BPK Audit Sistem Coretax Senilai Rp1,3 Triliun

JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia saat ini tengah melakukan audit menyeluruh terhadap sistem administrasi perpajakan modern Indonesia, yaitu Coretax. Proyek pemerintah yang menelan anggaran sebesar Rp1,3 triliun ini menjadi perhatian BPK untuk memastikan implementasinya dapat mendukung target penerimaan negara yang lebih optimal.

Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan BPK, Ahmad Adib Susilo, mengungkapkan bahwa audit terhadap Coretax sedang berlangsung.

“Kami tengah mengaudit sistem ini karena baru saja selesai dibangun. Tim kami telah turun ke lapangan untuk memverifikasi setiap aspek teknis dan operasionalnya,” ujarnya usai Seminar Nasional di Perbanas Institute Jakarta pada Kamis (27/02/2024).

Namun, ia menambahkan bahwa hasil audit belum bisa dipublikasikan sampai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2024 selesai diterbitkan.

Coretax, yang diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 31 Desember 2024, merupakan proyek strategis yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam pemungutan pajak. Adib menegaskan bahwa BPK akan terus memantau implementasi sistem ini dengan ketat, terutama setelah mulai dioperasikan. Sistem ini mulai dapat diakses oleh wajib pajak pada 1 Januari 2025 melalui laman resmi www.pajak.go.id/coretaxdjp.

Walaupun proyek ini menelan dana yang tidak sedikit, sejumlah kendala teknis masih dilaporkan oleh pengguna. Masalah-masalah tersebut terkait dengan error saat input data yang dikeluhkan oleh sejumlah wajib pajak. Hal ini menjadi perhatian, mengingat tujuan dari pengembangan Coretax adalah untuk memangkas biaya administrasi dan mempermudah pelaporan pajak.

Proyek pengadaan Coretax melibatkan Konsorsium LG CNS-Qualysoft sebagai pemenang tender pengembangan sistem dengan nilai Rp1,2 triliun, sementara PT Deloitte Consulting bertanggung jawab atas jasa konsultansi dengan kontrak senilai Rp110 miliar. BPK menyoroti pentingnya transparansi dalam proses pengadaan ini. Meskipun demikian, Adib belum mengungkapkan temuan-temuan spesifik terkait proses pengadaan yang telah dilakukan.

Di sisi lain, Adib mengingatkan bahwa keberhasilan Coretax juga sangat bergantung pada kondisi ekonomi makro Indonesia.

“Target penerimaan pajak dalam APBN 2025 hanya akan tercapai jika ekonomi tumbuh optimal. Jika ekonomi stagnan atau menurun, pemerintah mungkin perlu meninjau kembali target penerimaan pajaknya,” jelasnya. Ia berharap Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan operasional Coretax yang stabil dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara.

Meskipun hasil audit belum dapat diumumkan, BPK menegaskan pentingnya perbaikan dalam sistem Coretax untuk menghindari kebocoran penerimaan negara.

“Sistem ini harus menjadi solusi, bukan beban. Ini merupakan pekerjaan rumah bersama,” tambah Adib.

Pantauan di laman Coretax pada Maret 2024 menunjukkan masih adanya masalah teknis, seperti error saat input data, yang dikeluhkan oleh beberapa wajib pajak. BPK diharapkan memberikan rekomendasi perbaikan menyeluruh setelah audit selesai, guna memastikan bahwa penggunaan dana negara sebesar Rp1,3 triliun dalam proyek ini memberikan manfaat yang maksimal dan tidak sia-sia. []

Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X