjadi 18 tahun. Saat ini, usia legal menikah di Tiongkok adalah 22 tahun untuk pria dan 20 tahun untuk perempuan, termasuk yang tertinggi di dunia.
Meskipun niat awal perusahaan disebut-sebut sejalan dengan semangat nasional, penerapan kebijakan internal yang mengancam pemutusan hubungan kerja karena status pribadi menuai pertanyaan etis dan hukum yang belum terjawab. []
Redaksi03